Batu Susun di Blok Rompe, Apakah Betul Sisa Bangunan Candi? Inilah Jawabannya.

CIAMIS – Keberadaan Batu Susun yang terletak di kawasan Blok Rompe, Desa Sukaraharja, Kecamatan Lumbung, Ciamis, akhir-akhir ini mengundang perhatian masyarakat pecinta sejarah di Kabupaten Ciamis setelah diviralkan karena diduga merupakan bangunan candi atau keraton. Struktur batu alam setinggi 35 meter dan panjang 300 meter tersebut bahkan telah dilaporkan oleh pihak Disbudpora Ciamis ke Balai Arkeologi Jawa Barat dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten untuk diteliti.
Keletakan Batu Susun Rompe berada di kordinat S 07°10’41.7” dan E 108°19’21.73”, di atas ketinggian sekitar 600 mdpl. Penampakan struktur batu tersebut berada dibagian barat dari kawasan perbukitan Desa Cikupa yang merupakan lereng Gunung Sawal bagian selatan. Desa Cikupa merupakan salah satu desa tertinggi yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung Gunung Sawal. Sedangkan Pasir Cingacung tersebut merupakan batas alam yang mengapit area pesawahan penduduk di blok Lamping dengan Sungai Rompe, yang mengalir dari utara ke selatan.
Dari penampakanya, karakter fisik Batu Susun Rompe tampak tersusun rapih sehingga memantik dugaan adanya sentuhan tangan manusia. Bagian yang dianggap muka dari Batu Susun ditandai dengan sebongkah batu persegi berukuran paling besar dan posisinya terlihat menonjol keluar. Batu tersebut ditopang oleh batu-batu pesegi lainnya yang berukuran lebih kecil membentuk ambang. Di bagian dalam ambang batu tersebut tertutup oleh batu besar lainnya yang patah di bagian tengahnya.
Formasi batuan di bagian depan tersebut mengesankan sebuah pintu atau lawang, sehingga warga Cikupa menyebutnya juga Batu Lawang. Sedangkan bagi warga Desa Selamaya (tetangga Desa Cikupa) yang berusia sepuh dan tahu tentang Batu Susun Cikupa, menyebutnya sebagai Batu Meja atau Batu Lomari.
Demikian pula bagian dinding lainnya yang tidak tertutup tanah menampilkan tumpukan-tumpukan batu berbentuk persegi. Bahkan dibeberapa bagian dinding terdapat tumpukan batu yang mengesankan sebagai pilar, seolah menyangga struktur bukit bagian atas yang rimbun oleh pepohonan. Di bagian atas Batu Susun tumbuh sebatang Pohon Dahu (Dracontomelon spp) besar yang langka. Tumbuhnya Pohon Dahu tersebut tampak menonjol diantara pohon-pohon lainnya sehingga menambah kesan angker Batu Susun bila dilihat dari kejauhan.
Tahun 2012, Batu Susun di Desa Cikupa pernah diteliti oleh Yayasan Tapak Karuhun Nusantara yang bergerak dalam penelitian sejarah. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa batu-batu di Batu Susun Cikupa bukanlah buatan manusia karena tidak ditemukan adanya jejak artifisial yang bersifat arkais sebagai sebuah struktur bangunan semacam candi. Di Batu Susun juga tidak ditemukan bukti arkeologis lainnya seperti artefak, fitur dan ekofak yang mendukung bahwa Batu Susun Cikupa adalah struktur bangunan kuno buatan manusia
Bentuk Batu Susun yang terlihat rapih seolah hasil campur tangan manusia merupakan batuan beku yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengalami pengerasan di luar permukaan kerak bumi (ekstrusif). Hal tersebut merupakan jejak Gunung Sawal dimasa lampau sebagai gunung berapi purba yang kini tidak aktif lagi.
Nanang Saptono, arkeolog dari Balai Arkeologi Jawa Barat, juga menyatakan bahwa Batu Susun adalah gejala alam yang disebut kekar lembar atau sheeting Joint. Selain sheeting joint, ‘produk’ lainnya dari batuan beku ekstrusif adalah columnar joint seperti yang banyak ditemukan dan dimanfaatkan dalam budaya dan religi di masa lampau, contohnya seperti di situs Gunung Padang Cianjur. Baik sheeting joint maupun columnar join menampilkan bentuk yang cenderung ‘rapih’ maka terkadang dicurigai sebagai hasil bentukan tangan manusia.
Walaupun tidak ditemukan bukti arkeologis yang mendukung bahwa Batu Susun Cikupa adalah struktur bangunan kuno, namun Batu Susun Cikupa memiliki kaitan dengan folklor Panji Boma, Sang Penguasa Dayeuh Luhur yang kisahnya dikenal luas di Kawali, Selamaya (Lumbung) Jatinagara (Dayeuh Luhur), Winduraja, Baregbeg, Sadananya dan Panjalu.
Dalam folklor Panji Boma yang berkembang di Cikupa, Batu Susun dianggap tempat menyimpan harta benda Putri Anjungsari, yaitu wanita yang dicintai Panji Boma namun gagal dinikahi karena bersaing dengan Maraja Sakti, Penguasa Kawali. Selain itu, dalam folklor disebutkan juga bahwa Batu Susun merupakan istana yang belum jadi. Agaknya rumor Batu Susun sebagai bangunan kuno yang diduga candi atau keraton yang berkembang saat ini bersumber dari folklor tersebut
Oleh karena dianggap tempat menyimpan harta kekayaan maka tahun 1960-an Batu Susun banyak dikunjungi para pencari kekayaan dengan jalan muja. Sedangkan warga Cikupa mengenal Batu Susun sebagai tempat yang angker, kediaman para dedemit dan ririwa, pusat keraton jin Gunung Sawal bagian Selatan.
Beberapa situs sejarah di Cikupa yang lokasinya satu kawasan dengan Batu Susun adalah Situs Astana Ageung, Situs Buyut Gangsa, Situs Buyut Landung Sataun dan Situs Pasarean. Tiga situs sudah berbentuk pemakaman sebagai ciri tinggalan masa Islam sedangkan Situs Pasarean memiliki watak Hinduisme karena adanya lingga dan batu meja yang merupakan tradisi megalitik yang masih disambangi oleh orang yang mencari kekayaan.
Diantara 4 karamat tersebut yang paling berpengaruh bagi warga Cikupa adalah Karamat Astana Ageung. Sedangkan tokoh Buyut Landung Sataun dan Buyut Gangsa Margadipa merupakan tokoh lokal yang berjasa besar dalam penyebaran Agama Islam di wilayah Sukahurip, Dusun Cigintung.
Lain halnya dengan Karamat Astana Ageung, tempat ini memiliki penggalan riwayat yang sempat dikisahkan tahun 2012 oleh Abah Sopandi (80 th) , kuncen yang sudah merawat tempat tersebut. Abah Sopandi menyebutkan bahwa Karamat Astana Ageung merupakan komplek pemakaman kuno dari abad 15-16 Masehi. Jumlah makam di Astana Ageung sebanyak 12 tetengger. Dua tokoh yang dimakamkan dan dikeramatkan berada dalam bangunan kecil, yaitu Eyang Mandala Pandita Sakti dan Putri Geulis Sapoe. Kedua tokoh ini berasal dari Pajajaran dan memiliki hubungan erat dengan Prabu Siliwangi.