Ada Batu Simbol Kelamin Dewa Siwa di Talagasari Kawali
Jernih — Angin berhembus lirih, suara gemericik air yang jatuh dari teras-teras sawah terdengar konstan. Cur cor di mana-mana. Di teras pesawahan paling atas terdapat sebidang tanah kosong seluas 10 meter x 9 meter. Di pojok selatan terdapat gerumbulan ilalang yang tumbuh dari sela-sela hamparan batu kali berukuran sekepalan tangan. Di tengahnya nampak batu yang diskaralkan masyarakat sekitarnya. Mereka menyebutnya Batu Kontol.
Wanci lingsir ngulon, Jernih tiba di lokasi dekat situs Batu Kontol, di Blok Panyawungan Dusun CiLongok, Desa Talagasari Kawali, Ciamis. Sepasang suami istri berjalan beriringan dari arah pematang sawah, tampaknya menuju pulang. Tegur sapa khas lembur pun mngalir. Mereka bernama Kang Mulyadi dan istrinya, Bi Sopiatun, kepada Jernih mereka mengatakan telah selesai memperbaiki galengan sawah dan memeriksa solokan air karena hujan turun semalam.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tanah yang menjadi tempat keberadaan Batu Kontol rupanya dalam pengawasan mereka berdua. Situs itu kini diurus oleh Bi Sopiatun, yang melanjutkan amanat Abah Wirya, juru kunci sebelumnya. Setiap menyebut nama batu Kontol, Bi Sopiatun terkesan rada kagok. Sebagai wanita, tentu tidak leluasa menyebut kata kontol kepada sembarang orang. Takut dianggap tidak sopan. Sehingga ia menyebutnya “batu taeun”.
Walau demikian, sejak jaman baheula, batu itu telah disebut Batu Kontol, sehingga masyarakat disekitarnya menyebutnya demikian. Walau terkesan vulgar, namun sejatinya itu adalah ungkapan verbal yang sesuai untuk penyebutan lingga dalam bahasa Sunda. Dalam konsepsi Hindu, lingga memang bermakna phallus, simbol alat kelamin Dewa Siwa. Sedangkan dalam tradisi megalitik, slat kelamin laki-laki adalah silmbol kesuburan.
Batu Kontol yang disakralkan termasuk lingga dalam ukuran kecil. Bentuknya memang menyerupai alat kelamin. Ada bagian batang dan kepala. Tinggi keseluruhannya 25 cm, panjang bagian kepalanya 16 dan lebar 13 cm. Lingga tersebut tampak miring ke utara. Menurut Bi Sopiatun sejak dulu memang begitu posisinya.
“Seingat saya dari dulu, batu taeun teh, sudah ada di tempatnya sekarang dalam posisi seperti itu.” Kata Bi Sopiatun. Ia masih tak tega menyebut kontol. Bila posisinya demikian berarti batu itu memang “in situ”, yaitu posisi dan letaknya tidak berubah dari sejak pertama kali ditegakan sebagai sarana ritual dalam kepercayaan Sunda Kuna. Sebagai sarana ritus, Batu Kontol berkaitan erat dengan pemuliaan terhadap padi.
Lingkungan batu kontol merupakan area pesawahan di lereng Gunug Sawal bagian timur . Keletakan lokasi Batu Kontol dengan situs Astana Gede Kawali tidak begitu jauh, berjarak sekitar 2 km ke arah barat. Situs Batu Kontol yang masih lestari sampai saat ini menjadi bukti dari gambaran kepercayaan lama yang masih dilestarikan.
Bi Sopiatun juga menyebutkan bahwa saat akan panen padi, ia selalu menyimpan sesaji berupa makanan yang disimpan dalam takiran daun cau. Hal itu menurut Bi Sopiatun bagian dari tradisi yang perlu dilestarikan, seperti yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya. Ia juga menyebutkan adanya batu lain yang dianggap sakral, yaitu batu peti. Loksasinya masih di blok Panyawungan, tidak jauh dari Batu Kontol.
“ Batu peti mah rada angker.” Ujar Bi Sopiatun yang diiyakan oleh Kang Mulyadi. Jernih tak sempat melihat Batu Meja, malah keasyikan menikmati hamparan sawah di area Batu Kontol yang sejuk. Di dekat batu kontol tampak takiran sajen yang telah kering dan kosong isinya. Uniknya puluhan cangkang tutut berserakan.
Tentu bagian dari sajen. Ini mengingatkan pada Terompet kulit keong yang disebut Panchajanya, sebagai salah satu senjata yang dipegang tangan kiri Dewa Wisnu. Dalam kepercayaan Hindu, Panchajanya adalah simbol kreativitas, lambang penyusun alam semesta yakni: air, tanah, api, udara, dan ether. Orientasi lingga yang mengarah ke utara menunjukan gejala yang sama, yakni arah yang ditempati Dewa Wisnu.
Dalam kepercayaan Sunda Kuna, dewa-dewa Hindu maupun Buddha tetap dihormati. Namun kedudukannya berada di bawah Hyang, yaitu unsur adikodrati. Hal itu ditegaskan dalam naskah Sunda Kuna Sanghyang Siksa Kandang Karesian, bahwa dewa bakti di Hyang. Nama-nama seperti Sanghyang Taya, Sanghyang Batara Premana, Sanghyang Keresa, Batara Tunggal, Batara Jagad, Batara Seda Niskala adalah beberapa penyebutan untuk Tuhan Yang Maha Kuasa.
Menurut naskah Sunda Kuna Sewakadarma yang sarat dengan nafas Hindu, Buddha dan Kepercayaan Sunda Kuna, disebutkan bahwa kahyangan tempat para dewa berada di bawah Kahyangan Saridewata tempat tinggal Ni Dang Larang Nuwati, diatasnya lagi terdapat Kahyangan Bungawari tempat tinggal Pwa Sanghyang Sri, Pwa Naga Nagini (dewi Bumi) dan Pwa Soma Adi (dewa Bulan).
Keberadaan Batu Kontol sebetulnya tidak begitu diketahui secara luas di Kawali. Dapat dikatakan situs ini pengenalannya hanya di kawasan Talagasari saja. Dari sisi sejarah, keberadaan situs yang masih terjaga keasliannya ini memiliki nilai penting untuk memahami religi masyarakat Sunda Kuna. Di sisi lain menjadi bukti sudah adanya sawah dimasa kerajaan Sunda Galuh Kawali. [ ]