Kemana Arah Langkah NU Selanjutnya ?
Tentu saja, apa yang ditawarkan NU soal pendidikan, tak boleh mengurangi apalagi mengubah dasar keyakinan yang selama ini digariskan.
Kan, sudah ada Partai Kebangkitan Bangsa yang sudah barang tentu, sebagai sayap NU, punya kewajiban memelihara kepentingan politik warga Nahdliyin secara keseluruhan.
JERNIH- KH Yahya Cholil Staquf yang kerap disapa Gus Yahya, sudah resmi menduduki jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026, melalui Muktamar ke 34 yang digelar di Lampung. Pengumumannya, sudah disampaikan Jumat (24/12) dini hari tadi.
Bisa dibilang, beban berat kini ada di pundak Gus Yahya. Sebab masa depan jamaah NU, menjadi tanggung jawabnya. Mulai dari soal agama, ekonomi, pendidikan, hingga pada wilayah perpecahan publik yang sudah barang tentu dilatar belakangi pilihan politik.
Begitu juga pada soal kebangkitan pendidikan dan penguatan sumber daya manusia. Yahya, kudu benar-benar mperhatikannya sebab kian hari, menjadi sangat penting dan tak mungkin dihindari.
Soal pendidikan, Profesor Imam Suprayoo, Guru Besar Tarbiyah UIN malang dalam sebuah tulisannya menilai kalau selama ini, dalam mengembangkan pendidikan, NU lebih banyak berpihak pada masyarakat kalangan bawah. Ya petani desa, pedagang, buruh, nelayan, serta orang-orang dengan ekonomi menengah ke bawah.
Tampak betul, kalau lembaga pendidikan NU baik pesantren, madrasah dan sekolah-sekolah, pada umumnya menampung anggota masyarakat dari kalangan ini guna mengakses pendidikan. Ini, kata Imam, justru punya nilai lebih. Dan NU konsisten melayani masyarakat.
Imam menilai, dalam perkembangannya, lembaga pendidikan yang dikelola NU harus lebih memikirkan alternatif lebih luas dan menyeluruh lagi. Agar, amal saleh gerakan organisasi keagamaan yang bersifat kultural ini memiliki nilai sesuai tantangan zaman.
Tentu saja, apa yang ditawarkan NU soal pendidikan, tak boleh mengurangi apalagi mengubah dasar keyakinan yang selama ini digariskan.
Sementara itu, dalam rangka pemerataan ekonomi umat, di mata Presiden Jokowi, NU memiliki potensi berupa kekuatan anak-anak muda serta santri yang berkualitas. Jika mampu dirajut dalam sebuah kekuatan lokomotif, tentu mampu menarik gerbong-gerbong lain kemudian bersama-sama membawa kesejahteraan.
Dalam Muktamar ke 34 di Lampung, Jokowi pun menyodorkan tawaran membuat wadah berupa kelompok usaha. Tujuannya, agar anak-anak muda NU mengembangkan kemampuannya baik di bidang pertanian, mineral serta batu bara.
Tapi syaratnya, konsesi yang dibangun harus dapat mendorong usaha lain agar turut menikmati hasilnya. Tentu, ini diperlukan kerja besar dari NU sendiri.
Sebagai pemimpin di G-20, Jokowi bilang, Indonesia tentu ingin mempengaruhi kebijakan-kebijakan dunia yang berpihak pada negara-negara miskin, berkembang serta negara kecil. Terutama, pada soal digitalisasi, perubahan iklim dan ekonomi hijau. Dan konsentrasi itulah yang bisa dimasuki NU dalam rangka membangun perekonomian umat.
Jauh-jauh hari, KH Yahya Cholil Staquf memang sudah menyatakan tak ada capres dan cawapres dari kalangan NU. Pernyataan itu, tentu keluar sebab Yahya sadar betul adanya kegelisahan yang memicu kontroversi di kalangan Ulama, Kyai dan santri juga warga nahdliyin lainya. Makanya, semangat kembali ke khittah 1926, ketika NU pertama kali berdiri, terasa abu-abu.
Kan, sudah ada Partai Kebangkitan Bangsa yang sudah barang tentu, sebagai sayap NU, punya kewajiban memelihara kepentingan politik warga Nahdliyin secara keseluruhan.[]