Moron

Sekelumit Tentang Pinangsia

Warga Jakarta yang pernah beberapa kali ke Glodok pasti tahu Jl Pinangsia. Seperti Glodok, Pinangsia adalah kata yang tidak punya arti yang muncul akibat kesalahan ucap warga Tionghoa terhadap nama jalan dalam Bahasa Belanda.

Seorang penulis toponimi, atau asal-usul nama tempat, mengaitkan Pinangsia dengan pinang — salah satu tumbuhan jenis palm yang banyak ditemui di Indonesia. Sayangnya, sang penulis tidak mengemukakan bukti — berupa arsip dari era VOC dan Hindia-Belanda — yang menunjukan di kawasan itu pernah tumbuh pohon pinang.

Kebanyakan nama tempat di Jakarta memang berasal dari nama pohon yang mendominasi permukaan tanah kawasan itu, saat VOC datang dan membuat peta. Terlebih, sesuai teori toponimi yang digunakan orang Belanda, penamaan biasanya mengacu pada situasi permukaan tanah.

Namun ada beberapa nama di Jakarta yang tidak berkaitan dengan topografi. Pinangsia salah satunya. Lainnya adalah Glodok. Kedua kawasan itu tidak pernah menjadi tanah partikelir, yang membuat Belanda memberi nama sesuai topografi.

Pinangsia berasal dari Financienstraat, kata dalam Bahasa Belanda yang berarti jalan keuangan. Penduduk Tionghoa totok, atau xinke, kesulitan mengeja kata ini dan lebih suka menyebut pinansia.

Seiring waktu, setidaknya sebelum memasuki abad ke-20, pinansia berubah menjadi pinangsia. Memasuki abad ke-20, nama pinangsia sedemikian mapan di kalangan pebisnis keuangan, dan masyarakat berbagai etnis yang lalu-lalang di jalan itu.

Seperti kebanyakan jalan di kawasan pinggir Oud Batavia, Pinangsia adalah jalan bersejarah. Sebelum bernama Financienstraat, jalan ini bernama Koestraat.

VOC membangun jalan ini tahun 1627, dan berada di dalam kota Oud Batavia, atau Batavia lama. Tahun 1628, VOC membangun tembok kota. Koestraat, dengan berbagai pertimbangan, tidak berada di dalam tembok kota.

Tahun 1890, pemerintah Hindia-Belanda mengganti nama Koestraat menjadi Financienstraat. Sesuai namanya, kedua sisi jalan dipenuhi kantor bank, dan kantor-kantor bisnis keuangan. Orang-orang yang lalu lalang, kebanyakan etnis Tionghoa, adalah pelaku bisnis keuangan.

Nama Financienstraat relatif hanya dikenal di kalangan penduduk Belanda dan kulit putih non-Belanda. Di kalangan penduduk pribumi dan Tionghoa, jalan ini bernama pinangsia. Menariknya, nama Koestraat digunakan lagi untuk nama jalan pendek yang kini bernama Jl Pinangsia II.

Tahun 1954, ketika terjadi perubahan nama-nama jalan di Jakarta, Pinangsia Raya secara resmi mengganti nama Financienstraat. Namun, Pinangsia bukan lagi sekadar nama seutas jalan tapi kawasan.

Kalverstraat, jalan yang dibangun tahun 1622, menjadi Jl Pinangsia III. Kalverstraat adalah kata dalam Bahasa Belanda yang berarti anak lembu. Jalan ini dibangun ketika air dari Kali Molenvliet dialihkan ke timur.

Tahun 1627, Kalverstraat – menghubungkan Tayolingracht ke arah timur dan bagian selatan Heerenstraat – selesai dibangun. Heerestraat kini menjadi Jl Pintu Besar Selatan.

Seperti Koestraat, Kalverstraat sebelumnya berada di dalam Oud Batavia. Setelah pembangunan tembok kota selesai tahun 1632, Kalverstraat berada di luar kota. Seperti Financienstraat, nama Kalverstraat bertahan sampai pemerintah Indonesia mengubahnya.

Jl Pinangsia I punya sejarah lebih panjang. Tahun 1770, setelah pembangunan selesai, VOC memberi nama jalan ini Buiten Tijgersgracht. Di era Hindia-Belanda, jalan itu berganti nama menjadi Buiten Tijgerstraat.

Lebih ke belakang lagi, Pinangsia I yang kita kenal saat ini adalah bagian selatan Tijgergracht, yang tidak memiliki kanal. Jalan itu dibangun tahun 1627, bersama rumah sakit VOC yang terletak di sebelah timur, atau tidak jauh dari Kali Molenvliet. Setelah pembangunan tembok kota selesai tahun 1632, Tijgergracht berada di luar tembok. Akibatnya, rumah sakit VOC terpaksa dihancurkan.

Anehnya, dalam peta tahun 1750, jalan ini tidak memiliki nama. Tahun 1770 sebuah kanal digali di sisi jalan, dan munculah nama Buiten Tijgersgracht. Pada dekade kedua abad ke-20, saat kanal di sisi jalan difungsikan kembali, nama jalan berganti menjadi Buiten Tijgerstraat.

Seperti Koestraat dan Tijgergracht, Tayolingracht – berubah nama menjadi Buitenkaimanstraat dan kini Jl Pinangsia Raya – dibangun tahun 1627 dan menjadi satu-satunya jalan penanda batas Oud Batavia, atau Kota Tua Batavia. Tayolingracht adalah ujung selatan tembok kota bagian timur. Jalan sedikit miring ke tenggara, karena mengikuti tembok kota.

Tahun 1770, kanal Tayolingracht diisi ulang, atau difungsikan kembali, dan nama jalan berubah menjadi Buiten Kaaimanstraat. Akhir abad ke-19, Buiten Kaaimanstraat terhubung ke selatan melalui jalan kecil bernama Gang Commandant, kini bernama Jl Mangga Besar I, tapi nama jalan tetap tidak berubah.

Tidak diketahui sejak kapan bisnis keuangan di Pinangsia berakhir. Yang pasti, Pinangsia di era Jakarta modern adalah kawasan bisnis berbagai komoditas; elektronik, bahan bangunan, dan apa saja. Tahun 1980-an, Pinangsia juga dikenal sebagai pusat industri musik, dengan hampir seluruh perusahaan rekaman berkantor di kawasan ini. Saat ini yang masih tersisa adalah kantor Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri).

Pinangsia seolah bukan lagi Financienstraat peninggalan Hindia-Belanda, akibat perubahan bisnis masyarakat Tionghoa di dalam dan sekitarnya.

Back to top button