Politeia

Polri Hadirkan Ken Setiawan dalam Webinar Kebangsaan di Purbalingga

Menurut Ken, orang-orang yang terjebak dalam paham radikalisme, intoleransi dan terorisme ialah akibat tidak mau belajar, malas, dan taklid dalam satu kelompoknya saja yang dianggap paling benar

JERNIH-Kepolisian Republik Negara Indonesia (POLRI) melalui Polres Purbalingga menggelar webinar kebangsaan dengan tema penanggulangan bahaya penyebaran paham intoleransi radikalisme dan terorisme di masyarakat.

Sesuai dengan tujuannya, webinar yang dihadiri oleh pejabat purbalingga seperti kepala dinas pendidikan, kepala Kesbangpol, PKUB, pelajar dan mahasiswa serta perwakilan Ormas di Purbalingga acara ini diharapkan dapat membentuk kader bangsa yang Pancasilais dan berkarakter dalam rangka mencegah paham intoleran radikalis dan terorisme.

Acara webinar dibuka oleh Kombes Pol Heska Wahyu dari Kasubdit Kamneg Badan Inteljen Keamanan Mabes Polri. Dalam sambutannya, Kombes Heska mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dan mengantisipasi pencegahan paham intoleransi rasikallisme dan terorisme untuk menjaga keutuhan NKRI.

Moderator dalam Webinar Kebangsaan ini adalah Kompol Pujiono selaku Kabag Ops Polres Purbalingga memandu jalan diskusi berlangsung.

Tidak sekadar formalitas, kegiatan ini turut mengundang mantan perekrut NII yaitu Ken Setiawan, mantan komandan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang merupakan salah satu organisasi terlarang di Indonesia.

Dalam kapasitasnya, Ken Setiawan memaparkan tentang bahayanya pemahaman radikal saat ini yabmng menyebar begitu pesat dimasyarakat lewat media sosial.

Ken Setiawan sendiri saat ini menjadi pionir gerakan Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, yaitu sebuah organisasi yang gerakannya menjadi bilik aduan masyarakat serta motor pencegahan atas gerakan NII yang saat ini dianggap menyesatkan Ummat.

“Tidak perlu muluk-muluk bagi NII dalam melakukan kaderisasi,” bahkan Ken Setiawan memberikan simulasi, dalam kurun waktu 2 menit orang bisa mengkafirkan dirinya. Ken juga melakukan simulasi perekrutan nii dengan salah satu audiensi.

“Selanjutnya, cukup membuat dialog singkat, perlahan mengubah kalimat syahadat, mentransisikan pola gerakannya ke arah yang modern, lalu melakukan tahap pembinaan dengan iming-iming surga dengan instan,” .

Dalam penilaian Ken, organisasi intoleran dan radikal memanfaatkan kesempatan menggaet calon anggota baru saat situasi bangsa sedang terpecah belah seperti saat ini. Hal tersebut menjadi potensi besar bagi NII untuk bisa kembali bangkit.

“Bahkan ketika keadaan terjadi konflik, maka itu dianggap sebuah peluang besar untuk meruntuhkan pemerintah yang dianggap zalim dan taghut,” kata Ken lebih lanjut.

Oleh karenanya, pada kesempatan itu Ken mengajak seluruh lapisan masyarakat yang hadir untuk bersama memerangi pemikiran memecah belah bangsa tersebut. Yaitu dengan cara merangkul segenap lingkungannya untuk kembali berpegang teguh pada Pancasila.

“Caranya, kita harus berusaha satukan perspektif dahulu tentang radikalisme dan Pancasila yang dianggap taghut. Setelah itu baru bisa merapatkan barisan untuk melawannya agar masyarakat tidak terpengaruh dan terpapar paham radikal,”.

Saat ini, kata Ken, orang-orang yang terjebak dalam paham radikalisme, intoleransi dan terorisme ialah akibat tidak mau belajar, malas, dan taklid dalam satu kelompoknya saja yang dianggap paling benar.

“Akibat adanya paham sesat radikal, intoleran, dan anti Pancasila inilah masyarakat jadi banyak salah kaprah tentang ajaran Islam. Banyak yang akhirnya masyarakat yang phobia terhadap agama, bahkan ada orang tua yang tidak membolehkan anaknya belajar agama di sekolah atau di kampus, karena takut anaknya direkrut kelompok radikal,”.

Karena kewaspadaan yang berlebihan akhirnya anak mereka tidak dibekali ilmu agama yang otomatis akan terancam dengan bahaya baru, misalnya narkoba, pergaulan bebas, hoax dan lain sebagainya.

Diharapkan oleh Ken, agar masyarakat memahami konsep Pancasila dengan Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda beda tetapi tetap satu, setiap agama bisa hidup damai saling berdampingan dengan toleransi tanpa adanya kecurigaan dari setiap pihak karena pada dasarnya tidak ada agama yang mengajarkan kebencian.

“Sehingga kita bisa tetap hidup berdampingan dengan semua saudara kita dari berbagai latar belakang apapun,”.

“Agama itu menjadi rahmat, ketika belajar agama otomatis ahlaknya menjadi baik, jadi kalau ada orang mengaku beragama tapi dia mengajarkan kebencian, hujatan dan caci makian hendaklah jangan di ikuti, saya yakin dia belajar dengan orang atau guru yang salah,”.

Selanjutnya Ken berpesan, belajarlah agama dengan paripurna kepada ahlinya yang jelas. Soalnya, bila sudah sembunyi sembunyi, selalu menyalahkan orang lain, bahkan sampai dalam tahap mengkafirkan orang lain, Ken meminta untuk segera menolaknya.

“Tapi bila terus memaksa, laporkan ke aparat terdekat. Tolak ukurnya mudah, yaitu akhlak, agama itu menjadikan pemeluknya menjadi tersenyum dan membuat orang tersenyum. Jadi, bila ada orang mengajarkan agama dengan pemarah, berarti itu ajaran sesat. Jangan ikuti, karena bisa menyesatkan,” terang dia.

Selain Ken Setiawan,  hadir juga narasumber dari Ketua MUI Purbalingga KH. Ghorib Abdurrahman dan KH. Fahrur Rozi, M.Hum yang merupakan Dosen UNUGHA Cilacap.

Dengan acara Webinar ini diharapkan para narasumber dan peserta webinar dapat menjadi penyambung lidah atau mitra kepolisian untuk menangkal radikalisme, terorisme dan intoleransi dalam masyarakat.

Diakhir sesi, Ken Setiawan menyampaikan pesan bahwa ia membuka ruang diskusi dan pengaduan masyarakat di hotline whatsapp 0898-5151-228. (tvl)

Back to top button