Microsoft Pecat Karyawan Lagi setelah Protes Keterlibatan Perusahaan dengan Militer Israel

Aksi protes muncul setelah investigasi gabungan +972 Magazine, Local Call, dan The Guardian mengungkap fakta bahwa badan pengawasan militer Israel menggunakan perangkat lunak Microsoft Azure untuk melacak dan menyimpan rekaman panggilan telepon warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
JERNIH – Raksasa teknologi Microsoft memecat empat karyawannya yang ikut serta dalam aksi protes menentang kerja sama perusahaan dengan Israel di tengah perang Gaza. Dua di antara mereka, Anna Hattle dan Riki Fameli, dipecat setelah melakukan aksi duduk di kantor presiden perusahaan.
Keduanya, bersama tujuh aktivis lain dari kelompok “No Azure for Apartheid,” ditangkap awal pekan ini karena menduduki markas Presiden Microsoft, Brad Smith. Sehari setelahnya, dua karyawan lain, Nisreen Jaradat dan Julius Shan, juga diberhentikan.
Microsoft mengonfirmasi pemecatan ini dengan alasan pelanggaran kebijakan perusahaan. Dalam sebuah pernyataan, mereka mengatakan bahwa aksi pendudukan di markas besar telah menciptakan masalah keamanan yang signifikan.
Aksi protes ini muncul setelah sebuah investigasi gabungan oleh +972 Magazine, Local Call, dan The Guardian mengungkap fakta mengejutkan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa badan pengawasan militer Israel menggunakan perangkat lunak Microsoft Azure untuk melacak dan menyimpan rekaman panggilan telepon warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Sistem, yang diluncurkan pada tahun 2022, memungkinkan petugas militer memutar ulang dan menganalisis panggilan dalam skala masif—bahkan seorang sumber internal menyebutnya “satu juta panggilan per jam.” Ketergantungan Israel pada layanan cloud Microsoft untuk pengawasan ini menjadi salah satu pemicu utama kemarahan para karyawan.
Para aktivis, termasuk Anna Hattle, menegaskan alasan protes mereka. “Kami di sini karena Microsoft terus menyediakan alat yang dibutuhkan Israel untuk melakukan genosida, sementara mereka menyesatkan dan mengalihkan perhatian karyawan tentang kenyataan ini,” tulisnya.
Sejarah Penindasan Kritik Karyawan
Ini bukan kali pertama Microsoft berhadapan dengan aksi protes internal. Pada April lalu, seorang karyawan dipecat setelah menginterupsi pidato CEO Microsoft AI, Mustafa Suleyman, dalam perayaan ulang tahun ke-50 perusahaan.
Tahun lalu, mantan staf Microsoft yang terlibat dalam kampanye “No Azure for Apartheid” mengungkapkan bahwa perusahaan telah “mempersenjatai kebijakan internal” untuk menekan perbedaan pendapat karyawan mengenai perannya dalam perang. Mereka dipecat setelah mengadakan acara doa bersama untuk Gaza.
Laporan ini menunjukkan betapa dalamnya gejolak internal di Microsoft, di mana para karyawannya menuntut akuntabilitas atas teknologi yang mereka kembangkan dan perannya dalam konflik yang mematikan.