Bawaslu: Kampanye di Tempat Pendidikan Diancam Penjara Dua Tahun
Yang dimaksud kampanye pemilu secara hukum adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
JERNIH-Anggota Bawaslu Puadi mengingatkan bahwa kampanye pemilu di kampus atau tempat Pendidikan dilarang dan larangan itu diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Puadi menyebut kegiatan itu diancam sanksi pidana penjara dua tahun jika ada yang melanggar aturan tersebut.
“Dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017 tentang Pemilu, terdapat larangan melakukan kegiatan kampanye di tempat ibadah atau tempat pendidikan.” Kata Puadi kepada wartawan, pada Jumat (22/7/2022).
Pernyataan Puadi mengomentari rencana kampanye pemilu di lingkungan pendidikan, termasuk kampus. Bahkan jika dilanggar, terdapat sanksi pidana penjara dua tahun.
“Jika larangan itu dilanggar, maka terdapat ancaman pidana paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta,” kata Puadi lebih lanjut.
Puadi mengingatkan, sesuai dengan definisi kampanye pemilu yang tertuang dalam Pasal 1 angka 35 UU Pemilu, yang dimaksud kampanye pemilu secara hukum adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
“Berdasarkan definisi ini, untuk mengatakan suatu kegiatan itu merupakan kampanye pemilu harus ada peserta pemilu,”.
Dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, disebutkan jika penetapan peserta pemilu partai politik baru akan dilakukan pada tanggal 14 Desember 2022. Sedangkan peserta pemilu anggota DPD dan pasangan capres dan cawapres baru akan ditetapkan pada tanggal 25 November 2023.
“Dari ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan larangan kampanye di tempat ibadah dan tempat pendidikan mulai berlaku setelah ada penetapan peserta pemilu oleh KPU,” jelas Puadi.
Dengan melihat aturan tersebut, menurut Puadi, jika seseorang atau partai politik melakukan kegiatan politik di kampus atau di masjid sebelum ada penetapan peserta pemilu maka kegiatan itu bukan masuk kategori kampanye pemilu.
Lalu bagaimana jika yang melakukan kegiatan adalah dosen yang memang aktivitas sehari-hari di kampus dan berstatus PNS?
“Jika kegiatan politik itu dilakukan misalnya oleh seorang dosen yang berstatus PNS, maka bisa saja kegiatan itu dikualifikasikan sebagai tindakan indisipliner atau pelanggaran kode etik. Namun demikian, bukan Bawaslu yang berwenang menyatakan tindakan itu adalah tindakan indisipliner, tetapi Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN,”.
Sebagai catatan yang dimaksud peserta pemilu adalah partai politik untuk pemilu anggota DPR dan calon anggota DPD untuk pemilu anggota DPD. Sementara untuk pilpres pesertanya adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden. (tvl)