Ada Nama Jalan R.M. Irawan Sujoeno di Belanda. Siapa Dia?
Ayahnya, Raden Adipati Ario Soejono, adalah orang Hindia Belanda pertama yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Belanda. Dengan kata lain, dalam pandangan hitam-putih, keluarga itu memang kolaborator Belanda sejak lama. Pada masa pendudukan Nazi Jerman di Belanda (1940-1945), Irawan bergabung dengan kelompok pejuang bawah tanah Binnenlandsche Strijdkrachten (Tenaga Pejuang Dalam Negeri) cabang Leiden, dikenal sebagai Henk van de Bevrijding (Henk Pembebasan).
JERNIH– Banyak nama jalan yang berasal dari nama-nama tokoh sejarah. Di Jakarta, misalnya, ada nama jalan Dharmawangsa, Kertanegara, Brawijaya, Purnawarman, Diponegoro, Teuku Umar, Sisingamangaraja, Dewi Sartika, Panglima Polim, Cut Nyak Dien, Sudirman, dan M.H. Thamrin, antara lain.
Penghargaan terhadap tokoh memang bersifat universal. Dalam arti ada di banyak negara dan boleh digunakan negara mana pun. Pemerintah kita yang pernah bersimpati terhadap perjuangan rakyat Afrika pernah mengabadikan nama Patrice Lumumba sebagai nama jalan di bilangan Kemayoran. Karena dianggap tidak nasionalis, kemudian jalan itu diganti menjadi Angkasa. Untuk menjalin persahabatan dengan Maroko, jebullah nama Jalan Casablanca.
Belanda yang pernah menjajah Indonesia juga mengabadikan nama sejumlah tokoh Indonesia sebagai nama jalan atau gedung. Yang paling populer adalah R.M. Irawan Suyono Straat di pusat kota. Jalan itu, sebagaimana pernah diwartakan Radio Nederland Siaran Indonesia, diresmikan pemerintah Belanda pada 1990 untuk menggantikan nama jalan yang sebelumnya menggunakan bahasa Belanda.
Dalam buku-buku sejarah Indonesia memang nama R.M. Irawan Suyono tidak populer. Namun di Belanda nama R.M. Irawan Suyono sangat dihargai. Terlebih karena kegigihannya menentang penjajahan Jerman dan Jepang atas Belanda.
Siapakah dia?
Irawan Soejono adalah seorang mahasiswa Indonesia yang diakui oleh Belanda sebagai pahlawan negara tersebut karena perjuangannya melawan Nazi Jerman selama masa pendudukan Nazi Jerman di Belanda (1940-1945).
Wikipedia Indonesia menulis, sebelum Perang Dunia II, Irawan Soejono adalah anggota Perhimpunan Indonesia di Belanda. Ayahnya adalah Raden Adipati Ario Soejono, orang Hindia Belanda pertama yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Belanda (3 September 1940 – 24 Juni 1945) pimpinan Perdana Menteri Pieter Sjoerds Gerbrandy. Dengan kata lain, dalam pandangan hitam-putih, keluarga itu memang kolaborator Belanda sejak lama.
Pada masa pendudukan Nazi Jerman di Belanda (1940-1945), Irawan bergabung dengan kelompok pejuang bawah tanah Binnenlandsche Strijdkrachten (Tenaga Pejuang Dalam Negeri) cabang Leiden. Di kalangan pejuang-pejuang perlawanan Belanda, Irawan dikenal dengan nama Henk van de Bevrijding (Henk Pembebasan). Ia ditugasi menangani alat-alat percetakan bawah tanah dan radio untuk menangkap siaran-siaran Sekutu. Selain itu, ia juga menjadi anggota kelompok bersenjata perjuangan perlawanan Indonesia.
Irawan meninggal di usia 23 tahun di Leiden pada 13 Januari 1945. Saat itu ia sedang mengangkut sebuah mesin stensil yang digunakan untuk penerbitan perlawanan di bawah tanah. Hal itu diketahui Gestapo, polisi rahasia Nazi Jerman, yang kemudian berusaha menangkapnya. Irawan berusaha meloloskan diri, namun ia ditembak hingga tewas.
Setelah gugurnya Irawan Soejono, kelompok bersenjata bawah tanah ini dikenal dengan nama Grup Irawan Soejono.
Sebagai penghargaan atas perjuangan dan pengorbanannya, pada 4 Mei 1990, pemerintah wilayah kota Osdorp di Amsterdam, Belanda, menamai salah satu jalan di kota itu Irawan Soejonostraat (Jalan Irawan Soejono). [ ]