Crispy

Survei Charta Politika Tanggapi Klaim Luhut Soal Tunda Pemilu 2024

Selain soal usulan penundaan Pemilu 2024, Charta juga membaca perilaku dan pilihan masyarakat dari tiga aspek. Pertma, kepuasan pulik atas kinerja pemerintah pusat dan provinsi, kedua pengetahuan pelaksanaan dan wacana penundaan Pemilu, ketiga elektabilitas pemilihan Gubernur, Presiden dan parpol.

JERNIH-Wacana penundaan Pemilu 2024 terus digulirkan. Setelah petinggi partai politik, kini giliran pihak dari tubuh pemerintahan yang terang-terangan menyampaikannya.

Kemarin, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, mengklaim kalau dirinya banyak mendapat pertanyaan dan masukan dari masyarakat dunia maya di Indonesia agar sebaiknya Pemilu ditunda saja. Wartawan yang menemuinya pun, meminta dia membuka keakuratan termasuk metode ilmiah terkait pengumpulan informasi tersebut yang kemudian disebutnya sebagai big data.

Soalnya, jumlahnya tak main-main. Luhut bilang, big data itu berisi 110 juta akun yang bercakap-cakap meminta penundaan Pemilu. Di lain pihak, banyak yang menuduhnya tengah memanipulasi informasi dan Adian Napitupulu sebagai elit PDIP menyarankan sebaiknya Luhut bekerja saja sesua tugasnya, dan tak mencampuri urusan politik.

Lembaga survei Charta Politika, sepertinya ingin membuktikan klaim Luhut itu dengan menggelar survei ilmiah terkait wacana penundaan Pemilu 2024 yang dialasi persoalan pemulihan ekonomi akibat pandemi. Soalnya tempo hari, Menkomarvest bilang, Pemilu nanti terkesan terburu-buru dan bikin cuma bikin pemerintah kudu keluar duit lagi dalam jumlah sangat banyak.

Berdasar preferensi sosial dan politik masyarakat di tiga provinsi yakni Lampung, Jawa Barat dan Jawa Timur, sebanyak 70 persen menyatakan ketidaksetujuannya kalau Pemilu ditunda termasuk jika masa jabatan Jokowi sebagai Presiden diperpanjang.

Dalam keterangan yang dirilis pada Rabu (16/3), Charta Politika menyatakan, di Jawa Barat, 60 persen respondennya tak setuju. Sedangkan di Jawa Timur, 70 persen responden juga menyatakan tidak setuju.

Selain soal usulan penundaan Pemilu 2024, Charta juga membaca perilaku dan pilihan masyarakat dari tiga aspek. Pertma, kepuasan pulik atas kinerja pemerintah pusat dan provinsi, kedua pengetahuan pelaksanaan dan wacana penundaan Pemilu, ketiga elektabilitas pemilihan Gubernur, Presiden dan parpol.

Survei dilakukan di waktu yang berbeda. Untuk Lampung yaitu 27 Januari sampai 2 Februari 2022. Sementara untuk Jawa Barat yaitu 3 sampai 9 Februari 2022, dengan mewawancarai responden secara langsung menggunakan kuisioner terstruktur.

Sedangkan metodologi yang dipakai, acak bertingkat atau multistage random sampling dengan tingkat kepercayaan senilai 95 persen. Sementara soal dipilihnya tiga provinsi tadi, Charta tak menjelaskan alasannya.

Di Lampung, ada 800 responden yang dilibatkan dengan margin of error sekitar 3,46 persen. Hasil pertaman menunjukkan, sebanyak 71,3 persen mengetahui soal Pemilu Legislatif, Presiden dan Kepala Daerah digelar pada waktu yang sama yakni tahun 2024.

Hasil survei kedua menunjukkan, 78,4 persen setuju jika Pemilu digelar 2024. Dan ketiga, hasilnya berupa 63,6 persen responden menolak kalau Pemilu ditunda sedangkan 21 persen lainnya setuju dengan usulan itu.

Sedangkan di Jawa Barat, ada 1.200 responden dilibatkan dengan margin of error 2,83 persen. Hasil pertama menunjukkan 60,5 persen warga tahu soal Pemilu serentak di tahun 2024. Dan hasil kedua yakni 68,6 persen setuju Pemilu dilaksanakan sesuai jadwal.

Hasil ketiga menunjukkan bahwa, 65,3 persen responden tak setuju Pemilu ditunda dan 14 persen lainnya setuju dengan usulan tersebut.

Di Jawa TImur, 1.210 responden diwawancarai dengan margin of error 2,82 persen. Hasil pertama menunjukkan kalau 63,4 persen mengetauhi Pemilu serentak digelar pada 2024. Hasil kedua, sebanyak 81,2 persen setuju dengan pelaksanaan Pemilu 2024.

Sedangkan hasil ketiga yakni, sebanyak 70,6 persen responden tak setuju Pemilu 2024 ditunda dan 15,4 persen lainnya setuju dengan usulan Cak Imin dan Zulkifli Hasan.[]

Back to top button