Wacanakan “Radikal-Radikul”, Jerman Larang Organisasi Tauhid Berlin
Walaa dijuluki sebagai “pengkhotbah tanpa wajah” karena selalu muncul di video online dengan membelakangi kamera. Wartawan Irak Amir Musawy mengatakan kepada DW bahwa ini membuat pihak berwenang sulit mengumpulkan bukti yang memberatkannya.
JERNIH–Pihak berwenang di ibu kota Jerman, Berlin, mengumumkan larangan terhadap kelompok Islam Jama’atu Berlin, atau yang dikenal dengan nama Tauhid Berlin, menyusul serangkaian razia yang dilakukan pihak Kepolisian.
Lewat akun di Twitter resmi, Senat Berlin mengatakan bahwa Kepolisian Berlin dan Brandenburg telah melakukan penggerebekan besar-besaran pada Kamis (25/02) pagi waktu setempat, di sejumlah properti milik anggota kelompok tersebut.
Seorang juru bicara yang dikutip kantor berita Jerman, DPA, mengatakan, sekitar 800 polisi, termasuk pasukan komando operasi khusus, ikut ambil bagian dalam razia yang menargetkan Distrik Reinickendorf, Moabit, Wedding dan Neukölln di Berlin.
Belum ada laporan tentang adanya penangkapan anggota kelompok ini.
Tuduhan yang muncul
Seorang juru bicara Senat Berlin mengatakan kepada kantor berita Jerman, EPD, bahwa Jama’atu Berlin dituduh melawan tatanan dasar demokrasi yang bebas, mengagungkan simpati mereka terhadap organisasi ISIS, menganjurkan pembunuhan terhadap warga non-Muslim, dan sangat mengusung sentimen anti-Semit.
Kelompok tersebut diyakini memiliki sekitar 20 anggota, beberapa di antaranya pernah menarik perhatian warga Berlin karena membagikan selebaran di beberapa bagian di kota itu. Mereka seringnya mengadakan pertemuan di apartemen pribadi, yang terkadang letaknya tidak begitu jauh dari markas dinas rahasia Jerman (BND).
Surat kabar Tagesspiegel melaporkan bahwa pengikut kelompok tersebut sebelumnya rutin mengunjungi Masjid Fussilet yang telah ditutup pada 2017 lalu. Anis Amri, warga negara Tunisia yang melakukan serangan di pasar Natal Berlin pada tahun 2016 dan menewaskan 12 orang, menurut pihak berwajib juga sering mengunjungi masjid tersebut.
Dalam laporan tahun lalu, BND mengatakan bahwa jumlah pengikut aliran Salafi telah meningkat di Jerman ke level tertinggi sepanjang masa, yakni sebesar 12.150 jiwa pada 2019. Pihak intelijen Jerman mencantumkan mereka ke dalam daftar “ekstremis Islam”.
Dikatakan pula bahwa jumlah pengikut Salafi meningkat lebih dari tiga kali lipat sejak 2011 dan bahwa kelompok Salafi di Jerman saat ini tengah melalui tahap konsolidasi. Pengikut aliran ini sering kali tidak menonjolkan diri di depan umum.
Simpatisan ISIS Jerman dipenjara
Hanya sehari sebelumnya, pada Rabu (24/02), pengadilan di kota Celle, Jerman utara, menjatuhkan putusan hukuman terhadap seorang pengkhotbah Islam radikal dan tiga terdakwa karena merekrut dan meradikalisasi anak muda di Jerman untuk kelompok teroris ISIS.
Abu Walaa, imam tersebut, dijatuhi hukuman 10 setengah tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 11,5 tahun. Abu Walaa diyakini sebagai pemimpin de facto kelompok ISIS di Jerman.
Pembela Abu Walaa berusaha menuntut pembebasan, dan Walaa sendiri menolak untuk membuat pernyataan penutup pada minggu lalu. Pengadilan menyatakan Walaa bersalah karena telah mendukung dan menjadi anggota organisasi teroris.
Para hakim mengatakan Walaa dan jaringannya meradikalisasi kaum muda, terutama yang tinggal di wilayah Ruhr dan negara bagian Niedersachsen, dan mengirim mereka ke zona pertempuran ISIS. Tiga orang terdakwa lainnya juga menerima hukuman penjara antara empat dan delapan tahun.
Siapakah Abu Walaa?
Walaa, 37, lahir di Irak dan datang ke Jerman pada 2001 sebagai pencari suaka. Dia menjadi juru khotbah di sebuah masjid di kota Hildesheim di Niedersachsen, yang menjadi terkenal karena menarik kaum Islamis dari seluruh Jerman. Masjid itu terpaksa ditutup pada 2017 karena larangan pemerintah.
Walaa dijuluki sebagai “pengkhotbah tanpa wajah” karena selalu muncul di video online dengan membelakangi kamera. Wartawan Irak Amir Musawy mengatakan kepada DW bahwa ini membuat pihak berwenang sulit mengumpulkan bukti yang memberatkannya.
“Dia berusaha dan berhasil menutupi aktivitasnya,” kata Musawy. “Fotonya tidak ada. Video [tentang] dia tidak ada. Dia berkomunikasi secara cerdas dengan para pengikutnya.” [DPA/Reuters/Deutsche Welle]