Australia dan AS akan Hadapi Cina- Rusia dalam Permainan Baru Rudal Hipersonik
Menurut laporan AS pada Agustus lalu, rudal balistik antarbenua DF-41 Cina mampu membawa kendaraan luncur hipersonik nuklir, tetapi AS tidak mungkin menurunkan senjata hipersonik operasional sebelum 2023.
JERNIH—Australia dan Amerika Serikat akan bersama-sama mengembangkan rudal jelajah hipersonik, dalam upaya untuk melawan pengembangan bersama dari teknologi yang sangat merusak yang tengah dikembangkan oleh Cina dan Rusia.
Analis militer mengatakan langkah itu merupakan tanggapan atas anggapan ancaman dari pengembangan senjata hipersonik Cina, tetapi hanya akan berdampak kecil dalam menghalangi upaya Beijing mengejar teknologi tersebut.
Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds mengumumkan kemitraan hipersonik tersebut pada Selasa (1/12) dan mengatakan Australia berinvestasi untuk memberi Angkatan Pertahanan Australia (ADF) lebih banyak pilihan untuk mencegah agresi terhadap kepentingan Australia.
“Kami mengakui peran unik kemitraan pertahanan kami untuk mempertahankan keunggulan kompetitif kami, dan menegaskan nilai kolaborasi bilateral dalam hipersonik,” kata Reynolds, saat menandatangani perjanjian kolaboratif untuk mengembangkan prototipe rudal. Ia menambahkan, Australia tengah berinvestasi dalam kemampuan yang menghalangi tindakan terhadap Australia, yang juga menguntungkan kawasan, sekutu, dan mitra keamanan Australia.
“Kita tetap berkomitmen untuk perdamaian dan stabilitas di kawasan, dan menginginkan Indo-Pasifik yang terbuka, inklusif dan makmur,” kata Reynolds.
Rudal hipersonik bergerak pada beberapa kali kecepatan suara– jauh lebih cepat daripada senjata konvensional– dan memberi negara sasaran sedikit waktu untuk melakukan respons. Menurut laporan AS pada Agustus lalu, rudal balistik antarbenua DF-41 Cina mampu membawa kendaraan luncur hipersonik nuklir, tetapi AS tidak mungkin menurunkan senjata hipersonik operasional sebelum 2023.
Reynolds tidak mengatakan kapan rudal itu akan beroperasi atau berapa biaya untuk mengembangkannya. Tetapi Australia telah menyisihkan hingga 9,3 miliar dolar Aus (6,8 miliar dolar AS) tahun ini untuk sistem pertahanan rudal jarak jauh berkecepatan tinggi, termasuk penelitian hipersonik.
Michael Kratsios, wakil menteri untuk penelitian dan teknik dari Departemen Pertahanan AS, mengatakan kolaborasi tersebut dapat memastikan AS dan sekutunya akan memimpin dunia dalam memajukan kemampuan perang transformasional ini.
Pengumuman tersebut menyusul kesepakatan yang ditandatangani minggu lalu antara Australia dan Amerika Serikat untuk menguji terbang prototipe rudal jelajah hipersonik ukuran penuh. Semua itu juga terjadi di tengah laporan bahwa Cina telah membuat kemajuan dalam mengembangkan senjata militer kelas atas, termasuk rudal hipersonik dan drone.
Menurut laporan yang dirilis US Congressional Research Service minggu lalu, Cina memiliki infrastruktur penelitian dan pengembangan yang kuat yang ditujukan untuk senjata hipersonik. Laporan itu mengatakan Cina telah melakukan sejumlah tes sukses DF-17, rudal balistik jarak menengah yang dirancang khusus untuk meluncurkan kendaraan luncur hipersonik, dan memiliki rudal jelajah hipersonik udara baru yang bertujuan untuk memperluas kemampuan serangan angkatan udara Cina.
Cina juga berhasil menguji Xingkong 2, atau Starry Sky 2, prototipe kendaraan hipersonik berkemampuan nuklir, pada Agustus 2018.
Selain itu, Rusia sedang mengejar dua program senjata hipersonik–Avangard dan 3M22 Tsirkon.
Jon Grevatt, seorang analis industri pertahanan Asia-Pasifik di penerbit industri pertahanan Janes, mengatakan ancaman dari Cina dan Rusia mendorong Australia untuk bekerja sama dengan AS dalam mengembangkan sistem hipersonik.
“Langkah itu sendiri bukanlah tanggapan langsung ke Cina. Tapi ini adalah bagian dari respons terhadap tren yang berkembang di negara-negara besar untuk mengembangkan sistem rudal hipersonik yang sangat cepat ini,” kata Grevatt.
“Pengembangan rudal hipersonik oleh Australia dan Amerika Serikat akan menjadi bagian dari upaya peningkatan keamanan di kawasan Asia-Pasifik. Pengembangan rudal hipersonik Cina dan rudal canggih lainnya sangat termotivasi, dan keputusan Australia untuk mengembangkan rudal tidak akan mendorong Cina untuk mengembangkan lebih banyak lagi,” kata dia.
Dia mengatakan negara-negara lain di kawasan seperti India, Jepang dan Korea Selatan mungkin mengikuti dan mengembangkan sistem senjata canggih lainnya, tetapi persaingan tidak akan mudah lepas kendali karena “saluran komunikasi diplomatik yang sangat kuat”.
Pakar militer yang berbasis di Beijing, Zhou Chenming mengatakan Australia dan AS telah lama memiliki hubungan militer yang erat dan Cina tidak akan khawatir dengan upaya bersama terbaru.
“Senjata hipersonik membutuhkan investasi dalam jumlah besar dan penelitian bertahun-tahun sebelum dapat menghasilkan buah apa pun. Saat itu Cina sudah bisa memiliki senjata yang lebih canggih, ”kata Zhou. [South China Morning Post]