Crispy

Tambang Shinkolobwe di DR Kongo, Dari Sini Uranium 235 untuk Bom Atom Pertama Berasal

  • Penemuan fisi nuklir membuat DR Kongo menjadi negara kaya uranium dan kobalt paling menderita di dunia.
  • Setelah Proyek Manhattan selesai, AS berusaha menghapus Tambang Shinkolobwe dari peta dunia.
  • Korban pertama politik uranium AS di DR Kongo adalah Patrice Lumumba.

JERNIH — Susan Williams, sejarawan di UK Institute of Commonwealth Studies, kerap meneteskan air mata setiap kali menyebut, atau sekedar mendengar, kata Shinkolobwe.

“Itu nama, atau kata, yang berkaitan dengan penderitaan mengerikan,” kata Williams.

Selama 78 tahun, terhitung sejak bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, nama Shinkolobwe disembunyikan. Kisah sukses J Robert Oppenheimer membuat bom atom pertama juga tidak menyebut nama ini.

American Prometheus, buku yang berkisah tentang J Robert Oppenheimer dan diangka ke layar lebar oleh sutradara Christopher Nolan, juga tidak menyebut kata, atau nama, ini. Bahkan, mereka yang mengikuti kisah Manhattan Project melupakan nama ini. Ketika diingatkan akan nama ini, mereka bertanya apa itu Shinkolobwe dan di mana?

Shinkolobwe adalah tambang kecil di selatan Propinsi Katanga di Republik Demokratik Kongo (DRC). Dari tambang inilah Uranium (U) 235 ditambang dan dikirim ke Los Alamos, AS.

Tanggal 6 Agustus, saat Jepang memperingati jatuh bom atom pertama di Hiroshima, Shinkolobwe dan DR Kongo sama sekali tak ada dalam memori kolektif orang Jepang.

Ketika ribuan lampion yang membawa pesan perdamaian dipasang di Sungai Motoyasu, dan penduduk Hiroshima yang selamat mengenang peristiwa jatuh bom atom itu, mereka yang menambang uranium di DR Kongo mungkin tak merasa bersalah dan memilih diam.

“Mengapa kita tak pernah berbicara tentang Shinkolobwe ketika orang memperingati pemboman Hiroshima dan Nagasaki,” kata Isaiah Mombilo, ketua Masyarakat Sipil Kongo Afrika Selatan (CCSA) kepada BBC. “Sebagian episode Perang Dunia II terlupa dan hilang.”

Tambang Shinkolobwe

Shinkolobwe artinya sejenis apel rebus. Entah mengapa tambang uranium itu diberi nama Shinkolobwe.

Yang pasti, dari sinilah sebagian besar — mungkin sekitar 90 persen — uranium untuk Manhattan Project berasal. Namun, Shinkolobwe tidak hanya menyuplai Manhattan Project untuk membuat Little Boy dan Fat Man, tapi juga membentuk kekacauan sejarah politik DR Kongo.

Shinkolobwe dituding sebagai biang keladi perang saudara puluhan tahun di DR Kongo. Hingga saat ini warisan tambang masih bisa dilihat dari tingkat kesehatan masyarakat.

“Shinkolobwe adalah tragedi berkelanjutan,” kata Williams, yang meneliti peran tambang ini dan dituangkan dalam buku Spies in the Congo.

Menurut Williams, perlu ada pengungkapan lebih besar tentang bagaimana eksploitasi dan keinginan Barat mengontrol isi tambang berperan penting dalam penghancuran masyarakat DR Kongo.

Mombilo juga berkampanye untuk meningkatkan kesadaran akan peran yang dimainkan DR Kongo dalam menentukan hasil Perang Dunia II, serta beban

Tahun 2016 CSSA mempertemukan aktivis, sejarawan, analis, dan anak-anak korban bom atom dari Jepang dan anak-anak sekitar tambang Shinkolobwe yang terpapar radiasi.

“Kami berencana mengembalikan sejarah Shinkolobwe agar dunia tahu,” kata Mombilo.

Kisah Shinkolobwe dimulai tahun 1915, ketika lapisan uranium ditemukan. Saat itu DR Kongo dijajah Belgia.

Hanya ada sedikit permintaan uranium. Bentuk mineral ini dikenal sebagai bijih-bijih uranium, yang berasal dari frasa Bahasa Jerman yang artinya sebagai batu tidak berharga.

Tanah itu ditambang perusahaan Belgia bernama Union Miniere. Jejak radiumnya, unsur paling berharga, diisolasi suami-istri ilmuwan terkenal Pierre dan Marie Curie.

Ketika fisi nuklir ditemukan tahun 1938, potensi uranium menjadi nyata. Setelah Albert Einstein dan Leo Szilard berkirim surat ke Presiden AS Franklin D Roosevelt, AS memutuskan membeli uranium sebanyak mungkin Manhattan Project.

AS juga berusaha memenuhi kebutuhan uranium dari tambang di Colorado dan Kanada, tapi terlalu sedikit. Tidak ada uranium sebanyak yang diperlukan Manhattan Project selain di Shinkolobwe.

Tom Zoellner, yang mengunjungi Shinkolobwe untuk penulisan buku Uranium – War, Energy andThe Rock that Shaped the World, mengatakan; “Geologi Shinkolobwe adalah keanehan alam.”

Tidak di tambang mana pun, menurut Zoeliner, orang bisa melihat konsentrasi uranium yang lebih murni selain di Shinkolobwe. Tambang di Kanada dan AS hanya menghasilkan uranium 0,03 persen. Shinkolobwe menghasilkan uranium 65 persen.

Bahkan, tumpukan batuan yang dianggap limbah — dikenal dengan nama tailing — masih mengandung 20 persen uranium.

Dalam kesepakatan dengan Union Miniere, dirundingkan oleh Inggris sebagai pemilik 30 persen saham perusahaan itu, AS mengamankan 1.200 ton uranium DR Kongo. Seluruhnya ditimbun di Staten Island, AS, dan tambahan 3.000 ton disimpan di atas tanah di tambang Shinkolobwe.

Itu tidak cukup. Insinyur AS dikirim untuk mengeringkan tambang yang tidak lagi digunakan, dan mengembalikannya ke tahap produksi.

Belgia, sebagai penjajah DR Kongo, memaksa penduduk bekerja keras siang malam di lubang tambang. Setiap bulan ratusan ton bijih uranium dikirim ke AS.

“Shinkolobwe memutuskan siapa yang akan menjadi pemimpin dunia berikut,” kata Mombilo. “Semua dimulai dari Shinkolobwe.”

Seperti Manhattan Project, penambangan uranium itu sangat rahasia. Setelah permintaan AS terpenuhi, Shinkolobwe dihapus dari peta dan mata-mata disebar ke DR Kongo untuk menyebarkan informasi tak benar.

Uranium disebut sebagai permata, atau hanya bahan mentah, dan Shinkolobwe menjadi kata yang haram diucapkan siapa pun.

Setelah Perang Dunia II, Shinkolobwe muncul sebagai tempat proksi dalam Perang Dingin. Barat berusaha melepas ketergantungan terhadap Shinkolobwe dengan teknik pengayaan yang terus dikembangkan.

Namun, untuk membatasi ambisi nuklir negara lain, AS perlu mengendalikan tambang itu. “AS tidak ingin Uni Soviet mendapatkan akses ke Shinkolobwe,” kata Williams.

Ketika DR Kongo memperoleh kemerdekaan dari Belgia tahun 1960, tambang Shinkolobwe ditutup dan pintu masuknya dilapis beton. Meski demikian Barat selalu ingin memastikan rezim yang berkuasa di DR Kongo tetap bersahabat dengan Washington.

“Siapa pun yang memimpin DR Kongo harus berada di bawah kendali Barat,” kata Mombilo.

Sedemikian penting menghentikan ancaman komunis, menurut Zoellner, membuat Barat menggulingkan pemerintahan Patrice Lumumba yang terpilih secara demokratis dan memasang Mobutu Sese Seko sebagai diktator tahun 1965.

Upaya rakyat DR Kongo merundingkan kondisi yang lebih baik untuk diri mereka kerap dianggap sebagai hasutan komunis. “Idealisme, harapan, dan visi orang DR Kongo untuk negeri yang bebas dari pendudukan kekuatan eksternal dihancurkan kepenting militer dan politik Barat,” kata Williams.

Luka tak Sembuh

Sese Seko digulingkan tahun 1997, tapi hantu Shinkolobswe terus menghantui DR Kongo. Tertarik endapan tembaga dan kobalt yang kaya, penambang DR Kongo menggali secara informal di lokasi itu.

Pada akhir abad itu, 15 ribu penambang dan keluarga mereka hadir di Shinkolobse — tak jauh dari poros tambang yang tersegel. Mereka mengoperasikan lubang rahasia tanpa perlindungan dari paparan radioktif.

Kecelaan biasa terjadi. Tahun 2004, misalnya, delapan penambang tewas ketika bagian dalam tambang runtuh. Namun, Barat punya kekhawatiran lain, yaitu uranium diselundupkan ke kelompok teroris dan negara musuh. Akibatnya, tentara DR Kongo menghancurkan desa penambang pada tahun yang sama.

Sejak Union Miniere mundur awal 1960-an, tidak pernah ada industri yang dapat mengekstraksi bijin uranium dengan aman aman dan efisien dan mengembalikan hasil tambang Shinkolobwe kepada rakyat DR Kongo.

Setelah kecelakaan nuklir Fukushia tahun 2011, minat mengekstrasi uranium untuk penggunaan sipil memudar. Uranium, menurut Zoellnar, dalam kondisi alaminya menolak kendali.

“Saat ini Shinkolobwe dalam keadaan limbung, dan menjadi simbol ketidakstabilan geopolitik yang melekat pada uranium,” ujar Zoellnar.

Belgia, Inggris, dan AS, menyimpan rapat-rapat arsip Shinkolobwe untuk menghalangi upaya pengakuan peran DR Kongo terhadap kemenangan Sekutu dalam Perang Dunia II, serta menghambat penyelidikan atas dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat.

DR Kongo berkontribusi besar bagi kemenangan Sekutu, tapi paling menderita. Hampir seluruh uang hasil penjualan uranium tidak dinikmati Union Miniere dan pemegang sahamnya. Rakyat DR Kongo yang menikmati kerja paksa dalam kondisi mengerikan.

“Saya punya saksi seorang penambang tewas dengan otak keluar dari kepala akibat radiasi,” kata Mombilo. “Tidak ada rumah sakit khusus, tidak ada studi ilmiah dampak radiasi, dan pengobatan.”

Shinkolobwe, masih menurut Mombilo, adalah nama terkutuk. Selama lebih seabad, sumber daya yang memungkinan revolusi global; uranium untuk bahan bakar reaktor, karet untuk ban mobil, coltan untuk membangun komputer, dan kobalt yang menggerakan baterei ponsel, telepon dan kendaraan listrik, tidak menghasilkan kemakmuran bagi rakyat DR Kongo.

Dunia, kata Mombilo, digerakan oleh mineral DR Kongo. Selama Bumi masih berputar dan teknologi berkembang, DR Kongo masih akan dikenang.

Khusus untuk peristiwa 6 dan 9 Agustus, Shinkolobwe harus disebut bersama Hiroshima dan Nagasaki. Dari Shinkolobwe bencana di kedua kota itu berasal. Dari Shinkolobwe AS memenangkan perang, tapi rakyat DR Kongo menderita sepanjang abad.

Back to top button