Crispy

Undang Msyarakat Sipil dan Akademisi Bahas DIM RUU TPKS, KSP Tak Terbuka

“Atas hal tersebut, kami dengan ini meminta pemerintah untuk tidak memfinalkan DIM RUU TPKS secara terburu-buru dan sebelum memberikan kepada DPR untuk membuka DIM kepada publik, untuk dapat dibahas bersama melalui konsultasi publik kedua,” kata Syafirah menghimbau.

JERNIH-Ada 63 Daftar Inventarisir Masalah (DIM) yang telah dirumuskan Tim Gugus Tugas (Gugas) percepatan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Substansinya, mencakup hukum pidana, penanganan serta rehabilitasi korban.

“Banyak substansi baru dalam DIM. Tentunya DIM pemerintah ini masih butuh banyak masukan dari koalisi masyarakat sipil dan akademisi,” kata Ketua tim gugus tugas RUU TKPKS Eddy OS Hiariej, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/2).

Tim Gugus Tugas sudah melakukan konsinyering RUU TPKS bersama kementerian dan lembaga terkait pada 31 Januari-2 Februari 2022 secara hibrida.

“Unggulan DIM RUU TPKS ada pada hukum acara yang sangat progresif dan advanced sebab sebelumnya dari ribuan kasus yang ditangani Kepolisian dan Kjaksaan, penyelesaiannya hanya kurang dari 5 persen. Berarti ada masalah pada hukum acaranya, ini yang diperbaiki,” katanya menjelaskan.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengajak koalisi masyarakat sipil dan akademisi bersama-sama memberi masukan yang konstruktif demi kesempurnaan DIM RUU TPKS. Dia yakin, dengan diskusi publik, rumusan RUU ini akan menjawab segala persoalan terkait kekerasan seksual.

Di lain pihak, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dalam keterangan tertulisnya menilai pembahasan DIM RUU TPKS tak terbuka. Staf Bidang Riset dan Pengembangan Organisasi YLBHI Syafirah Hardani, Jaringan Masyarakat Sipil dan Akademisi, termasuk YLBHI memang diundang Gugus Tugas RUU TPKS yang dikoordinatori Kepala Staf Kepresidenan guna memberi masukan.

Namun, KSP tidak menunjukkan dokumen maupun tayangan presentasi sehingga dapat melihat poin-poin DIM yang disampaikan.

“Para pemateri yang terdiri dari utusan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kejaksaan Agung, dan Polri menyampaikan hal-hal yang ada di dalam DIM secara verbal sehingga sulit bagi kami untuk melihat satu per satu poin DIM yang telah disusun dua hari sebelumnya,” kata Syafirah.

YLBHI memahami bahwa pemerintah beranggapan jika DIM tidak dapat dipublikasikan kepada publik, namun paling tidak poin-poin yang disampaikan dapat dipaparkan secara jelas tervisualisasi, atau disampaikan di tempat dengan beberapa pertemuan, tidak secara verbal dan sulit dipetakan poin-poin nya. Artinya, ada harapan pemerintah menjangkau substansi yang direkomendasikan masyarakat sipil.

“Atas hal tersebut, kami dengan ini meminta pemerintah untuk tidak memfinalkan DIM RUU TPKS secara terburu-buru dan sebelum memberikan kepada DPR untuk membuka DIM kepada publik, untuk dapat dibahas bersama melalui konsultasi publik kedua,” kata Syafirah menghimbau.[]

Back to top button