Barend Fockesz dan Mitos Kapal Iblis The Flying Dutchman
Namanya Bernard, atau Barend, Fokke. Terkadang dipanggil Barend Fockesz. Ia adalah kapten De Kroonvogel, kapal VOC yang sampai saat ini dikenal sebagai The Flying Dutchman karena mampu melaju cepat dan dipercaya dibantu iblis.
Fokke dan atau Fockesz mengabaikan jalur pelayaran aman, sering meninggalkan lintasan agar bisa memperpendek jarak. Ia berani melewati jalur tak dikenal dan menakutkan bagi kapal-kapal lain, tidak pernah takut karam, atau terjebak gumuk pasir.
Tahun 1678 Fockesz membangun reputasi pertamanya. Heeren XVII, atau 17 Tuan VOC, menugaskannya membawa setumpuk surat untuk Rijckloff van Goens, gubernur jenderal VOC di Batavia.
Normalnya, perjalanan Amsterdam-Batavia ditempuh dalam delapan bulan jika kapal tidak terlalu berat, dan 12 bulan jika kapal sarat muatan. Fockesz telah beberapa kali melayari rute ini, dengan melewati Cape Good Hope atau Tanjung Harapan, dalam enam bulan.
Banyak orang memuji kemampuannya berlayar cepat, tapi dia kerap mengeluh dan mengatakan pasti ada cara berlayar lebih cepat lagi. Ia membuktikannya saat membawa setumpuk surat untuk gubernur jenderal di Batavia.
Fockesz dan De Kroonvogel hanya butuh tiga bulan sepuluh hari, versi lain menyebutkan tiga bulan empat hari, berlayar dari Amsterdam ke Batavia. Di Batavia, Fockesz dan seluruh awak kapal disambut dengan decak kagum tanpa henti oleh orang-orang di pelabuhan.
Gubernur Jenderal Van Goens menganugerahi medali emas kehormatan, kalung emas, dan koper penuh koin perak dan emas Spanyol (real – red). Di Eyland Kuiper, kini bernama Pulau Cipir atau Pulau Kahyangan di Kepulauan Seribu, sebuah patung batu Barend Fockesz berdiri gagah dengan jaket pelaut dan bercelana pendek. Kru kapal-kapal yang memasuki Teluk Batavia dengan mudah melihat patung itu dari kejauhan.
Berkat Iblis
Pertanyaanya, bagaimana Fockesz bisa berlayar secepat itu? Theo Meyer, dalam The Flying Dutchman and Other Folktales from the Netherlands, punya cerita menarik tentang ini.
Suatu malam saat De Kroonvogel berada di Cape Good Hope, atau Tanjung Harapan, Fockesz mengundang iblis ke kapalnya. Semua kru tertidur, hanya Fockesz yang terjaga untuk menunggu kedatangan sang iblis.
Pintu kamar Fockesz terbuka. Iblis masuk dan bertanya; “Anda memanggil saya, Barend Fockesz?” Yang ditanya menjawab; “Ya, saya ingin melakukan perjalanan lebih singkat.”
Iblis merespon keinginan Fockesz dengan mengatakan; “Maka Anda harus selalu berlayar full sail, atau layar penuh.” Fockesz ragu, dan bertanya lagi; “Bagaimana dengan tali-temali jika terjadi badai?”
Iblis memberi tahu semua cara, Mulai dari penggunaan kabel, tiang kapal yang diberi timah cair agar tidak mudah patah, sampai penggunaan liquid lead. Fockesz mengikuti semua saran iblis, dan De Kroonvogel meluncur sedemikian cepat sampai ke Batavia.
Dari Batavia, dalam perjalanan cepat lainnya, De Kroonvogel kehilangan petugas navigasinya di Selat Sunda. Orang Belanda percaya saat itu iblis yang berada di atas kapal tertidur, yang membuat layar-layar kapal nyaris terlepas.
De Kroonvogel tidak dapat melewati Pulau Slee-Bessie, kini bernama Pulau Sebesi. Petugas navigasi lain yang sedang istirahat sangat marah, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Ia meminta iblis mengeluarkan De Kroonvogel dari lepas pantai Pulau Sebesi.
Iblis mengabulkan permintaan itu. De Kroonvogel berlayar normal. Sejak saat itu, pelaut yang melewati Selat Sunda selalu mengaku mendengar petugas navigasi yang hilang itu bernyanyi.
Kembali ke Amsterdam, Fockesz mencari petugas navigasi baru. Tak sulit menemukannya, tapi petugas navigasi baru tak terbiasa berlayar di luar kebiasaan. Saat De Kroonvogel melewati perairan dangkal, ia mengukur kedalaman laut tapi dihentikan oleh Fockesz.
“Lebih baik kau percaya saya dan iblis. Kita akan berlayar dengan aman dan akan terus seperti itu,” kata Fockesz.
Selama tujuh tahun, sesuai kontrak, De Kroonvogel dan Fockesz melayani VOC. Saat itu pula iblis mengambil alih kapal dan jiwa Fockesz. Setelah selesai kontrak, De Kroonvogel mengarungi tujuh samudera tanpa pernah berlabuh.
De Kroonvogel, atau The Flying Dutchman, terkadang muncul di tengah laut dan dilihat para pelaut. Kemunculannya menjadi indikasi akan adanya badai.
Jika muncul di malam hari, pelaut di kapal lain yang kebetulan tak jauh dari De Kroonvogel akan bisa melihat sosok Fockesz berdiri di jembatan kayu di atas kapal. Wajahnya sangat tua dan tangannya kurus.
Satu tangan memegang tali, tangan lainnya memegang surat bersegel hitam. Surat itu akan diberikan kepada kapten kapal yang dipanggilnya, untuk disampaiken ke Heeren XVII — para petinggi VOC di Amsterndam.
Namun, tidak pernah ada kapten kapal yang dipanggil Fockesz berani mendekat dan menerima surat itu.
Legenda Menakutkan
Di Eiland Kuyper, atau Pulau Cipir, patung Barend Fockesz bertahan sampai pergantian dua kali pergantian abad. Pelaut akan selalu memalingkan muka ke arahnya, setiap kali melewati Kepulauan Seribu. Namun tidak ada pelaut yang singgah di pulau itu.
Bagi pelaut-pelaut yang baru berlayar ke Batavia, patung Fockesz begitu menakutkan, punya aura mistis. Tidak ada yang sudi menjadi pengikut Fockesz dan menjadi awak kapalnya.
Tahun 1808, saat Inggris harus menyerbu Batavia — sebagai bagian dari perang melawan Napoleon Bonaparte — Admiral Dourie disebut-sebut tidak berani mendekat ke Batavia. Ia menahan armadanya di pulau terluar Kepulauan Seribu.
Setelah beberapa bulan, Admiral Dourie pulang. Di Inggris, Dourie melapor pertahanan Batavia — dengan komandan Herman William Daendels — terlalu kuat. Namun, laporan yang disampaikan pelaut adalah Admiral Dourie takut The Flying Dutchman.
Tiga tahun kemudian, saat Inggris menyerbu Batavia, beberapa pelaut mendarat di Pulau Cipir dan menghancurkan Patung Fockesz sampai ke pondasinya dan dibuat berkeping-keping.
Pada 4 Agustus 1811, Inggris mendarat di Cilincing tanpa perlawanan dari Belanda dan Prancis. Mereka bermalam di kota tua Batavia, sebelum menyerbu Weltevreden dan merebut Jatinegara. Batavia jatuh.
Mitos Fockesz lenyap dari Batavia, tapi The Flying Dutchman terus menjadi legenda sampai saat ini.