JERNIH – Ternyata Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja tak semua disambut baik investor. Salah satu investor global perusahaan manajer investasi asal Jepang, Sumitomo Mitsui Trust Asset Management, justru khawatir dengan pengesahan Omnibus Law tersebut.
“Terdapat kekhawatiran yang kuat di antara investor jangka panjang seperti kami atas reformasi yang dapat melemahkan upaya yang telah dilakukan pemerintah selama bertahun-tahun,” kata Yoshio Hishida, Representative Director and President Sumitomo Mitsui Trust Asset Management, dalam surat terbuka yang disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar, seperti dikutip CNBC Indonesia, kemarin.
Seperti diketahui Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) sudah disahkan DPR pada Sidang Paripurna (5/10/2020). Kalangan buruh dan mahasiswa, serta banyak organisasi massa dan elemen masyarakat lainya yang menolak UU ini, bahkan beberapa kali turun ke jalan menyuarakan penolakan.
Bos Sumitomo itu, seperti terungkap dalam surat terbuka kepada Wamenlu itu khawatir penolakan Omnibus Law yang muncul dari berbagai elemen masyarakat di Indonesia malah berpotensi merusak iklim investasi yang sudah berlangsung cukup baik.
Meski demikian, kata Yoshio, mengingat Indonesia dan Jepang memiliki hubungan yang kuat dalam perekonomian dan investasi, pihaknya akan melanjutkan dialog yang lebih konstruktif dengan pemerintah agar mendapat pemahaman yang lebih baik seperti yang saat ini dikhawatirkan oleh para investor asal Jepang lainnya.
“Kami ingin melanjutkan dialog yang konstruktif dengan Anda untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang masalah sebagai investor Jepang,” ujarnya.
Sebelumnya, sebanyak 36 investor global (salah satunya termasuk Sumitomo Mitsui) mengirimkan surat terbuka kepada pemerintah mengenai Omnibus Law tersebut. Mereka memandang UU yang baru saja disahkan DPR awal pekan kemarin justru berpotensi merusak iklim investasi di Indonesia.
“Kami, para investor global yang bertanda tangan di bawah ini, menulis untuk menyatakan keprihatinan kami atas usulan deregulasi perlindungan lingkungan dalam RUU Cipta Kerja,” kata surat terbuka para investor tersebut.
Para investor yang memiliki porsi nilai investasi mencapai US$ 4,1 triliun di Indonesia tersebut juga menyebut UU Ciptaker berisiko melanggar standar praktek terbaik (best practice) investasi internasional.
Pelanggaran itu dinilai dapat membahayakan aktivitas bisnis yang nantinya akan menghalangi investor masuk ke pasar Indonesia. Pandangan para investor global juga bertentangan dengan maksud pemerintah yang menyatakan bahwa UU Ciptaker dirancang untuk memudahkan investasi masuk ke Indonesia.
Meski UU Ciptaker ini bertujuan meningkatkan investasi asing, namun investor menyatakan khawatir akan dampak negatif terhadap portofolio mereka secara keseluruhan di Indonesia. Sebab kelahiran UU itu berpotensi meningkatkan risiko reputasi, operasional, regulasi bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Kementerian Luar Negeri sempat memberikan klarifikasi terhadap kekhawatiran 36 investor global yang sempat mengirimkan surat terbuka itu. “Keprihatinan yang diungkapkan dapat dipahami tetapi tidak beralasan,” kata Mahendra Siregar Jumat (9/10/2020) lalu.
Ia mengatakan Omnibus Law mematuhi komitmen internasional di bawah perjanjian yang sudah ada, seperti Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, Konvensi Keanekaragaman Hayati, Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional. [CNBC/*]