India Persiapkan Kekuatan Laut untuk Hadapi Cina
Selain penambahan tentara ke perbatasan, India juga menggelar latihan tempur gabungan dengan AS, melibatkan armada pesawat tempur F-18, pesawat serang jet Jaguar Anglo-Prancis, dan jet tempur Sukhoi-30MKI, pesawat buatan Rusia yang diproduksi di bawah lisensi di India
JERNIH– India telah mengirimkan sedikitnya lima puluh ribu tentara tambahan ke perbatasan Cina, di mana saat ini terdapat dua ratus ribu tentara dalam kondisi siap tempur. Jumlah itu meningkat lebih dari empat puluh persen sejak dua kekuatan saingan itu bentrok di Himalaya pada Juni 2020, menewaskan 20 tentara India dan sejumlah personel Cina yang dengan ketat dirahasiakan negara Komunis yang tengah naik daun itu.
India juga telah memindahkan jet tempur ke perbatasan utara, sementara angkatan laut telah mengirim sejumlah kapal perang di sepanjang jalur laut utama di Samudra Hindia untuk mengawasi perdagangan maritim menuju dan keluar dari Cina. Langkah-langkah tersebut telah diumumkan pada saat yang sama ketika Angkatan Laut India dan Amerika Serikat baru saja melakukan latihan bersama di laut tersebut.
Semua aktivitas itu seiring meningkatnya ketegangan, meskipun beberapa putaran pembicaraan telah digelar untuk meredakan situasi. Itu disebabkan karena India menganggap Cin terus mengonsolidasikan kontrol di wilayah perbatasan yang pernah menjadi penyangga melalui pembangunan infrastruktur besar-besaran, termasuk jalur kereta api masuk dan keluar dari Tibet dan ke negara tetangga Nepal.
India didukung AS yang kuat di pihaknya, ketika Amerika berusaha meningkatkan tekanan multi-front pada ambisi regional Cina yang kian meningkat. Pastinya, AS dan India memiliki kepentingan yang sama untuk melawan Cina, terutama di Samudra Hindia. India telah lama melihat jalur air tersebut sebagai lingkup pengaruhnya, tetapi Cina baru-baru ini membuat terobosan untuk melindungi perdagangannya dan menerapkan tekanan strategis.
Namun, ada sejarah panjang ketidakpercayaan AS-India, membatasi kemauan dan kemampuan bersama mereka untuk mengembangkan aliansi anti-Cina yang lebih kuat. India sangat waspada terhadap hubungan strategis sejak lama Amerika dengan musuh bebuyutan mereka Pakistan. Hubungan itu tampaknya ingin dihidupkan kembali oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden sebagai lindung nilai strategis bagi keluarnya Amerika dari Afghanistan.
Pada saat yang sama, AS telah menyatakan ketidaksenangannya terhadap pembelian perangkat keras militer India baru-baru ini dari sekutu sebelumnya, Rusia. Kesepakatan sistem pertahanan udara S-400 India senilai 5,2 miliar dolar AS dengan Rusia telah menjadi titik gesekan utama antara India dan Amerika.
Namun, kedua belah pihak menunjukkan kerja sama militer yang jelas-jelas menargetkan Cina. Pada 23 dan 24 Juni 2021, kapal induk supercarrier bertenaga nuklir kelas Nimitz USS Ronald Reagan, bersama dengan skuadron pendamping dan armada pesawat tempur F-18, bergabung untuk latihan dengan kapal perang India, pesawat serang jet Jaguar Anglo-Prancis, dan jet tempur Sukhoi-30MKI, pesawat buatan Rusia yang diproduksi di bawah lisensi di India.
Latihan itu dilakukan di selatan Thiruvananthapuram (sebelumnya dikenal sebagai Trivandrum) di pesisir barat daya India. Latihan tersebut melampaui latihan dasar untuk memasukkan “latihan pertahanan udara tingkat lanjut, operasi helikopter lintas dek dan latihan anti-kapal selam”, menurut pernyataan Kementerian Pertahanan India. Satu-satunya kapal selam yang akan diserang India dan AS di Samudra Hindia jelas merupakan kapal selam Cina.
Baru-baru ini, kapal survei China Xiang Yang Hong 03 telah melakukan survei sistematis di Samudra Hindia bagian timur. Data yang konon dikumpulkan untuk tujuan ilmiah itu juga akan relevan dalam skenario perang kapal selam apa pun.
Selama beberapa tahun terakhir, India telah mencatat, kapal selam Cina telah terlihat di perairan sekitar Kepulauan Andaman dan Nicobar. Mereka termasuk wilayah persatuan India yang terletak di dekat pintu masuk Selat Malaka, titik sempit maritim yang dilalui 80 persen impor energi Cina.
Kepentingan Cina di Samudra Hindia jelas dimotivasi oleh keinginannya untuk melindungi jalur perdagangannya ke Timur Tengah, Eropa, dan Afrika. Namun, pelanggaran Cina dengan kapal perang dan kapal selam ke wilayah di mana Cina tidak pernah menjadi sosok kuat telah menempatkannya pada potensi bentrokan dengan India.
Cina telah menggunakan klausul pengerahan anti-pembajakan sebagai pembenaran untuk memperluas kehadiran angkatan lautnya di Samudra Hindia dan membuatnya lebih permanen dengan mendirikan pangkalan militer pertamanya di luar negeri, yakni di Djibouti, di Tanduk Afrika, pada 2017.
Namun bahkan Buku Putih Pertahanan 2015 Cina sendiri melangkah lebih jauh dari itu dengan menyatakan, “Mentalitas tradisional yang menyebutkan daratan melebihi laut harus ditinggalkan dan sangat penting harus disertakan untuk mengelola laut dan samudra, serta melindungi hak dan kepentingan maritim. Cina akan berpartisipasi dalam kerja sama maritim internasional untuk memberikan dukungan strategis demi membangun diri menjadi kekuatan maritim.”
Situasi di Himalaya, di mana India dan Cina dipisahkan oleh perbatasan yang disengketakan di mana perang skala penuh terjadi pada 1962, semakin tidak stabil dan dapat menyebabkan konfrontasi yang lebih berdarah antara kedua belah pihak, Asia Times mencatat. Namun, Samudra Hindia, dengan atau tanpa partisipasi Amerika, dengan cepat menjadi garis depan dalam Perang Dingin baru di Asia.
David Scott, anggota lembaga studi Inggris Corbett Center for Maritime Policy Studies, menyimpulkan dalam artikel untuk Center for International Maritime Security yang berbasis di AS pada September 2020:
“Strategi India untuk Samudra Hindia selama tahun 2010-an ada tiga: “membangun infrastruktur angkatan laut-maritimnya (fasilitas berbasis dan pendukung), membangun aset proyeksi kekuatan, dan memperkuat hubungan dengan kekuatan yang semakin peduli dengan kehadiran Cina.”
Kekuatan tersebut akan menjadi sekutu India dalam Quadrilateral Security Dialog/Quad, forum strategis yang sangat informal antara AS, Jepang, India, dan Australia, yang secara luas dipandang sebagai respons terhadap kebangkitan Cina sebagai kekuatan regional.
Awalnya diprakarsai oleh Perdana Menteri Jepang saat itu Shinzo Abe pada 2007, aliansi itu berantakan ketika Australia menarik diri setahun kemudian karena perdana menteri baru Kevin Rudd tidak ingin mengganggu hubungan dengan Cina, mitra dagang utama negaranya.
Aliansi keamanan Quad tetap terbengkalai dan tidak dihidupkan kembali sampai 2017 ketika empat pemimpin negara, semuanya dianggap bersikap agresif terhadap Cina, bertemu di sela KTT ASEAN di Manila, Filipina.
Meskipun India dan AS telah melakukan latihan angkatan laut bilateral sejak 1992, India mencapai status “Mitra Pertahanan Utama” Amerika pada 2016. India kemudian mengirim armada kapal perang untuk bergabung dengan gugus tugas AS-Jepang di Laut Cina Selatan.
India juga telah menjadi peserta aktif dalam serangkaian latihan Malabar, yang telah mendekatkannya dengan AS, Jepang, dan para sekutu regional lainnya.
Pada Maret 2020, para pejabat aliansi keamanan Quad melakukan telekonferensi untuk membahas pandemi COVID-19, untuk pertama kalinya diikuti oleh para pejabat dari Selandia Baru, Korea Selatan, dan Vietnam. Mengingat meningkatnya ketegangan regional, sangat jelas krisis kesehatan bukan satu-satunya agenda.
Langkah-langkah Cina di Samudra Hindia sama sekali tidak terduga. Awal 2001, India membentuk Komando Andaman dan Nicobar, komando tri-dinas pertama dan satu-satunya, untuk menjaga kepentingan strategis India di perairan timur daratannya dan khususnya untuk memantau pergerakan maritim Cina.
Bermarkas di Port Blair di Kepulauan Andaman dan Nicobar, komando India itu mengoordinasikan kegiatan angkatan laut, angkatan darat, angkatan udara, serta penjaga pantai di Samudra Hindia bagian timur.
Terlepas dari fasilitas strategis penting di pulau-pulau, pangkalan angkatan laut utama India terletak di sepanjang pantai timur dan barat dengan sejumlah stasiun di Lakshadweep, rantai pulau utara Maladewa.
India sekarang juga mencari dukungan Australia untuk mendapatkan akses ke Kepulauan Cocos (Keeling) milik Australia di Samudra Hindia. Langkah India selanjutnya adalah membangun tiga kapal selam serang bertenaga nuklir dan meningkatkan pangkalan angkatan lautnya sendiri.
Masih terlalu dini untuk mengatakan seberapa sukses semua langkah tersebut dalam melawan desain China di lingkup pengaruh tradisional India. Namun, garis pertempuran telah ditetapkan mulai dari pegunungan Himalaya hingga perairan tropis Samudra Hindia.
Cina mungkin tidak terlalu khawatir apakah perbatasannya dengan India harus ditandai pada wilayah batuan tandus atau lainnya, tetapi konfrontasi pada 2020 di Himalaya lebih merupakan unjuk kekuatan untuk merusak keseimbangan India.
Seperti yang ditunjukkan oleh tanggapan India pekan ini, negara itu siap untuk melawan Cina secara militer jika provokasi yang dirasakan terus berlanjut di sepanjang perbatasan Himalaya mereka.
Cina merespons dengan baik. Pada April 2021, komentator Partai Komunis China meluncurkan serangan terhadap India dan persahabatannya dengan Amerika Serikat: “India sayangnya telah menjadi korban keegoisan AS. Nyaris tidak ada manfaat yang akan diperoleh para aliansi dan sekutu AS dari upaya anti-Cina AS.”
Dalam serangan yang lebih keras terhadap India, penulis surat kabar Cina yang sama mengklaim pada Mei 2021, India yang harus disalahkan atas pandemi COVID-19, bukan Cina.
Unggahan pada 1 Mei 2021 di situs Cina, Weibo, dari akun yang berafiliasi dengan Partai Komunis Cina menunjukkan gambar peluncuran roket di Cina di samping foto jenazah korban COVID-19 yang dikremasi di India dengan narasi: “Menyalakan api di Cina versus menyalakan api di India.”
Menurut catatan Asia Times, unggahan itu kemudian dihapus, tetapi secara kasar mencerminkan permusuhan yang meningkat antara dua kekuatan yang saling bersaing itu, dalam Perang Dingin baru yang baru saja dimulai. [Asia Times]