Crispy

Amerika Serikat Sepakat Gencatan Senjata dengan Taliban

WASHINGTON—Amerika Serikat akhirnya tak lagi memakai jurus ‘ngotot tak berampun’ menghadapi perlawanan kaum Taliban di Afghanistan. Jika perundingan yang akan segera digelar di antara keduanya berhasil, banyak tantara AS yang telah bosan disengat panas gurun Afghanistan akan segera kembali ke kota-kota mereka, dan perang yang dimulai di awal millennium ini pun bisa segera berakhir.

Gencatan senjata AS dengan musuh besar mereka itu telah menjadi catatan sejarah tersendiri. Keberadaan AS di Afghanistan menandai perang terlama AS serta memenuhi janji kampanye Donald Trump untuk membawa pulang pasukan AS dari konflik-konflik di luar negeri. Namun demikian, prospek perdamaian yang nyata dan abadi di Afghanistan masih belum jelas.

Salah satu pejabat senior AS yang menolak disebutkan dalam publikasi mengatakan kepada AP News, kesepakatan untuk de-eskalasi selama tujuh hari itu sangat spesifik dan berlaku di seluruh Afghanistan. Ada indikasi pengumuman resmi akan rilis akhir pekan ini.

Pejabat itu menambahkan, Taliban telah berkomitmen untuk menghentikan pengeboman dan serangan roket. Jika Taliban menjaga komitmen mereka, perjanjian perdamaian AS-Taliban bisa ditandatangani dalam waktu 10 hari.

Di pihak lain, seorang pejabat Taliban yang juga menolak dijelaskan identitasnya karena tidak memiliki hak untuk itu, mengungkapkan bahwa penandatanganan bisa saja pada 29 Februari. Bila itu terjadi kemungkinan perundingan antara Taliban dan pemerintah Afghanistan direncanakan akan dimulai pada 10 Maret mendatang.

Senyampang itu, Jerman dan Norwegia telah menawarkan untuk menjadi tuan rumah perundingan itu. “Tetapi baik kami maupun AS belum menyatakan keputusan mengenai hal tersebut,” kata sumber tersebut kepada AP News. Sumber di internal Taliban itu juga mengatakan, kesepakatan itu akan mengatur pembebasan 5.000 tahanan Taliban sebelum dimulainya negosiasi.

Dari pihak AS, seorang pejabat senior mengatakan, proses perdamaian sebagian besar akan tergantung pada hasil negosiasi, setelah mereka menyukseskan gencatan senjata.

Perkembangan baru itu terjadi setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Menteri Pertahanan AS Mark Esper bertemu Presiden Afghanistan Ashraf Ghani pada Jumat (14/2) lalu, di sela-sela forum keamanan internasional di Munich.

Untuk menepati janji pembebasan tahanan Taliban, Washington akan membutuhkan kerja sama Ashraf yang telah mengkritik cara utusan AS Zalmay Khalilzad berunding dengan Taliban. Ashraf saat ini juga tengah berselisih dengan mitranya di pemerintahan, Abdullah Abdullah, tentang siapa yang akan mewakili Kabul di meja perundingan. Ashraf berkeras dirinya sendiri yang akan memimpin perundingan, sementara mayoritas warga Afghanistan, termasuk para lawan politiknya, percaya bahwa perlu perwakilan yang lebih inklusif dalam perundingan tersebut.

Taliban mengatakan, para wakil dari Kabul akan terdiri dari pejabat pemerintah, tetapi mereka akan duduk di seberang Taliban sebagai warga Afghanistan biasa, bukan sebagai wakil pemerintah.

Hingga kini AS belum mengungkapkan jadwal penarikan pasukan mereka dari Afghanistan. Pada penarikan awal, diharapkan bisa mengurangi jumlah tantara AS di sana, dari sekitar 12 ribu menjadi kira-kira 8.600 personel. Hal itu akan dimulai setelah penandatanganan kesepakatan terjadi. Sumber Taliban dengan detil mengatakan, pihaknya meminta penarikan pasukan asing itu akan dimulai secara bertahap selama 18 bulan.

Sekretaris Angkatan Darat AS Ryan McCarthy Jumat (14/2) lalu menyatakan kesepakatan itu sebagai langkah pertama dalam proses penarikan pasukan AS.  “Pengumuman akan dirilis dalam beberapa pekan ke depan. Tetapi saya sangat senang mendengar bahwa kita sedang bergerak menuju solusi politik,” ujar McCarthy saatdalam sebuah acara di National Press Club, Washington. [APNEWS]

Back to top button