Sudah 6.457 Orang Terdampak Keracunan MBG akibat SPPG tak Patuh SOP

JERNIH – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyatakan, sampai dengan 30 September 2025 penerima manfaat Makanan Bergizi Gratif (MBG) yang terdampak atau mengalami keracunan tercatat 6.457 orang.
Sebaran kasus gangguan pencernaan pada periode 6 Januari-31 Juli 2025 sudah terbentuk 2.391 SPPG dengan 24 kasus kejadian. Sementara pada 1 Agustus-30 September terdapat 7.369 SPPG dengan 51 kasus kejadian.
“Yang terakhir kejadian kemarin ada di Pasar Rebo dan juga di Kadungora. Kadungora ini hal yang tidak terduga karena sebetulnya SPPG memberikan makanan dua kali. Yang pertama masak segar, kemudian karena mau ada renovasi dia membagikan makanan untuk hari ini,” tutur Dadan di ruang rapat Komisi IX DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
“Salah satu makanan yang dibagikan adalah susu. Susunya langsung diminum dan itu yang susu kemudian menimbulkan gangguan pencernaan,” sambungnya. Sebaran penerima yang terdampak kata Dadan yakni di Wilayah I sebanyak 1.307 orang mengalami gangguan pencernaan, wilayah II 4.147 orang, dan wilayah III 1.003 orang.
“Yang paling besar terkait dengan kejadian di wilayah III ini ada di Banggai, jumlahnya kurang lebih 330 orang. Penyebabnya karena supplier-nya diganti. Jadi menu yang disajikan adalah ikan cakalang. Supplier lamanya sudah biasa men-supply ikan cakalang dengan kualitas baik,” ungkapnya.
Kemudian karena ingin mengakomodir potensi sumber daya lokal dari nelayan lokal, maka supplier berganti menjadi supplier lokal. “Kelihatannya secara kualitas supplier bahan baku belum bisa menandingi supplier lama. Sehingga terjadilah gangguan terkait dengan alergi pada penerima manfaat yang mencapai 338 orang,” jelasnya.
Dari berbagai kejadian terutama yang banyak terjadi dalam dua bulan terakhir, Dadan menilai kasus terjadi karena SOP yang sudah ditetapkan oleh BGN tidak dipatuhi dengan seksama. “Seperti contohnya pembelian bahan baku yang seharusnya H-2, kemudian ada yang membeli H-4. Kemudian juga ada yang kita tetapkan prosesing masak sampai delivery tidak lebih dari 6 jam, optimalnya di 4 jam. Seperti di Bandung itu ada yang memasak dari jam 9 dan kemudian di delivery-nya ada yang sampai jam 12, ada yang jam 12 lebih,” kata Dadan.
Oleh karena itu, BGN mengambil tindakan dengan menutup sementara SPPG yang tidak mematuhi SOP dan menimbulkan kegaduhan, sampai semua proses perbaikan selesai dilakukan. “Kemudian mereka juga harus mulai memitigasi terkait juga, dengan trauma yang akan timbul pada penerima manfaat. Dan oleh sebab itu penutupan besifat sementara tersebut, waktunya tidak terbatas tergantung dari kecepatan SPPG dapat mampu melakukan penyesuaian diri dan juga menunggu hasil investigasi,” tambahnya.