Suga mengatakan ekonomi akan menjadi prioritas utama, bersama dengan melawan virus corona—satu pernyataan penting jika Olimpiade Tokyo 2020 yang ditunda, dibuka sesuai rencana pada Juli 2021.
JERNIH– Yoshihide Suga, sekutu lama Perdana Menteri Shinzo Abe, memenangkan pemilihan kepemimpinan di Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa, pada Senin (14/9). Hal itu membuka jalan baginya untuk menjadi perdana menteri dalam pemungutan suara parlemen yang akan dilakukan Rabu (16/9) besok.
Suga, pria berusia 71 tahun, itu dengan mudah memenangkan pemungutan suara, mengambil 377 dari total 534 suara sah para anggota parlemen yang dikuasai LDP dan perwakilan daerah. Saingannya, Shigeru Ishiba–mantan menteri pertahanan, memenangkan 68 suara, dan mantan Menteri Luar Negeri Fumio Kishida mendapat 89 suara.
Penunjukan Suga akan mengakhiri kepemimpinan bosnya yang sakit, Shinzo Abe, yang telah menjabat sejak 2012 dan menempa identitas Jepang dan dirinya di panggung global, yang seringkali tidak dimiliki oleh perekonomian terbesar ketiga di dunia itu.
Agustus lalu Abe membuat pengumuman mengejutkan bahwa dia akan mundur dengan sisa satu tahun masa jabatannya. Ia beralasan, kambuhnya kolitis ulserativa—penyakit yang telah lama ia derita, membuatnya tidak mungkin untuk tetap memegang amanah sedemikian besar.
“Saya lahir sebagai anak tertua dari seorang petani di Akita,” kata Suga, usai pemungutan suara. “Tanpa pengetahuan atau hubungan darah, saya terjun ke dunia politik, mulai dari nol–dan telah mampu menjadi pemimpin LDP, dengan semua tradisi dan sejarahnya. Saya akan mengabdikan diri, bekerja untuk Jepang dan warganya.”
Para analis politik mengatakan, kepemimpinan Suga tidak memungkinkan perubahan kebijakan mendasar pada politik dan ekonomi Jepang. Suga sendiri mengatakan, pencalonannya memang dimaksudkan untuk memastikan kelanjutan kebijakan utama Abe.
Perdana menteri Jepang pasca-Abe memang akan menghadapi serangkaian tantangan rumit. Negara itu sudah berada dalam resesi sebelum pandemi virus korona, dan banyak peluang yang muncul dari kebijakan ekonomi Abenomics sekarang dalam bahaya.
Suga mengatakan memulai ekonomi akan menjadi prioritas utama, bersama dengan menahan virus corona—satu pernyataan penting jika Olimpiade Tokyo 2020 yang ditunda, dibuka sesuai rencana pada Juli 2021.
Dia menambahkan, lebih banyak pekerjaan lagi yang harus dilakukan pada kebijakan moneter dan fiskal, jika diperlukan untuk melindungi lapangan kerja dan perusahaan selama krisis Covid-19 saat ini. Setiap penyimpangan dari jalur Abenomics, menurut dia, dapat membuat yen melonjak dan saham meluncur jatuh, memicu evaluasi ulang perekonomian negara.
Suga juga blak-blakan dalam berbagai masalah, termasuk perlunya persaingan yang lebih ketat di antara penyedia telepon seluler. Dia mengatakan, Jepang memiliki terlalu banyak lembaga keuangan regional, dan merupakan pendukung kuat untuk memperkenalkan resor kasino untuk meningkatkan pariwisata.
Dalam agenda diplomatic Jepang pun ada agenda penting, termasuk melindungi aliansi dengan AS, dan menavigasi hubungan dengan Cina, ketika opini global mengeras terhadap Beijing setelah merebaknya virus korona dan pecahnya kerusuhan di Hong Kong. Suga mengatakan bahwa hubungan Jepang dengan Washington akan tetap menjadi landasan kebijakan luar negerinya. Dia juga merujuk pamflet kebijakan yang dibuatnya untuk menjaga hubungan dengan negara tetangga, terutama mitra dagang terbesarnya, Cina.
“Sekarang adalah waktu yang sulit bagi Jepang karena AS menekan Cina,” kata Makoto Iokibe, profesor sejarah politik dan diplomatik di Universitas Hyogo. “Tapi hanya mengikuti jalan yang ditempuh Washington dan meningkatkan ketegangan dengan Cina bukanlah kepentingan Jepang,” katanya.
“Bahkan jika pemimpin berubah, kami tidak dapat mengubah sikap kami dengan Amerika Serikat,” Ichiro Fujisaki, mantan duta besar Jepang untuk AS mengatakan kepada Bloomberg Television. “Dikelilingi Korea Utara, Cina dan Rusia, hubungan AS-Jepang harus menjadi landasan kebijakan luar negeri kami.”
Abe telah gagal menyelesaikan masalah penculikan warga negara Jepang oleh Korea Utara pada tahun 1970-an dan 1980-an, tetapi Suga mungkin mendorong negosiasi tentang hal itu dengan cara yang lebih baik daripada yang telah dilakukan pendahulunya.
Suga bahkan telah menyatakan keinginannya untuk mengadakan pertemuan dengan Kim Jong-un “tanpa syarat” dengan harapan dapat membuat terobosan atas masalah yang sudah lama ada. “Suga ingin tampak melanjutkan upaya politik Abe tetapi juga menunjukkan keterampilan politik dan diplomatik pribadinya untuk menandai dirinya sebagai pemimpin baru yang kreatif,” kata Young-Key Kim-Renaud, seorang profesor emeritus di Universitas George Washington.
Satu kunci yang tetap menjadi misteri, apakah Suga akan memutuskan untuk mengadakan pemilihan umum cepat untuk mengkonsolidasikan posisinya dan menghindari dilihat sebagai juru kunci yang menghadapi pemungutan suara baru dalam satu tahun– ketika mandat Abe akan berakhir.
Beberapa pejabat senior pemerintah telah memperdebatkan kemungkinan itu, mungkin pada awal Oktober, tetapi Suga sejauh ini tampak berhati-hati.
Sebagian besar oposisi Jepang yang terpecah, baru-baru ini berkumpul di blok baru, berharap dapat membentuk tantangan yang lebih kuat bagi partai berkuasa yang telah memegang kekuasaan selama beberapa tahun dalam enam dekade terakhir.
Tetapi LDP masih akan sangat disukai dalam pemilihan baru, bahkan jika daya tarik pribadi Suga kepada para pemilih tetap menjadi pertanyaan terbuka. “Pak Suga mampu melaksanakan kebijakan dengan mengontrol birokrat, tapi kelemahannya adalah merebut hati masyarakat,” kata Iokibe.
Sebagai juru bicara pemerintah, Suga telah mendapatkan reputasi karena menggunakan kekuasaannya untuk mengontrol birokrasi Jepang yang luas dan kuat serta membantu mendorong kebijakan pemerintah.
Tidak seperti banyak orang di LDP yang konservatif, Suga bukanlah seorang yang memiliki darah biru politik. Ia tumbuh sebagai putra seorang petani stroberi di pedesaan Akita, di utara Jepang.
Dia pindah ke Tokyo setelah sekolah menengah dan bekerja serabutan untuk menjalani kuliah malam, sebelum terpilih sebagai anggota Dewan Kota di Yokohama, di luar Tokyo, pada 1987.
Dia memenangkan kursi Majelis Rendah pada tahun 1996 dan telah lama menjadi pendukung Abe, yang mendorongnya untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua meskipun masa jabatan pertamanya berakhir setelah hanya satu tahun.
Ketika Abe menentang rintangan dan kembali berkuasa pada tahun 2012, dia menunjuk Suga ke peran Kepala Sekretaris Kabinet yang kuat, di mana dia dikatakan telah membantu mendorong beberapa kebijakan penting Abe, termasuk melonggarkan pembatasan pada pekerja asing.
Kedekatan Suga dengan Abe membuat dirinya dipandang sebagai seseorang yang dapat berbicara terus terang kepada perdana menteri. Dia juga dianggap yang menyarankannya untuk tidak melakukan kunjungan kontroversial Abe ke Kuil Yasukuni Tokyo, pada 2013, yang dipandang oleh negara-negara tetangga sebagai simbol militerisme Jepang di masa lalu. [SCMP / Reuters / Bloomberg]