Crispy

TNI Tangani Terorisme, Akademisi: Berpotensi Ancam Supremasi Hukum

Penanganan aksi terorisme oleh TNI merupakan bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang berdasarkan undang-undang, harus atas perintah otoritas sipil, sebagai wujud supremasi sipil dalam negara demokrasi.

JERNIH – Dalam hubungan sipil-militer, militer diberi kewenangan memegang senjata, tetapi (pemerintahan) sipil yang memutuskan kapan dan dimana senjata tersebut digunakan. Karenanya, Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pelibatan TNI dalam menanggani terorisme, berpotensi mengancam supremasi sipil jika tidak dirumuskan dengan hati-hati.

Demikian diungkapkan Agussalim Burhanuddin, Dosen Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin Makassar, dalam Webinar dengan tema “Pelibatan Tni Dalam Kontra Terorisme”, bekerja sama Marapi Consulting and Advisory dengan Departemen Hubungan Internasional Fisip Universitas Hasanuddin, Rabu (14/10/2020).

Agussalim menegaskan, penanganan aksi terorisme oleh TNI merupakan bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang berdasarkan undang-undang, harus atas perintah otoritas sipil, sebagai wujud supremasi sipil dalam negara demokrasi.

“Sudah menjadi amanat Undang-undang TNI. Oleh sebab itu, RPerpres Pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme yang merupakan amanat UU No 5/2018 tentang Penanganan Tindak Pidana Terorisme tidak boleh bertentangan isinya dengan Undang-undang yang sudah ada,” katanya.

Prinsip menjunjung tinggi supremasi sipil dan profesionalitas TNI adalah mutlak, kata Agussalim, sebab militer merupakan kekuatan yang memiliki potensi penggunaan kekuatan eksesif dan melanggar hak-hak sipil jika tidak dapat dikendalikan oleh otoritas sipil dan dalam koridor TNI yang professional.

Senada dengan Agussalim, pembicara dari Marapi Consulting & Advisory, Beni Sukadis, mendorong reformasi TNI. Dimana konsep OMSP sendiri belum jelas, terutama yang bersifat perbantuan kepada instansi lain seperti Polri.

Pada sisi lain, di dalam UU No 5/2018 juga mengedepankan pendekatan penegakan hukum. Dimana pada situasi tertentu, perlu dipertanyakan peran TNI seperti apa yang diperlukan.

Ia juga mengingatkan, adanya potensi tumpang tindih peran dengan Polri. Seba bakal mengganggu profesionalitas TNI jika tidak diatur dengan baik.

“OMSP bukan merupakan tugas utama, sebab tugas utama TNI ada Operasi Militer untuk Perang,” kata dia.

Di tengah proses reformasi yang belum tuntas, lanjut Beni, maka perhatian utama yang berlebihan pada OMSP justru akan mengganggu fokus utama TNI untuk bersiaga terhadap ancaman yang berdimensi pertahanan.

“Jangan sampai semua dikerjakan, kecuali tugas pokoknya,” kata Beni.

Kepala Departemen Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin, Darwis, menambahkan sejauh ini upaya penanganan terorisme yang dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror sudah baik dan diterima oleh masyarakat.

“Sebaiknya militer tidak dilibatkan (dalam penanganan) sepanjang Polri mampu menangani, terutama dalam penegakan hukum,” ujarnya. [Fan]

Back to top button