Persona

Ustadz Syuhada Bahri; Ulama Teduh yang Kukuh di Jalan Dakwah

Ketika mengadakan pelatihan di Sungai Lilin, Musi Banyuasin di masa Orde Baru, acara sempat akan dibubarkan. Meskipun diancam, Syuhada Bahri tetap melaksanakan pelatihan itu. Dia minta aparat keamanan untuk mengikuti secara langsung acara pelatihan tersebut.

Oleh   : M. Anwar Djaelani*

JERNIH– lnaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kalimat istirja’ ini beredar cepat di berbagai grup WhatsApp (WA) sekitar pukul 05.00, Jumat 18 Februari 2022. Menegaskan telah berpulang ke Rahmatullah, Ustadz Syuhada Bahri, ketua umum Dewan Dakwah Islaimiyah Indonesia (DDII) 2007-2015. Atas berita itu, banyak yang berduka dan mendoakan almarhum.

Pada Kamis, 17 Februari 2022, meski terbatas di sebuah grup WA, ada kabar bahwa di hari itu Ustadz Syuhada Bahri akan menjalani operasi paru-paru. Si pembawa berita memohon agar kita mendoakan beliau supaya proses itu dimudahkan Allah.

Esoknya, beredarlah kabar duka seperti yang disebut di paragraf pembuka tulisan ini. Kita berdoa semoga Allah menyambut almarhum dengan sepenuh cinta seperti yang tergambar pada QS Al-Fajr [89]: 27-30:“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.”

Syuhada Bahri wafat di hari Jumat, hari mulia. Banyak yang merasa kehilangan dengan wafatnya tokoh umat ini. Tentu saja duka mendalam terutama ada di keluarga besar Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Syuhada Bahri patut menjadi teladan. Lelaki berperangai lembut itu lahir di Banten,  pada 15 Juni 1954. Dia alumnus Institut Islam Siliwangi, Bandung, juga alumnus King Saud University di Riyadh, bidang kajian ilmu dakwah dan bahasa Arab.

Sejak muda, Syuhada Bahri aktif mengikuti pelatihan-pelatihan kepemimpinan di Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Gerakan Pemuda Islam (GPI). Adapun pengalaman berorganisasinya yang cukup lama, dijalaninya di Pemuda Muhammadiyah, Bandung.

Secara historis, banyak kader dari organisasi-organisasi yang pernah diikuti Syuhada Bahri itu di kemudian hari aktif di DDII. Termasuk dirinya.

Tampaknya, sejak awal Syuhada memang punya tekad kuat untuk aktif di dunia dakwah. Sejak masih bersekolah di tingkat menengah, yaitu di Pendidikan Guru Agama (PGA) Pandeglang, Banten, dia sudah aktif di kegiatan terkait dakwah.

“Saya selalu minta tampil untuk pidato,” kata Syuhada Bahri. Atas hal ini, dia sendiri tak tahu motivasinya apa. Selanjutnya, dia sering diminta mengisi pengajian di kampung-kampung sekitar. Sewaktu berada di Bandung, VOA Islam mencatat, dia mulai aktif di organisasi dakwah Korps Muballigh Muda Muhammadiyah.

Bukan tak mungkin, dari pengalaman panjang berbicara di berbagai mimbar ini kemudian Syuhada Bahri dikenal sebagai pendakwah. Bahkan, dikenal pula sebagai orator ulung.

Di situs yang telah disebut di atas, disebutkan bahwa setelah berkegiatan di Bandung, Syuhada Bahri pindah ke Jakarta. Setahun pertama dia menjadi guru. Belakangan, pada tahun 1976, dia bergabung dengan DDII. Tugas pertamanya, menempelkan foto-foto kegiatan dakwah di daerah.

Meski tugas ini sederhana, tapi dia mendapatkan sesuatu yang istimewa. Hal ini karena tugas itu dilakukannya di ruang Buya M. Natsir, selama lima tahun. Tentu saja, banyak pelajaran berharga yang dia dapatkan dari sang pendiri DDII itu.

Setelah itu, oleh DDII Syuhada Bahri ditugaskan menangani urusan dakwah di wilayah Indonesia bagian tengah, yang meliputi Jawa dan Bali. Berikutnya, dia ditugaskan ke daerah-daerah menangani seluruh aktivitas di Indonesia.

Prinsip kuat

Syuhada Bahri pendakwah yang ulet. Rupanya, performanya yang seperti ini karena dia punya semacam landasan yang kukuh. Seperti dikutip Teten Romly Qomaruddien, Syuhada Bahri pernah menuturkan bahwa: “Iman kepada Allah fondasi kehidupan, sedangkan iman pada Hari Akhir itu kendali kehidupan.”

Tampak, dua rukun iman yang disebut di atas sangat mempengaruhi kinerja dakwah Syuhada Bahri. Bahwa, kurang-lebih, di saat kita berdakwah harus karena iman kepada Allah dan untuk bekal di hari akhir.

Saat Syuhada dipilih menjadi ketua umum DDII, tentu hal itu didasarkan kepada alasan yang kuat. Hal yang mudah dilihat, dia pendakwah yang punya pengalaman luas di lapangan.

Dia adalah da’i yang lama berkecimpung di dunia dakwah di berbagai pedalaman, di pelosok-pelosok negeri. Ada catatan, bahwa jejak dakwah Syuhada Bahri ada di  Mentawai, Nias, Maumere, Labuan Bajo, Sorong, Fakfak, Timika, Merauke, Badui, Tobelo, dan Tanjung Soke. Juga di pelosok Kalimantan, Timor Timur dan lain-lain

Khusus di Timor Timur, konon, sampai gang-gangnya pun Syuhada Bahri hafal. Maka, dia merasa sangat terpukul ketika Timor Timur lepas dari Indonesia. Hal ini, karena dia telah merasa menyatu dengan umat Islam di sana.

Sebagai da’i DDII, Syuhada Bahri telah menjelajahi hampir semua pelosok Indonesia. Aktivitas dakwah di wilayah-wilayah terpencil itu ditekuninya bertahun-tahun. Dalam sekali kunjungan bisa berhari-hari.

Syuhada seorang yang cekatan dan tak mengenal lelah. Ada yang mengenang, bahwa dia biasa berkeliling dakwah dengan naik kapal berjam-jam, membonceng ojek, atau jalan kaki berkilo-kilo meter.

Apa saja yang dikerjakannya? Hal yang standar, antara lain: memotivasi para da’i, memberikan pelatihan kepada para calon da’i yang selama ini dibina, dan bersilaturahim dengan masyarakat setempat.

Ada pun di antara yang berkesan, ketika mengadakan pelatihan di Sungai Lilin – Musi Banyuasin, di masa Orde Baru. Acara sempat akan dibubarkan. Meskipun diancam, Syuhada Bahri tetap melaksanakan pelatihan itu. Dia minta aparat keamanan untuk mengikuti secara langsung acara pelatihan tersebut.

Tak hanya di dalam negeri,  aktivitas dakwah Syuhada Bahri jugab merambah berbagai dunia Islam. Dia telah berkeliling ke berbagai negara. Misalnya, dia pernah diundang ke Bosnia. Dia juga pernah berdakwah ke berbagai kota di Inggris atas undangan Keluarga Islam Britania Raya (Kibar).

Saat memimpin DDII, Syuhada Bahri membuat perubahan yang berarti. Dia mengalihkan kekuatan figur kepada sistem. Dia sadar, usaha ini tak mudah karena akan mengubah sesuatu yang sudah tertanam puluhan tahun.

Syuhada Bahri terus melangkah. Dia ingin menggerakkan orang-orang yang terlibat di DDII dalam sebuah sistem dan bukan karena figur lagi. Lewat sistem, setiap orang dipaksa untuk berkreasi dan tidak lagi menunggu komando.

Atas langkahnya itu, Syuhada Bahri cukup punya alasan. Bahwa DDII di masa kepemimpinannya adalah semacam peralihan, dari generasi binaan langsung Buya Natsir, ke generasi yang tidak bersentuhan langsung dengan Sang Pendiri DDII itu.

Syuhada Bahri yang menikah pada tahun 1985 dan dikaruniai 12 anak ini adalah salah satu kader terbaik Buya Natsir. Terbaik, terutama dalam hal penguasaan lapangan dakwah di Indonesia.

Terakhir, seperti Ustadz Syuhada Bahri, mari jangan pernah lelah berdakwah. Seperti almarhum yang pernah menjadi koordinator Da’i Nusantara, ajaklah umat untuk selalu belajar. Terus rapatkan barisan. Jangan lalai dalam mempersiapkan diri menghadapi tantangan, fisik maupun mental. [DDIIJatim.com]

*Ketua bidang pemikiran Islam Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jawa Timur

Back to top button