Tiga Tahun Memimpin Bandung, tak Banyak yang Tahu Mang Oded Raih 200-an Penghargaan
Sebelum pandemi COVID-19 merebak, kata Syaiful, Mang Oded berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi kota Bandung di atas 5 persen, di atas pertumbuhan ekonomi Jawa barat dan Indonesia. Ketika pandemi COVID merebak, penurunan pertumbuhan ekonomi Kota Bandung juga tidak separah turunnya pertumbuhan ekonomi nasional maupun pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
JERNIH— Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Bandung, Syaiful Rahman Soenaria, mencermati bahwa selama tiga tahun kepemimpinan Mang Oded, banyak penghargaan atas prestasi yang diraih mantan Wali Kota Bandung yang baru saja meninggal dunia tersebut. Sayangnya, kentalnya sikap tawadlu Mang Oded yang cenderung menghindari publisitas, membuat banyak warga Bandung kurang menyadari hal tersebut.
Syaiful menunjuk beberapa indicator keberhasilan ekonomi makro yang diraih Mang Oded selama memimpin Bandung, September 2018 hingga awal Desember 2021. Sebelum pandemi COVID-19 merebak, kata Syaiful, Mang Oded berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi kota Bandung di atas 5 persen.
“Itu di atas pertumbuhan ekonomi Jawa barat dan di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia,”kata Syaiful.
Dengan demikian, ketika pandemi COVID merebak, penurunan pertumbuhan ekonomi Kota Bandung juga tidak separah turunnya pertumbuhan ekonomi nasional maupun pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
Keberhasilan kedua Mang Oded adalah ia sukses mengendalikan inflasi, baik sebelum COVID, saat COVID merajalela hingga saat ini. “Yang ketiga, saya mencatat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung juga mengalami kenaikan di masa kepemimpinan almarhum,” kata dosen ekonomi yang serius mempelajari Teori Kritis Mazhab Frankfurt di Universitaet Frankfurt am Main, Jerman tersebut.
“Sebelum kepemimpinan Mang Oded, IPM Kota Bandung pada 2018 berada pada angka 80 koma nol sekian,” kata dia. Setahun memimpin, Mang Oded dan tim menaikkan angka itu menjadi 81,62. Ketika COVID menjadi hantu yang juga mengobrak-abrik perekonomian, IPM Kota Bandung hanya turun 0,11 poin, menjadi 8,51.
“Padahal kita tahu, IPM itu adalah indeks gabungan beberapa indikator, pendidikan, kesehatan dan ekonomi,” kata Syaiful. Dengan demikian, di mata ekonom seperti dirinya, Syaiful melihat Mang Oded berhasil. Ia juga mengatakan, dari sisi ketimpangan sosial yang ditunjukkan GINI ratio, hal tersebut juga mengalami penurunan meski tidak begitu signifikan.
Namun kata Syaiful, sikap tawadlu Mang Oded yang ia praktikkan dalam hidup keseharian membuat keberhasilan itu tak pernah bergaung. Bukan hanya itu, selama tiga tahun memimpin Bandung, sejatinya Mang Oded mendapatkan tak kurang dari 200 penghargaan atas berbagai prestasinya. Misalnya, penghargaan dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat sebagai Kepala Daerah Pencanangan Ketahanan Pangan di masa Pandemi Covid-19 lewat Program Buruan SAE (Sehat, Alami, Ekonomis), yang diterima Mang Oded setelah berpulang. Penghargaan tersebut diberikan atas prestasi Mang Oded menginisiasi Kota Bandung membangun ketahanan pangan.
Syaiful melihat program Buruan SAE dan Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) merupakan terobosan asli dari Mang Oded.
“Kang Pisman itu program pengelolaan sampah, adanya di hulu, dengan target beliau, di akhir kepemimpinannya tahun 2023 paling tidak sampah organik tak lagi dibuang ke Tempat Pengolahan Sampah (TPS). Sudah selesai di rumah tangga dan di tingkat RW,” kata Syaiful menerangkan.
Bagian hilir program yang disebutnya kembar itu adalah Buruan SAE. Bagi Syaiful, Kang Pisman dan Buruan SAE itu dua program yang bersinergi satu sama lain. Sebagai kota metropolitan yang sama sekali bukan kota agraris, sulit berharap dalam waktu dekat terwujud kemandirian pangan di Kota Bandung. “Tapi Mang Oded, melalui Buruan SAE punya itikad serius dan sistematis untuk membangun ketahanan pangan ini,” kata dia. “Paling tidak, apa yang diolah di Kang Pisman, itu menjadi bahan baku untuk program Buruan SAE.”
Dengan demikian, kata Syaiful, kedua program itu memiliki nilai stategis yang tinggi. Pertama, dengan Buruan SAE, Bandung mempercayai paradigma bahwa perekonomiannya harus melibatkan partisipasi masyarakat, mulai dari unit terkecil, keluarga, untuk bisa memicu pertumbuhan ekonomi lokal. Setelah itu, semua kemudian ditarik ke tingkat wilayah. “Sehingga dengan Kang Pisman dan Buruan SAE, efek strategisnya peran kewilayahan menjadi lebih strategis,” kata dia.
Warisan lain Mang Oded, kata Syaiful, Mang Oded secara implisit memberikan sinyal kepada warganya bahwa ia ingin Kota Bandung tumbuh dengan berkualitas. Apa itu? Yang pertama tumbuh dengan sustainable, alias ramah lingkungan. Itu berarti pula ramah tata tuang dan ramah sosial. Buruan SAE dan Kang Pisman, kata Syaiful, memenuhi kriteria itu.
Kedua pertumbuhan yang smart, artinya berbasis pengetahuan, dan berbasis human capital. “Bukankah kedua program tersebut memang begitu? Bagaimana mengolah sampah organik? Memisahkannya saja membutuhkan pengetahuan. Membutuhkan informasi dan data. Bagaimana mengolahnya di Buruan SAE, baru kemudian berbicara produksinya, belum distribusi, pemasaran, sistem insentifnya, dan lain-lain,” kata Syaiful, panjang lebar.
Kualitas ketiga adalah pertumbuhan yang inklusif, dalam arti dengan kedua program itu pertumbuhan diharapkan dinikmati oleh sebanyak mungkin warga Kota Bandung. “Tidak hanya dinikmati segelintir warga kota,” kata dia. [dsy]