Dikritik Anaknya Lewat Medsos, Tifatul Sembiring Klarifikasi Pernyataan Soal Tempat Jin Buang Anak
Fathan, meminta ayahnya diam dan tak membuat keisengan sebab pernyataan jin buang anak memang tak jadi masalah di era generasi bapaknya. Namun sekarang, zaman sudah berbeda.
JERNIH-Pada Senin 24 Januari lalu, ketika ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring, membela Edy Mulyadi terkait pernyataan kalau Kalimantan Timur sebagai lokasi Ibu Kota Negara (IKN) yang baru merupakan tempat jin buang anak. Dia bilang, ucapan itu sebatas kiasan yang sering dipakai dan bukan bentuk penghinaan.
“Enggak ada kalimat menghina, enggak ada, yang menghina yang mana?” kata Tifatul.
Dia bilang, kalimat tersebut memang sering dilontarkan masyarakat Betawi dalam kesehariannya guna menunjukkan lokasi yang sangat jauh dari keramaian.
Belakangan, Tifatul mengklarifikasi pernyataannya yang terkesan membela Edy Mulyadi itu. Namun kritik, justru dilontarkan Fathan Sembiring, putranya di akun Facebook miliknya.
Fathan, meminta ayahnya diam dan tak membuat keisengan sebab pernyataan jin buang anak memang tak jadi masalah di era generasi bapaknya. Namun sekarang, zaman sudah berbeda.
“Mingkem gitu Beh, mingkem..! Politik di Indonesia itu sudah tidak perlu keisengan-keisengan begini. What’s the point?Untuk generasi beliau, memang lontaran-lontaran begitu dipandang tidak masalah. Beliau lupa kalau sudah bukan zamannya lagi begitu, ada media sosial–wong dia menterinya dulu, kok masih coba-coba.
Suasana kebatinan masyarakat Indonesia di tengah-tengah pandemi begini sedang tidak baik-baik saja. Janganlah dikasih minyak untuk mengguyur bara, apalagi spesifik soal kedaerahan, wajar kalau siapapun yang berasal dari Kalimantan makin tersinggung,” tulis Fathan.
Fathan yang saat ini bekerja sebagai konsultan bisnis dan manajemen, mengaku sering bolak-balik ke Kalimantan dan menyebutnya sebagai masa depan Indonesia. Menurutnya, terlepas dari ajaibnya Undang-Undang IKN yang secepat kilat disahkan, sebaiknya Tifatul Sembiring fokus melontarkan kritik ke wilayah tersebut, bukan malah membela mantan caleg PKS yang kemudian ditangkap.
“Fokuslah lontaran kritis ke soal itu, bukan soal keisengan dengan membela entah siapa itu eks caleg dan kemudian ini yang ditangkap, diingat, dan memiliki jejak digital oleh masyarakat luas,” tulis Fathan melanjutkan.
“Koplak!” tulisnya menutup kritik terhadap bapaknya.
Tifatul, memang sudah mengklarifikasi pernyataannya yang seolah membela Edy Mulyadi. Dia bilang, apa yang dikatakannya tak terkait dengan kehebohan soal dugaan penghinaan terhadap Kalimantan Timur. Dia pun kemudian menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat luas.
Berikut petikan wawancara antara Tifatul Sembiring dengan wartawan yang menemuinya, pada 24 Januari 2022 lalu yang diluruskan.
Assalamu’alaikum wrwb.,
Untuk menjawab kesimpangsiuran pernyataan saya yang dipelintir sebagian media, yang seolah olah terkesan saya memprovokasi atas ucapan Saudara Edy Mulyadi tentang IKN, maka dengan ini saya sampaikan klarifikasi, meluruskan isi wawancara doorstop saya dengan para wartawan 24/01/2022.
1. Wartawan: Pak Tif, kenapa PKS menolak RUU IKN?
Tifatul (TS): Pemindahan Ibu kota ini kan terkesan terburu buru ya. Menurut saya, hal-hal pokok yang prioritas ditangani saat ini adalah mengatasi dampak pandemi virus Corona. Banyak masalah-masalah ekonomi, ada penyakit menular dan tidak menular yang sudah akut, PHK yang banyak terjadi dst dst. Nah pindah ibukota ini kan nggak ada yang mendesak, ditunda dululah. Biayanya tinggi, beban APBN berat, perlu dukungan kebutuhan dasar: Makanan, air dan energi untuk membangun ibukota baru.
2. Wartawan: Kalau Edy Mulyadi itu siapa Pak Tif, apakah betul ybs kader PKS.
TS: Seperti yang telah dijelaskan Humas DPP PKS, Pak Mabruri tentang siapa itu Edy Mulyadi, ybs betul pernah jadi caleg PKS, akan tetapi beliau sekarang tidak aktif, sebagai kader dan bukan pengurus di struktur PKS. Maka semua pernyataan ybs, adalah bersifat pernyataan pribadi, tidak bisa mewakili PKS. Tapi Edy kan sudah minta maaf, tidak ada maksud menghina atau melecehkan masyarakat Kaltim. Sebaiknya dimaafkan, ya sudahlah.
3. Wartawan: Tapi soal pernyataan, ‘Tempat jin buang anak itu’, bagaimana Pak Tif.
TS: Istilah ini kan sering digunakan oleh orang-orang Jakarta ya. Saya tanya kepada tokoh-tokoh Betawi yang paham soal ini. Mereka jelaskan maksud kiasan kalimat ‘tempat jin buang anak itu’ adalah tempat sepi, seram dan jauh dari keramaian. Jadi konotasi kalimat itu bukan untuk merendahkan atau menghina. Sayapun dulu, waktu mau pindah ke Depok dari Tanah Abang, teman-teman bilang, ‘Eh lu mau pindah ke tempat jin buang anak?’. Dulu Depok memang masih sepi.
4. Wartawan: Lalu bagaimana dengan akhir-akhir ini, banyak terjadi ketersinggungan etnis, Pak Tif?
TS: Begini ya, secara umum kita lihat Indonesia ini. Ada 276 juta jiwa, 1.340 suku, lebih 800 bahasa, 17.508 pulau, berbagai macam adat dan budaya. Kita kan harus kerja sama dan berinteraksi satu sama lain untuk membangun. Jangan mudah salah paham dan tersinggung. Misalnya orang Medan kalau ingin meyakinkan orang lain, nada bicaranya agak tinggi. Itu bukan menghardik, tapi sekedar menekankan.
Kalau dikit-dikit tersinggung, baper, kapan nikahnya kita.
(Wartawan tertawa…)
Sudahlah kita saling memahami dan saling memaafkan dalam hidup multi etnis begini.
5. Perlu saya garis bawahi, bahwa dalam wawancara saya tidak mengomentari masyarakat Kaltim sama sekali. Titik tekan poin saya adalah menjelaskan, bahwa kalimat ‘Tempat jin buang anak itu’, konotasinya bukan menghina. Tapi tempat sepi, seram dan jauh.
6. Lalu keluarlah judul berita, ‘Tifatul Bela Edy Mulyadi’, lalu dibumbui masyarakat jangan baper dsb. Ini sudah dipelintir dari poin pokok pernyataan asli saya. Lalu digoreng di medsos, hingga makin jauh pengertiannya.
7. Kalau pernyataan saya tersebut disalahpahami, saya mohon maaf yang setulus-tulusnya.
8. Demikian penjelasan ini saya sampaikan, semoga pihak-pihak terkait dapat memakluminya. Terima kasih atas segala perhatiannya dan mohon maaf atas segala kekhilafan.[]