Oikos

Iran Berencana Menghapus Angka Nol dari Mata Uangnya yang Anjlok

  • Berdasarkan sistem yang diusulkan, satu rial akan setara dengan 10.000 pada nilai saat ini dan dibagi lagi menjadi 100 gheran.
  • Usulan redenominasi pertama kali diajukan pada 2019, tetapi kemudian ditangguhkan.

JERNIH – Komisi ekonomi parlemen Iran menghidupkan kembali rencana yang telah lama tertunda untuk memotong empat angka nol dari mata uang negara yang sedang jatuh, sebagai bagian dari upaya menyederhanakan transaksi keuangan.

“Rapat komisi ekonomi hari ini menyetujui nama ‘rial’ sebagai mata uang nasional, serta penghapusan empat angka nol,” kata situs web parlemen ICANA, mengutip Shamseddin Hosseini, ketua komisi tersebut, kemarin.

Berdasarkan sistem yang diusulkan, satu rial akan setara dengan 10.000 pada nilai saat ini dan dibagi lagi menjadi 100 gheran, menurut ICANA. Usulan redenominasi pertama kali diajukan pada 2019, tetapi kemudian ditangguhkan. RUU yang sedang berjalan harus melalui pemungutan suara parlemen dan mendapatkan persetujuan Dewan Wali, sebuah badan yang berwenang untuk memeriksa undang-undang. Namun tidak segera jelas kapan pemungutan suara parlemen tentang rencana itu dilakukan.

Pada bulan Mei, Gubernur Bank Sentral Iran Mohammad Reza Farzin mengatakan ia akan melanjutkan rencana tersebut, dengan mencatat bahwa rial Iran “tidak memiliki citra yang baik” dalam ekonomi global.

Langkah ini diambil saat Iran menghadapi tantangan ekonomi yang semakin dalam, termasuk inflasi yang tak terkendali, mata uang yang terdevaluasi tajam, dan dampak sanksi internasional yang berkepanjangan.

Hingga hari Minggu (3/8/2025), rial diperdagangkan sekitar 920.000 terhadap dolar AS di pasar jalanan, menurut media lokal dan situs web Bonbast yang memantau nilai tukar tidak resmi. Dalam praktiknya, masyarakat Iran telah lama meninggalkan rial dalam transaksi sehari-hari dan beralih ke toman. Satu toman setara dengan 10 rial.

Perekonomian Iran telah lama berada di bawah tekanan berat akibat sanksi AS yang luas sejak penarikan diri Washington dari kesepakatan nuklir penting pada tahun 2018 selama masa jabatan pertama Presiden AS Donald Trump. Setelah kembali menjabat pada bulan Januari, Trump menghidupkan kembali kampanye sanksi “tekanan maksimum” terhadap Teheran .

Pada bulan Juni, anggota parlemen Iran menyetujui menteri ekonomi baru Ali Madanizadeh setelah pendahulunya, Abdolnaser Hemmati, digulingkan dalam mosi tidak percaya karena gagal mengatasi masalah ekonomi negara.

Pada bulan yang sama Israel melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap infrastruktur nuklir dan militer Iran, memulai perang mematikan selama 12 hari.

Back to top button