Covid-19, Satu dari Enam Anak Muda Kehilangan Pekerjaan
Jakarta – Organisasi Perburuhan Dunia (International Labour Organization/ILO) mengungkapkan, lebih dari satu dari enam orang telah berhenti bekerja sejak timbulnya pandemi Covid-19 sementara mereka yang tetap bekerja mengalami pengurangan jam kerja hingga 23 persen.
“Pandemik itu menimbulkan tiga kejutan pada anak muda. Tidak hanya menghancurkan pekerjaan mereka, tetapi juga mengganggu pendidikan dan pelatihan, dan menghambat jalan mereka yang ingin memasuki pasar tenaga kerja atau berpindah ke pekerjaan lebih baik,” ungkap ‘Monitor ILO: Covid-19 dan Dunia Kerja Edisi ke-4’, Kamis (28/5/2020) seperti dikutip dari situs resminya.
Menurut ILO, kaum muda terkena dampak pandemi secara tidak proporsional. Juga terjadi peningkatan yang besar dan cepat dalam pengangguran muda sejak bulan Februari. Lebih banyak mempengaruhi perempuan muda dibandingkan laki-laki muda.
Di angka 13,6 persen, tingkat pengangguran muda pada 2019 terbilang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Ada sekitar 267 juta kaum muda tidak bekerja, mengenyam pendidikan, atau megikuti pelatihan di seluruh dunia. Mereka yang berusia 15-24 tahun dan bekerja umumnya berada dalam bentuk pekerjaan rentan seperti pekerjaan berupah rendah, pekerjaan di sektor informal atau sebagai pekerja migran.
Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder mengungkapkan, krisis ekonomi akibat Covid-19 menghantam kaum muda – terutama perempuan – lebih keras dan lebih cepat daripada kelompok lain mana pun. Jika tidak mengambil tindakan yang signifikan dan segera untuk memperbaiki situasi ini, warisan virus bisa terasa sampai beberapa dekade.
“Jika bakat dan energi mereka dipagari oleh kurangnya kesempatan atau keterampilan, itu akan merusak semua masa depan kita dan membuatnya jauh lebih sulit untuk membangun kembali ekonomi pasca Covid-19 yang lebih baik,” kata Guy Ryder, seperti dikutip dalam situs resminya.
ILO juga menyerukan tanggapan kebijakan yang mendesak, berskala besar dan bertarget untuk mendukung kaum muda, termasuk program jaminan pekerjaan/pelatihan berbasis luas di negara maju, dan program padat karya dan jaminan di ekonomi berpenghasilan rendah dan menengah.
Pada Monitor ILO edisi keempat dipaparkan bagaimana langkah-langkah untuk menciptakan proses kembali ke lingkungan kerja yang aman. Disebutkan bahwa pengujian dan penelusuran secara teliti terhadap infeksi of Covid-19. “Sangat kuat berkaitan dengan gangguan pasar kerja yang lebih rendah …. [dan] gangguan sosial yang jauh lebih kecil dibandingkan langkah isolasi dan karantina,” tulisnya demikian.
Di negara-negara dengan proses pengujian dan penelusuran yang kuat, tingkat rata-rata pengurangan jam kerja jauh lebih rendah sebesar 50 persen. Ada tiga alasan yang menyebabkan hal ini: Pengujian dan penelusuran menurunkan tindakan isolasi yang ketat; meningkatkan kepercayaan masyarakat sehingga mendorong konsumsi serta mendukung ketenagakerjaan; dan membantu meminimalisir gangguan operasional di tempat kerja.
Selanjutnya, pengujian dan penelusuran dapat dengan sendirinya menciptakan pekerjaan baru, walau hanya sementara, yang dapat disasarkan kepada kaum muda atau kelompok prioritas lainnya.
Kemudian yang juga disoroti adalah pentingnya pengelolaan data pribadi. Biaya pun menjadi faktor, namun rasio manfaat terhadap biaya dari pengujian dan penelusuran ini “lebih menguntungkan”.
“Menciptakan pemulihan yang kaya pekerjaan juga mempromosikan kesetaraan dan keberlanjutan yang artinya membuat orang dan perusahaan kembali bekerja secepat mungkin, dalam kondisi yang aman,” kata Ryder.
Ryder melanjutkan pengujian dan penelusuran dapat menjadi bagian penting dari paket kebijakan apabila negara ingin memerangi rasa ketakutan, mengurangi risiko dan membuat perekonomian dan masyarakat bergerak lagi dengan cepat.
Monitor ILO edisi keempat ini juga memperbarui perkiraan penurunan dalam jam kerja di kuartal pertama dan kedua tahun 2020, dibandingkan dengan kuartal keempat tahun 2019. Diperkirakan 4,8 persen jam kerja hilang selama kuartal pertama 2020 (setara dengan perkiraan 135 juta pekerjaan penuh waktu, dengan asumsi 48 jam kerja per minggu).
Angka tersebut mewakili adanya sedikit kenaikan sekitar 7 juta pekerjaan sejak Monitor edisi ketiga. “Diperkirakan jumlah pekerjaan yang hilang di kuartal kedua tetap tidak berubah di angka 305 juta. Dari perspektif regional, Amerika (13,1 persen), dan Eropa dan Asia Tengah (12,9 persen) mewakili kehilangan terbesar dalam jadwal kerja dalam kuartal kedua,” tulis ILO dalam Monitor edisi keempatnya.
ILO melalui Monitor edisi keempatnya juga kembali seruan untuk langkah segera dan mendesak guna mendukung pekerja dan perusahaan sejalan dengan strategi empat pilar ILO: mendorong perekonomian dan ketenagakerjaan; mendukung perusahaan, pekerjaan dan pendapatan; melindungi pekerja di tempat kerja; dan mengandalkan dialog sosial untuk solusi. [*]