Tidak Ingin Terus Dilecehkan Sebagai Kalkun, Erdogan Ganti Nama Turki Jadi Turkiye
- Turkey, yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia jadi Turki, artinya kalkun.
- Turkey adalah kata dalam Bahasa Inggris untuk melecehkan Turki Ottoman yang gemuk tapi tak bisa terbang.
- Turkiye adalah nama lama. Dinasti Mamluk menyebut negaranya Al Dawla al-Turkiyya.
JERNIH — Jika Anda berlibur ke Istanbul, jangan kaget jika ternyata mendarat bukan di Turki, atau Turkey, tapi Turkiye. Jangan panik, Anda sedang mendarat di negara yang baru saja ganti nama.
Turkey adalah kata dalam Bahasa Inggris. Turki adalah penulisan nama yang sama dalam Bahasa Indonesia. Turkiye kini menjadi nama resmi negara yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan di forum internasional.
Mengapa Turki harus mengubah penulisan namanya, dan mendaftarkan kembali nama resminya?
Asal tahu saja, negara ganti nama itu biasa. Persia jadi Iran. Hollands jadi Netherland, yang di Indonesia tetap saja diterjemahkan Belanda, dan Rhodesia kini jadi Zimbabwe.
Mengganti nama negara mungkin sesuatu yang mudah. Cukup mendapat persetujuan parlemen, dan beres. Namun, rebranding negara ke tingkat yang sama sekali baru butuh kerja keras dan waktu tak sedikit.
Jadi, mengapa Turki atau Turkey menjadi Turkiye?
Sebelum membahasnya, kita perlu tahu dulu pengucapan nama baru ini. Turkiye dibaca Turkiea
Kalkun, Kegagalan, dan Orang Bodoh
Presiden Erdogan mengatakan nama baru ini lebih membangkitkan akar sejarah, mewakili dan mengekspresikan budaya, peradaban, dan nilai-nilai bangsa Turki, dengan cara terbaik.
Namun, rumor di media sosial menyebutkan Erdogan bosan dengan asosiasi negatif nama Turki atau Turkey.
Ini bisa dimengerti. Silahkan buka Kamus Bahasa Inggris, apa saja. Turkey berbeda dengan turkey. Turkey, dengan ‘T’, adalah negara Turki. Turkey, dengan ‘t’, adalah kalkun.
Kalkun berkonotasi dengan kegagalan. Dalam ulasan teater, ada istilah Turkey Broadway, yang artinya orang bodoh atau tidak kompeten.
Setiap kali Erdogan mengetik nama negaranya di iPhone yang muncul adalah bendera Turki dengan emoji burung besar gemuk yang tak bisa terbang, yaitu kalkun.
Ada yang mengatakan Inggris menerapkan politik bahasa ketikka mencingcang Turki Ottoman sebelum Perang Dunia I. Kekalahan demi kekalahan Ottoman di berbagai pertempuran, membuat Inggris menggunakan nasionalisme untuk membangkitkan perlawanan lokal di sekujur wilayah Ottoman.
Saat itu, Ottoman memang burung besar, gemuk, tak bisa terbang, ya seperti kalkun. Julukan lain Ottoman adalah sick man from Europe. Menariknya, mengapa baru Erdogan yang menyadari pelecehan yang telah berlangsung seratus tahun ini.
Jika itu alasan Erdogan mengganti nama negaranya, misi tercapai. Setidaknya, saat mengetik ‘Turkiye’ di iPhone tidak ada lagi muncul gambar kalkun, tapi bendera negara.
Mereka yang ‘sinis’, tentu saja dari lawan-lawan politiknya, melihat hal lain. Salah satunya, pergantian nama negara adalah bagian upaya Erdogan mengumpulkan dukungan nasionalistik.
Pembenarnya adalah hasil jajak pendapat yang menempatkan Erdogan pada titik terendah sepanjang masa, dan membuatnya mempertimbangkan untuk memajukan pemilihan nasional setahun dari jadwal. Harapannya, Partai Keadilan dan Pembangunan — kekuatan politik yang menopangnya — mendapatkan dukungan.
Lira Anjlok
Erdoga pernah sukses. Itu tidak bisa diabaikan rakyat Turki. Namun, kegagalannya di forum keamanan online, kebijakan luar negeri Just Security, nilai mata uang lira yang terus anjlok, standar hidup yang terus turun, membuat rakyat frustrasi.
Situasi diperburuk degnan manajemen pandemi Covid-19 yang buruk, inflasi, dan pengangguran yang tinggi. Lebih menyesakan lagi kebijakan luar negeri yang agresif, menekankan konfrontasi ketimbang diplomasi, membuat Turki terisolasi secara regional.
Berk Esen, asisten profesor ilmu politik di Universitas Sabanci, Istanbul, percaya perubahan nama dimotivasi oleh peretmuan sejumlah faktor. Salah satunya ‘dasar elektoral Erdogan melemah.
Erdogan secara bertahap kehilangan cengkeramannya pada kenyataan, dan kendalinya atas rezim dan partanya terus berkurang.
“Politisi sayap kanan Turkiye (bukan Turki lagi) memainkan ide ini,” kata Esen. “Erdogan bersekutu dengan partai nasionalis dan mengubah retorikanya ke arah lebih nasionalis, sebagai upaya mengelus pemilih nasionalis.”
Menurut Esen, perubahan nama tidak akan menyelesaikan masalah besar yang dihadapi Turkiye saat ini. Selama krisis politik dan ekonomi berlanjut, Erdogan akan terus menghadapi masalah signifikan di dalam negeri.
Terlepas dari semua itu, Turkiye mencoba mencari pasar ekspor di etngah krisis dan mencoba memupuk hubungan diplomatik dengan negara-negar baru. Erdogan sedang berusaha mengubah citra dirinya secara keseluruhan.
Sebagai bagian dari rebranding dan reposisi, Erdogan berkunjung ke Uni Emirat Arab (UEA). Ia akan disambut Putra Mahkota Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nayhan di Abu Dhabi.
Sejarah Turkiye
Turkiye sebenarnya bukan nama baru, tapi nama yang telah ada sejak abad ke-13. Kesultanan Mamluk, yang wilayah kekuasaannyua mencakup Turkiye modern saat ini, dikenal dunia sebagai Al Dawla al-Turkiyya — atau negara bagian Turki.
Pelancong abad ke-14 Ibnu Batutah menuliskan nama itu dalam laporan perjalannya.
Turkiye adalah kata dalam Bahasa Turki untuk negara Presiden Erdogan. Ketika Mustafa Kemal Ataturk terpilih sebagai presiden pertama Turki, pasca penggulingan Dinasti Ottoman tahun 1923, republik baru itu bernama Turkiye Cumhuriyeti, atau Republik Turkiye.
“Jadi, Turkiye adalah nama lama yang dibawa kembali oleh pemerintah Erdogan, dan biasanya itu terjadi jika ada masalah dalam negeri,” kata Kemal Kirisci, rekan senior non-residen di Center on the United Stages and Europe’s Turkey Project di Brookings.
Tahun 1980-an, setelah kudeta militer September 1980, kampanye ganti nama Turkey menjadi Turkiye juga berlangsung. Saat itu tujuannya adalah meningkatkan pengaru secara global.
Semula, kaum nasionalis mengasosiasikan Turkey dengan kalkum adalah ofensif keras. Akibatnya, muncul gagasan menjagi Turkey menjadi Turkiye.
“Ini mengingatkan orang pada suatu masa di tahun 1920-an, ketika layanan pos menolak mengirim surat ke Kontantinopel, bukan Istanbul,” kata Kirisci. “Kini saya tidak tahu apakah pemerintah Erdogan tidak akan melayani negara, perusahaan, atau individu, yang masih menggunakan kata Turkey atau Turki, bukan Turkiye.
Jika pengubahan namar Turkey atau Turki menjadi Turkiye menjadi trending di Twitter, setidaknya itu mewakili penolakan yang telah lama tertunda terhadap versi Bahasa Inggris yang melecehkan.
“Bagi kami tidak ada Turkey, tapi Turkiye,” kata salah satu pengguna Twitter.
Namun, setelah PBB merestui pengubahan nama itu, butuh berapa lama bagi pemerintah Turkiye mengubah nomenklatur dan Departemen Perdagangan mengganti Made in Turkey menajdi Made in Turkiye.
Yang pasti, semua itu akan menyita waktu tidur birokrat setiap hari selama beberapa tahun. Contoh, outlet berita dan Wikipedia masih menggunakan Turkey atau Turki.