Moron

Dari Triliunan Anggaran DKI Jakarta, Hanya Rp 6 Miliar untuk Kepulauan Seribu

Jakarta — Muhammad Idris, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Nasdem, membanting pantat ke kursi kantornya. Ia diam sejenak, dan mengeluarkan kretek kesukaannya.

“Saya lelah,” katanya pendek membuka pembicaraan dengan beberapa rekan wartawan. “Kalau bisa menangis, mungkin air mata sudah meleleh di pipi saya saat pembahasan anggaran di Komisi D.”

Ia diam lagi. Orang-orang di sekelilingnya juga diam. Saat itu adzan Maghrib telah lewat. Di luar ruang, orang bergegas ke mushola terdekat untuk menunaikan shalat.

“Selain saya, tidak ada yang peduli dengan Kepulauan Seribu,” Idris mengawali pengalamannya kali pertama ikut sidang pembahasan anggaran di DPRD DKI Jakarta, Jumat 1 November 2019.

Muhammad Idris SE adalah Orang Pulo — demikian masyarakat Kepulauan Seribu menyebut dirinya — pertama yang duduk di DPRD DKI Jakarta. Sebelumnya, masyarakat Kepulauan Seribu diwakili sosok yang bukan Orang Pulo.

Sebagai Orang Pulo, Idris memiliki kaitan emosional dan primordial dengan seluruh dari 27 ribu penduduk Kepulauan Seribu. Ia tahu semua persoalan masyarakat Kepulauan Seribu, dan bertekad memperjuangkan aspirasi konstituennya.

Dalam rapat anggaran Jumat 1 November 2019, Muhammad Idris berbicara keras soal ketiadaan usulan pengadaan tanah pemakaman, pembangunan fasilitas Ipal di Pulau Kelapa, dan betonisasi garis pantai yang merusak pulau-pulau berpenduduk sebagai destinasi wisata.

“Satu lagi, minimnya anggaran perumahan dibanding wilayah lain Jakarta,” kata Muhammad Idris, salah satu Orang Pulau yang sukses sebagai pebisnis. “Anggaran untuk Kepulauan Seribu hanya Rp 6 miliar. Wilayah lain ratusan miliar.”

Pengalaman kali pertama terlibat dalam rapat anggaran di DPRD DKI Jakarta membuat Idris tahu mengapa selama ini Kepulauan Seribu seolah terabaikan dalam pembangunan. Selama bertahun-tahun, wakil masyarakat Kepulauan Seribu bukan Orang Pulo an. Kedua, anggota DPRD lainnya melihat Orang Pulu bukan konstituen mereka.

“Ketiga, hampir seluruh anggota dewan tidak punya hubungan emosional dan primordial dengan masyarakat Kepulauan Seribu,” kata Idris.

Kepulauan Seribu, sebagai kabupaten administratif, tidak memiliki instansi lengkap seperti di wilayah lain di Jakarta. Setidaknya, Kepulauan Seribu tidak punya Sudin Pemakaman, Sudin Perumahan dan Kawasan Permukiman. Akibatnya, usulan anggaran untuk pemakaman dan perumahan rakyat tidak pernah ada.

Padahal, menurut Idris, Kepulauan Seribu kini sedang menghadapi krisis ketersediaan lahan pemakaman dan fasilitas Ipal di permukiman. Lainnya, kebutuhan akan kapal ambulance jenasah.

“Khusus ambulance jenasah bisa terpenuhi. Kabupaten Kepulauan Seribu akan memberikan salah satu kapalnya untuk diubah menjadi kapal ambulance jenasah,” kata Idris.

Menurut Idris, eksekutif dan legislatif cenderung memberi perhatian kepada wilayah banyak penduduk. Ini terlihat dari postur anggaran yang mencapai triliunan di seluruh dari lima wilayah Jakarta, dan hanya puluhan miliar untuk Kepulauan Seribu.

Situasi ini terjadi setiap tahun, tanpa ada upaya mengubah keadaan. Di sisi lain, masyarakat yang jauh dari Kepulauan Seribu melihat pembangunan pariwisata di wilayah itu sedemikian hebat dengan masyarakat — terutama pemilik homestay — menikmatinya.

“Lihat Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan pulau-pulau yang padat penduduk,” kata Idris. “Banyak masyarakat miskin yang mengandalkan hidup sebagai nelayan.”

Selama bertahun-tahun masyarakat Pulau Kelapa tidak menikmati Ipal. Mereka buang air besar di pantai, yang sangat tidak sehat, dan merusak lingkungan. Mereka butuh Ipal dan toilet komunal, yang memungkinkan mereka tidak lagi buang air besar sembarangan.

Yang juga disoroti Idris adalah betonisasi garis pantai di banyak pulau. Menurutnya, betonisasi menimbulkan efek ganda yang bertolak belakang; menyelamatkan garis pantai dari abrasi, tapi merusak terumbu karang dan keindahan pulau.

“Akibatnya, wisatawan tidak bisa lagi menikmati pantai seperti di pantai-pantai wisata, tapi menikmati tembok beton pemecah gelombang,” katanya.

Betonisasi, lanjut Idris, harus dihentikan. Sebagai gantinya, pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu menggunakan anggaran Rp 23 miliar untuk betonisasi sebagai membangun Ipal di Pulau Kelapa.

Khusus lahan pemakaman, Idris bertekad mendesak pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu memasukan usulan itu pada tahun 2020. Ia juga akan coba menemui Gubernur Anies Baswedan, dan meminta sang gubernur untuk memberi perhatian lebih kepada Kepulauan Seribu.

“Sebagai Orang Pulo pertama yang duduk di DPRD, saya memikul beban yang tidak ringan,” ujar Idris. “Alangkah berdosa saya jika gagal memenuhi harapan Orang Pulau yang butuh perhatian pemerintah DKI Jakarta.”

Back to top button