Tato Wajah Aung San Suu Kyi Perlawanan Permanen Myanmar Terhadap Militer
- Tersedia empat pilihan desain, tapi wajah Aung San Suu Kyi paling populer.
- Menerima tato berarti melakukan perlawanan permanen dan menjalin solidaritas.
- Namun, militer tidak akan kesulitan mengidentifikasi para pembangkang.
JERNIH — Banyak cara mengekspresikan perlawanan terhadap rezim militer Myanmar. Salah satunya, dan akan menjadi simbol perlawanan abadi, adalah tato.
Sejak 1 Februari, atau ketika Jenderal Min Aung Hlaing mengambil alih kekuasaan dan menangkan Aung San Suu Kyi, seniman tato muncul di jalan-jalan untuk membantu mengekspresikan protes secara visual dan permanen.
Ekspresi lainnya berupa mural besar, ejekan satire terhadap Jenderal Min Aung Hlaing, dan masih banyak lagi. Namun tato paling populer, karena melambangkan protes permanen terhadap rejim militer.
Seniman tato tidak hanya muncul di kota-kota besar seperti Mandalay dan Yangon, tapi juga di Nyaung Shwe di negara bagian Shan. Di sini, publik secara terbuka minta ditato sebagai dukungan terhadap aksi unjuk rasa.
“Tato adalah kenangan abadi sepanjang hidup Anda,” kata Htun Htun, warga Nyang Shwe kepada CNN. “Tato tidak bisa dilepas. Itu artinya kita tidak bisa lepas dari solidaritas melawan rejim militer.”
Tato, lanjut Htun Htun, menyatukan pengunjuk rasa. Semua yang ditato tahu risikonya, yaitu mudah dikenali tentara dan polisi dan ditangkap.
Semula, merajah diri sebagai tindakan solidaritas dilakukan pemuda lokal dari etnis minoritas Intha. Belakangan, semua orang dari berbagai latar belakang etnis yang mendukung gerakan pembangkangan sipil (CDM) berdatangan minta ditato.
Tato masal juga dimaksudkan untuk menggalang dana, ketika ribuan pekerja kerah putih dan biru, petugas medis, bankir, insinyur, pekerja pabrik, dan guru, berdemo menolak rezim militer.
Sumbangan yang diminta minimal dua dolar, atau Rp 28 ribu, maksimal berapa saja. Setiap tato membutuhkan 20 menit, dan hanya tersedia empat desain; wajah Aung San Suu Kyi, Revolusi Musim Semi, Kabar Ma Kyay Bu, dan Salam Tiga Jari.
Khusus Kabar Ma Kyay Bu mengacu pada lagu protes yang berarti kami tidak akan lupa sampai akhir dunia. Sedangkan Salam Tiga Jari diambil dari film The Hunger Games.
Desain paling populer adalah gambar wajah Aung San Suu Kyi. “Saya memilih desain ini karena saya mencintai Aung San Suu Kyi,” kata Moh Moh, peserta aksi berusia 27 tahun. “Membuat tato ini sakit, tapi tidak seberapa dibanding hidup di bawah rezim militer.”
Nyi Nyi Lwin, penyelenggara tato protes, mengatakan; “Ini ide kami, sekelompok penato yang mendukung CDM.”
Tradisi Tato
Myanmar memiliki tradisi tato yang panjang dan kaya, terutama di antara kelompok etnis yang beragam. Di bagian utara Shan dan negara bagian Karen, pria membuat tato di paha untuk melambangkan kejantanan dan keberanian.
Yang lain percaya tato tradisional memiliki kekuatan magis. Di negara bagian Chin, misalnya, wanita menato wajah.
Tapi, tatol dilarang di Myanmar saat masih bernama Burma dan dijajah Inggris. Praktek perempuan Chin menato wajah juga dilarang pemerintah sosialis Burma tahun 1960-an.
Setelah Myanmar membuka diri tahun 2011, tato populer lagi. Terutama di kalangan generasi mdua.
Htun Htun mengatakan semua temannya di Nyaung Shwe mendapatkan tato protes. Di Yangon, tidak mungkin setiap orang bertato karena militer akan menindak keras.