Oikos

Meski Punya Pabrik Gula Terbesar di Dunia, Krisis Gula yang Parah Landa Mesir

Mesir tak mampu mengimpor gula karena kekurangan dollar AS untuk membayarnya, selain adanya krisis global berupa pandemic COVID-19 dan perang di Ukraina.

JERNIH– Warga Mesir saat ini menyaksikan kenaikan harga gula putih yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di negeri para Firaun itu, kini harga satu ton gula pasir mencapai 16.750 pound Mesir, setara 682 dolar AS atau sekitar Rp 10.571.000 pada kurs dollar 15.500.

Di tingkat pengecer, harga sebungkus gula pasir bermerk Al-Doha ukuran 1,6 pon atau sekitar 0,73 kilogram dihargai 23 pound Mesir, setara 0,94 dolar AS atau sekitar Rp 14.570. Sementara merk-merk dengan kualitas di bawahnya berkisar antara 18 pound dan 21 pound, sekitar Rp 13.200.

Ini terjadi pada saat perusahaan Canal Sugar di Mesir—dengan saham pengendali dikuasai Al Ghurair yang berbasis di Dubai–mulai beroperasi Mei lalu, dengan  fasilitas pemrosesan gula bit di Minya, wilayah Mesir Hulu. Pabrik itu akan menjadi pabrik gula terbesar di dunia, dengan produksi tahunan diharapkan lebih dari 900 ribu ton gula.

Pengamat percaya bahwa krisis gula di Mesir merupakan akibat dari kurangnya pasokan di pasar dan kegagalan pengiriman gula mentah dari pelabuhan karena kurangnya dolar AS. Hal itu, menurut pengamat, diperparah dengan masalah global dalam pengiriman dan impor, akibat pandemi virus corona dan invasi Rusia ke Ukraina.

“Kenaikan harga gula saat ini disebabkan kurangnya pasokan dan terbatasnya ketersediaan di pedagang,” kata Hassan al-Fandi, kepala divisi gula di Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Mesir, kepada Al-Monitor.

Menurut al-Fandi, kurangnya stok gula di Mesir saat ini disebabkan fakta bahwa tahun ini menandai berakhirnya musim produksi bit Mesir. Semua itu ditambah kurangnya impor karena ketiadaan dolar AS dan krisis global seperti pandemi virus corona dan perang Rusia-Ukraina.

Disinggung adanya krisis gula meski pabrik Minya sudah beroperasi, Fandi mengatakan bahwa pabrik itu belum beroperasi penuh. “Tetapi ketika beroperasi dengan kapasitas penuh, diperkirakan akan menutup seperempat dari total konsumsi gula Mesir, yang akan menjembatani kesenjangan antara produksi dan konsumsi,”kata dia.

Fandi mengatakan, kesenjangan antara volume produksi dan konsumsi di pasar Mesir diperkirakan sekitar 600.000 ton gula. Itu karena volume produksi gula putih Mesir sekitar 2,6 juta ton, sedangkan volume konsumsi berjumlah sekitar 3,2 juta ton per tahun.

“Agar harga gula turun, negara perlu mengimpor sekitar 150.000 ton untuk meningkatkan pasokan di pasar dan menurunkan harga,” kata dia. Persoalannya kembali, negara itu tengah kekurangan dollar untuk bisa mengimpor.

Selain fasilitas pengolahan gula bit yang diluncurkan Mei lalu, Canal Sugar juga sedang mengerjakan proyek untuk mengembalikan 181.000 hektare tanah gurun agar bisa kembali digunakan untuk budi daya. Rencananya, tanah itu akan dipakai untuk menghasilkan 2,5 juta ton gula bit per tahun, dan beragam tanaman strategis, antara lain, gandum, jagung, dan buncis.

Proyek ini juga akan membantu mengurangi impor sekitar 900 juta dollar AS per tahun, dan akan mengekspor produk sampingan senilai hingga 120 juta ton per tahun. Proyek tersebut juga diharapkan bisa memproduksi 216.000 ton bubur bit dan 243.000 ton molase setiap tahun, untuk diekspor ke luar negeri. [Al-Monitor]

Back to top button