Warisan Utama Trump: Ambisi Gulingkan Rezim Cina
Pemerintahan Joe Biden kemungkinan akan mempertahankan beberapa kebijakan mantan Presiden AS Donald Trump yang lebih ketat. Namun, apa pun pendekatan spesifik Biden, Bo Carlson menyimpulkan, dia harus menghindari advokasi penggulingan pemerintah Cina.
JERNIH–Ketika Presiden Amerika Serikat Joe Biden mewarisi dunia yang dibentuk oleh tim kebijakan luar negeri mantan Presiden AS Donald Trump, beberapa analis berusaha untuk mengevaluasi warisan Trump atas kebijakan Cina.
Menurut satu kubu, Trump telah menempa konsensus bipartisan yang lebih keras, perubahan yang disambut baik dari pemerintahan sebelumnya, yang secara naif mencari kerja sama dengan Cina. Kubu yang berlawanan, termasuk Paul Herr dari Center for the National Interest, memandang pendekatan konfrontatif Trump lebih merugikan daripada menguntungkan.
Dengan berfokus pada sifat umum kebijakan AS (yaitu persaingan versuss kerja sama), para analis tersebut telah mengabaikan perubahan yang lebih samar dan penting. Di bawah Trump, para pejabat Amerika tidak hanya lebih sering menghadapi Cina.
Mereka juga mulai secara terbuka mempertanyakan hak Partai Komunis Cina untuk memegang kekuasaan. Saat Biden mengambil kendali kebijakan luar negeri, menurut analisis Bo Carlson di The National Interest, dia harus mengambil warisan Trump tentang ambisi perubahan rezim di China.
Selama pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama, para pejabat berhati-hati untuk menekankan bahwa Amerika Serikat tidak berusaha untuk menjatuhkan Partai Komunis Cina. Sebaliknya, mereka menjelaskan bahwa pemerintah China memiliki kepentingan untuk bekerja sama dalam masalah-masalah yang menjadi perhatian global.
Meski Obama tidak dapat mengubah perilaku Cina pada setiap masalah, dia menegosiasikan persetujuan Cina untuk Kesepakatan Iklim Paris, sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara, dan pengekangan antagonisme terhadap Taiwan.
Protes Hong Kong
Trump dan para penasihatnya secara dramatis beralih dari pendekatan diplomatik Obama. Alih-alih mengutuk perilaku Partai Komunis China, mereka mempertanyakan legitimasinya. Pada Mei 2020, Wakil Penasihat Keamanan Nasional AS Matthew Pottinger menyampaikan pidato dalam bahasa Mandarin pada peringatan Gerakan Empat Mei, pemberontakan massal yang terjadi di Beijing pada 1919.
Mengenai pertanyaan apakah “aspirasi demokrasi gerakan akan tetap tidak terpenuhi selama satu abad lagi”, Pottinger berkomentar, “Hanya orang Cina sendiri yang bisa menjawab.”
Menteri Luar Negeri AS saat itu Mike Pompeo menggemakan komentar tersebut sebulan kemudian dalam pidatonya di Perpustakaan Kepresidenan Nixon. Pompeo menyatakan, “Komunis hampir selalu berbohong. Kebohongan terbesar yang mereka katakan adalah berpikir bahwa mereka berbicara untuk 1,4 miliar orang.”
Mengutip mantan Presiden AS Richard Nixon, Pompeo lebih lanjut berpendapat bahwa “dunia tidak akan aman sebelum Cina berubah”.
Menurut analisis Bo Carlson di The National Interest, retorika Pottinger dan Pompeo berbahaya karena tiga alasan berikut ini.
Pertama, mengutuk karakter rezim daripada perilakunya cenderung memprovokasi reaksi nasionalis. Abad Penghinaan, periode dari 1839 hingga 1949 ketika China ditundukkan oleh aktor luar, tidak pernah jauh dari imajinasi populer Cina. Sejak naik ke tampuk kekuasaan pada 2012, Presiden Cina Xi Jinping telah berulang kali menyulut semangat nasionalisme untuk menggalang dukungan di dalam negeri, seringkali didampingi dengan kecaman terhadap “imperialisme” Amerika.
Kedua, Partai Komunis Cina sekarang akan menafsirkan tuntutan AS, tidak peduli seberapa sempit dan bergantung pada perilaku tertentu, sebagai upaya untuk melemahkan pemerintah mereka. Seruan AS untuk denuklirisasi Semenanjung Korea, mempertahankan otonomi untuk Hong Kong, dan menghormati hak-hak minoritas Uighur akan ditanggapi dengan skeptis jika bukan direspons dengan penolakan langsung.
Ketiga, seruan Pottinger dan Pompeo untuk demokrasi di Cina terlepas dari teori perubahan rezim. Meski para pejabat yang ditunjuk Trump bersikeras bahwa mayoritas rakyat yang bungkam (silent majority) di China menentang aturan Partai Komunis Cina, survei dan pelaporan berkualitas tinggi yang telah ada menunjukkan arah yang sangat berbeda. Amerika Serikat memiliki riwayat buruk dalam memprediksi perubahan rezim di luar negeri, mulai dari pemberontakan populer yang tidak pernah terjadi di Teluk Babi, hingga jatuhnya Uni Soviet yang gagal diramalkan oleh para diplomat Amerika.
Pottinger atau Pompeo juga tidak menjelaskan bagaimana kekuatan yang lebih besar atau retorika yang lebih keras akan mendorong transformasi radikal di dalam Partai Komunis Cina sendiri, lebih dari keterlibatan ekonomi dan politik yang mereka kesampingkan.
Tim Biden harus hidup dengan fakta bahwa perilaku pemerintah Cina sering bertentangan dengan kepentingan Amerika Serikat dan kesejahteraan warganya sendiri, tetapi mendorong perubahan rezim bukanlah tindakan yang bijaksana. Perdebatan akan terus berlanjut tentang bagaimana menyeimbangkan persaingan dan kerja sama dengan Cina.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden kemungkinan akan mempertahankan beberapa kebijakan mantan Presiden AS Donald Trump yang lebih ketat. Namun, apa pun pendekatan spesifik Biden, Bo Carlson menyimpulkan di The National Interest, dia harus menghindari advokasi penggulingan pemerintah Cina. [The National Interest]