Jejak Islam : Tujuh Kota Delhi yang Dihapus Narendra Modi
JAKARTA – Sejarah kekerasaan antara umat Hindu dan Muslim di India tidak semuanya dilatarbelakangi oleh perbedaan agama. Saat Islam berkembang di India, peperangan yang terjadi dalam setiap pergantian dinasti cenderung dilandasi oleh dorongan politik dan ambisi kekuasaan. Serangan Timur Lenk yang muslim terhadap kesultanan-kesultanan Islam di Delhi menunjukan tidak ada dikotomi atas nama agama.
Sebelum Timur Lenk menyerang India, toleransi keagamaan sudah terbangun kuat antara Muslim dan Hindu dan mencapai puncak saat Dinasti Mughal berkuasa. Namun seiring waktu, rasa toleransi itu mulai runtuh saat Partai Bharatiya Janata berkuasa di India dan memerintah selama dua periode.
Ketika East India Company datang dan Inggris bercokol di India setelah mengalahkan Pasukan Bahadur Khan tahun 1858 maka tamatlah Dinasti Mughal. Dua abad setelah Inggris menjajah India, akhirnya orang-orang India bersatu dalam spirit hartal. Mereka kompak membangkang, mogok kerja dan mulai bersatu menghalau Inggris.
Namun setelah Inggris hengkang, perpecahan di kalangan pribumi semakin terang. Dengan lelaku ahimsa, Mahatma Gandhi berjuang keras agar bangsa India tetap bersatu. Namun disaat kebebasan di ambang mata, agama dibenturkan. Siapakah yang akan berkuasa? Hindu atau Islam?
Maka pecahlah kerusuhan. Pembunuhan antara Hindu dan Muslim terjadi dimana mana. Ribuan korban jiwa melayang. Gandhi menangis ketika India akhirnya terbelah. Muhammad Ali Jinnah menuntut sebagian tanah India untuk melindungi kaum muslim. Maka lahirlah Pakistan tahun 1947.
Konflik antara komunitas Hindu dan muslim di India memanas setelah Pakistan lahir. Hal itu dipicu oleh sengketa klasik pendirian Mesjid Ram Janmabhoomi atau Mesjid Babur. Konflik itu pecah tahun 1949. Dan terjadi lagi tahun 1989, saat itu Partai Bharatiya Janata dibawah pimpinan Krishan Advani adalah penyokong utama pembangunan kuil.
Puncaknya adalah 6 Desember 1992, ketika kaum nasionalis Hindu dan organisasi pendukungnya menghancurkan masjid tersebut. Konflik di Mesjid Babur tahun 1992 memicu kerusuhan di seluruh India dan menewaskan sekitar 2.000 orang. Sebagian besar adalah muslim. Komunitas Hindu tetap berusaha keras untuk menguasai kembali bukit itu agar kuil Rama kembali berdiri dan akhirnya mendapat angin segar di abad 21 ini.
Di abad 21 kekerasan di India kembali pecah. Kaum muslim India yang minoritas mengalami kekerasan akibat Citizenship Amendment Bill (CAB) yang diketok 11 Desember 2019. Isi dari CAB merupakan diskriminasi bagi kaum Muslim India. PM Narendra Modi menorehkan kembali luka lama dan Partai Bharatiya Janata dengan lancang meruntuhkan demokrasi yang telah susah payah ditegakan.
Kerusuhan di New Delhi mulai menelan korban jiwa lagi. Puluhan orang, sebagian besar muslim meninggal dan ratusan terluka. Mereka menjadi martir menghadapi Dewa Ram yang welas asih namun dipaksa menjadi bengis oleh kelompok perusuh demi terbentuknya pemerintahan nasionalis Hindu.
Kekerasan yang dilandasi kepentingan politik dengan menggunakan agama sebagai baju baja, mengingatkan saat Tsar membantai Yahhudi atau 3000 orang sikh yang terbunuh di Delhi tahun 1984. Maka kerusuhan Delhi ‘hari ini’ mendorong muslim India berada di tubir lubang kubur.
Kerusuhan yang terjadi Senin (24/2/2020) tidak saja membuktikan itikad Partai Nasionalis untuk mengenyahkan umat Islam, namun juga berniat memupus sejarah kebesaran Islam di Delhi. Hal itu merupakan ciri gerakan mileniarisme untuk membangkitkan kembali Hindu, namun brutalisme yang diperlihatkan bertolak belakang dari apa yang telah di contohkan Gandhi.
Jejak rekam kekerasan terhadap muslim India memiliki dampak yang lebih luas. Partai Bharatiya Janata yang berkuasa dalam Pemerintahan Modi sepertinya ingin menghapus jejak Islam yang telah membangun peradaban di Delhi selama 6 abad lamanya.
Tujuh Kota Delhi, jejak peradaban Islam di India
Sebelum dikuasai Inggris tahun 1858. Delhi adalah ibu kota kerajaan-kerajaan Islam yang sudah dibangun sejak 1211 M. Jauh sebelum itu, awal Islam berkembang di India dimulai masa Khalifah al-Walid dari Dinasti Umayah (705—715 M) yang menaklukan India oleh pasukan Umayah yang pimpinan Muhammad Ibn Qasim. Dinasti Ghaznawi dibawah Sultan Mahmud pada tahun 1020 M menaklukan hampir semua kerajaan Hindu di India dan mengislamkan sebagian penduduknya.
Semula, wilayah Delhi hanya kawasan yang berada di dalam benteng kuno Lalkot. Kota itu berkembang setelah beberapa dinasti berkuasa di Delhi membangun tujuh kota lainnya sebagai cikal bakal Delhi sekarang. Sebelum Islam masuk, Delhi dikuasai oleh keturunan Johan Rajput. Dinasti Qutb al-Din Aybak menaklukan Delhi tahun 1193 M dan menjadikan ibu kota kerajaan pada 1204 M.
Qutb al-Din Aybak dikenal sebagai Dinasti Mamluk berkuasa sampai 1290 M. Mamluk kemudian mendirikan Qutb Manar, sebagai tempat adzan dan tugu kemenangan di atas benteng Lalkot. Benteng kota kuno Hindu tersebut kemudian diperluas dan dikenal dengan Kota Kil’a Ray Pithora. Inilah kota pertama dari 7 kota cikal bakal Delhi.
Ketika dinasti Khalji berkuasa dari tahun 1296 sampai 1316 M, mesjid warisan Dinasti Mamluk yaitu Qutb al-Islam di Benteng Lalkot diperindah. Selain itu Benteng Lalkot diperluas di bagian barat untuk mempertahankan kota dari serangan Mongol. Pusat kota dipindahkan ke Siri berjarak 2 km dari kota pertama, dibangunlah istana yang megah dan itulah kota kedua Delhi.
Dinasti Tughlug kemudian berkuasa di tahun 1320-1413 M. Penguasa pertamanya yaitu Ghazi Malik mendirikan Tughlughabad yang berjarak 8 km dari Kota Kil’a Ray Pithora. Tughlughabad kemudian dijadikan pusat pemerintahan. Dibangunlah istana, mesjid, perumahan, perkantoran dan jalan-jalan yang dikelilingi benteng. Untuk memelihara air danau dibangun pula jalan-jalan yang ditinggikan membentuk pita di bagian tenggara kota.
Tughlughabad adalah kota ketiga Delhi yang dibangun dimasa Dinasti Tughlug. Dinasti ini masih membangun dua kota lainnya. Kota keempat Delhi dibangun dimasa pemerintahan Muhammad ibn Tughlug (1325-1351) yang mendirikan Adilabad yang kemudian terkenal sebagai Jahanpanah, salah satu peninggalannya yang kini terbengkalai adalah Mesjid Khirki.
Kota kelima Delhi dibangun oleh Fairuz Tughlug (1351–1388) dan disebut Fairuzabad. Kota ini dikembangkan dari kota kuno Indraprahasta. Fairuz Tughlug merupakan penguasa yang berjiwa pembangunan. Pada 1354, ia membawa dua pilar batu dari abad 3 SM peninggalan Raja Ashoka dari Meerut dan Ambala. Satu pilar didirikan di punggung bukit dan satu lagi di Fairuzabad.
Keindahan 6 kota cikal bakal Delhi hancur ketika gelombang pasukan Timur Lenk menyerbu India tahun 1398 M. Konon alasan penyerangan itu karena penguasa muslim India dianggap terlalu toleran terhadap penganut Hindu. Timur Lenk yang terkenal dengan kekejamannya membantai 80.000 tawanan. Akibatnya, kekuasaan raja-raja di Delhi merosot tajam.
Pada 19 April 1451.Dinasti Lodi mengambil kesempatan untuk menguasai Delhi dari tangan Dinasti Saiyid di masa Alauddin Alam (1414-1451 M) yang sedang lemah kekuasaanya. Bahlul Lodi sebagai penguasa saat itu memindahkan pusat kekuasaan dari Delhi ke Agra. Perpindahan itu menyebabkan Delhi menjadi kota yang kurang penting.
Kekuasan Dinasti Lodi berlangsung 75 tahun. Keruntuhan Dinasti Lodi saat dikuasai oleh Ibrahim Lodi. Salah seorang cucu Timur Lenk yang bernama Zahiruddin Babur pada tanggal 21 April 1526 berhasil menaklukan Ibrahim Lodi dalam pertempuran sengit yang menyebabkan Ibrahim dan ribuan pasukannya terbunuh. Kemenangan Zahiruddin Babur menandakan tegaknya Dinasti Mughal di India.
Pada masa Zahiruddin Babur berkuasa, raja-raja Hindu di India bersatu menyerangnya, namun semua dapat dikalahkan. Pemerintahan Zahiruddin Babur banyak meninggalkan kejayaan. Diantaranya adalah Mesjid Babur yang dibangun tahun 1528 M oleh jenderal Mir Baqi atas perintah Sultan Babur. Mesjid itu didirikan diatas bukit yang disebut Ramkot.
Bukit Ramkot atau Janmasthan (tempat kelahiran) berdiri di kota kuno Ayodhya, menurut klaim Komunitas Hindu diatasnya pernah berdiri kuil kuno untuk memperingati kelahiran Rama yang merupakan titisan Dewa Wishnu. Mereka menuduh Mir Baqi menghancurkannya sebelum membangun mesjid. Polemik itulah yang mewariskan kerusuhan berkepanjangan antara Hindu dan Muslim.
Delhi dijadikan kembali ibu kota saat dinasti Mughal dipimpin oleh Humayun (1530-1556), putra Zahiruddin Babur. Masa pemerintahan Humayun disibukan dengan peperangan. Ia harus menundukan pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang ingin memisahkan dari Delhi dan pemberontakan Sher Khan.
Dinasti Mughal mencapai masa keemasannya pada saat putra Humayun, yaitu Jalaludin Muhammad Akbar (1556-1605) berkuasa. Saat Akbar berkuasa sistem militeristik diterapkan. Akbar berhasil menguasai banyak wilayah lainnya. Ia juga menerapkan sistem pemerintahan sulakhul yang menekankan toleransi universal. Pandangan politik ini menempatkan semua rakyat India sama kedudukannya. Tidak ada perbedaan etnis dan agama.
Tiga sultan penerusnya yaitu Jehangir (1605-1628), Syah Jehan (1628-1658) dan Aurangzeb (1658-1707) masih mempertahankan kemajuan yang dicapai Akbar. Pada masa Syah Jehan berkuasa, ia membangun Taj Mahal sebagai mausoleum untuk istri tercintanya, Mumtaz Mahal yang wafat saat melahirkan. Di masa Syah Jehan, kota Syahjahanabad dibangun. Inilah kota terakhir dari tujuh kota Delhi.