Polri Beri Ruang Berprestasi Bagi Polwan Sebagai Bentuk Hak Kesetaraan Gender
Saat ini sudah banyak polisi wanita (polwan) yang menjadi jenderal, banyak pula polwan yang menduduki posisi berisiko tinggi.
JERNIH-Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuka The 58 Th International Association Of Women Police (IAWP) Training Conference di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (7/11/2021).
Dalam sambutannya Jenderal Sigit menyebut hingga saat ini masih terdapat stereotipe bahwa institusi Kepolisian hanya dianggap sebagai pekerjaan bagi kaum pria. Hal tersebut dibantah jenderal Sigit dan menyebut jika saat ini sudah banyak polisi wanita (polwan) yang menjadi jenderal, banyak pula polwan yang menduduki posisi berisiko tinggi.
Sementara terkait kesetaraan gender di internal polri, jenderal Sigit memastikan jika Polri memberikan ruang kepada para polwan untuk mendapatkan hak kesetaraan gender.
“Di Polri kami tentunya berikan ruang untuk itu. Dan saat ini kurang lebih ada tiga Jenderal yang ada di jabatan-jabatan tertentu di Mabes Polri. Dan juga ada beberapa posisi atau jabatan di level operasional yang berisiko tinggi. Ini pun juga ditempati oleh rekan-rekan polwan,” kata Sigit dalam keterangan tertulis.
Jenderal Sigit juga menyinggung bahwa selama ini sosok polisi wanita memiliki peran dan kontribusi yang luar biasa bagi organisasi Polri.
Institusi Polri juga telah berkomitmen menciptakan institusi kepolisian yang inklusif bagi semua golongan, termasuk perempuan. Dalam hal ini, perubahan kultur berbasis gender di internal kepolisian akan memiliki dampak terhadap sistem penegakan hukum pada umumnya.
“Jika kita mau mengubah pandangan diskriminatif terhadap perempuan, kita harus memulai dari menyelesaikan permasalahan stereotipe di bidang profesi kita, yaitu keamanan dan penegakan hukum,”.
Polri memberi ruang bagi polisi wanita untuk berkarya khususnya dalam mendukung reformasi kultural menjadi polisi yang lebih humanis dan dekat dengan masyarakat.
“Polwan memiliki kepekaan gender yang lebih baik dalam meningkatkan respon terhadap kejahatan berbasis seksual dan gender, meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional, membangun kepercayaan masyarakat, serta meningkatkan legitimasi lembaga-lembaga penegak hukum,”.
Indonesia menjadi negara Asia pertama yang menjadi tuan rumah kegiatan tersebut sejak 1958. (tvl)