Junaid Al-Baghdadi dan Kematian Gadis Rupawan yang Menggodanya
“Huuuf!” seru Junaid sambil meniupkan nafasnya ke arah si gadis. Si gadis terjatuh dan seketika itu pun meninggal.
JERNIH– Selama empat puluh tahun Junaid menekuni kehidupan mistiknya. Tiga puluh tahun lamanya, setiap selesai shalat Isa ia berdiri dan mengucapkan “Allah! Allah! Allah!” terus menerus hingga fajar, dan melakukan shalat Shubuh tanpa perlu berwudhu’ lagi.
Setelah empat puluh tahun berlalu, Junaid bercerita, “Timbullah kesombongan di dalam hatiku, aku mengira bahwa tujuanku telah tercapai. Segeralah terdengar olehku suara dari langit yang menyeru kepadaku: “Junaid, telah tiba saatnya bagi-Ku untuk menunjukkan kepadamu sabuk pinggang Majusimu!”. Mendengar seruan itu aku mengeluh: “Ya Allah, dosa apakah yang telah dilakukan Junaid?” Suara itu menjawab: “Untuk apa engkau tanyakan itu? Apakah engkau ingin mencari-cari dosa yang lebih menyedihkan daripada yang telah engkau perbuat?”
Junaid menghela nafas panjang, menundukkan kepala dan berkata,” Ia, yang tidak cukup berharga untuk penyatuan, segala perbuatan baiknya adalah dosa semata.”
Junaid lalu terus berdiam di dalam kamarnya dan terus menerus mengucapkan wirid, “Allah! Allah!” sepanjang malam. Tetapi lidah-lidah panjang para pemfitnah menyerang dirinya dan tingkah lakunya itu dilaporkan orang kepada khalifah.
“Kita tidak dapat berbuat apa-apa kepada Junaid bila kita tak mempunyai bukti” jawab Khalifah.
Kebetulan sekali khalifah mempunyai seorang hamba perempuan berwajah sangat cantik. Gadis ini telah dibelinya seharga tiga ribu dinar dan sangat disayanginya. Khalifah memerintahkan agar hamba perempuannya itu dipakaikan pakaian yang gemerlapan dan didandani dengan batu-batu permata yang mahal.
“Pergilah ke tempat Junaid!” Khalifah memberikan perintah kepada hamba perempuannya. “Berdirilah di depannya, buka cadar dan perlihatkan wajahmu. Permainkan batu-batu permata dan pakaianmu, dan ganggulah dia. Setelah itu katakanlah kepada Junaid: “Aku kaya raya tetapi telah jemu dengan segala macam urusan dunia. “Aku datang kepadamu agar engkau mau melamar diriku, sehingga bersamamu aku dapat mengabdikan diri untuk berbakti kepada Allah. Hatiku tidak berkenan kepada siapa pun kecuali kepadamu! Perlihatkan tubuhmu kepadanya. Bukalah pakaianmu dan godalah ia dengan segenap daya upayamu.”
Ditemani seorang pelayan ia diantar ke tempat Junaid. Si gadis menemui Junaid dan melakukan segala daya upaya yang bahkan melebihi dari apa yang telah diperintahkan kepadanya. Tanpa disengaja ia terpandang oleh Junaid. Junaid membisu dan tak memberi jawaban. Si gadis mengulangi daya upayanya dan Junaid yang selama itu tertunduk mengangkat kepalanya.
“Huuuf!” seru Junaid sambil meniupkan nafasnya ke arah si gadis. Si gadis terjatuh dan seketika itu pun meninggal.
Pelayan yang menemaninya kembali ke hadapan khalifah dan menyampaikan segala kejadian itu. Api penyesalan menyesak dada khalifah dan ia memohonkan ampunan Allah karena perbuatannya itu.
“Seseorang yang memperlakukan orang lain seperti yang tak sepatutnya akan menyaksikan hal yang tak patut untuk disaksikannya,” kata Khalifah.
Khalifah bangkit dan berangkatlah ia untuk mengunjungi Junaid, “Manusia seperti Junaid tidak dapat dipanggil untuk menghadap,” kata dia.
Setelah bertemu dengan Junaid, Khalifah bertanya,”Wahai Guru, bagaimanakah engkau sampai hati membinasakan tubuh gadis yang sedemikian eloknya?”
“Wahai, Amirul Mukminin!”, Junaid menjawab, “Belas kasihmu kepada orang-orang yang menaatimu sedemikian besarnya, sehingga engkau sampai hati menginginkan jerih payahku selama empat puluh tahun mendisiplinkan diri dalam wara’, bertirakat, menyangkal diri. Semua musnah diterbangkan angin. Tetapi apalah artinya diriku? Siapakah aku ini? Janganlah engkau melakukan sesuatu yang engkau sendiri tak menginginkannya terjadi pada dirimu.”
Setelah peristiwa itu nama Junaid menjadi harum. Kemasyhuran terdengar ke seluruh penjuru dunia. Betapa pun besarnya fitnah yang dilontarkan kepada dirinya, reputasinya berlipat ganda seribu kali. Junaid mulai memberikan khotbah-khotbah. Ia pernah menyatakan,” Aku tidak berkhotbah di depan umum sebelum tiga puluh manusia suci menunjukkan kepadaku bahwa telah tiba saatnya aku menyeru ummat manusia kepada Allah”.
“Selama tiga puluh tahun aku mengawasi bathinku”, Junaid mengatakan, “Setelah itu selama sepuluh tahun bathinku mengawasi diriku. Pada saat ini telah dua puluh tahun lamanya aku tidak mengetahui sesuatu pun mengenai batinku, dan batinku tidak mengetahui sesuatu pun mengenai diriku.”
“Selama tiga puluh tahun,” kata Junaid, “Allah telah berkata-kata dengan Junaid melalui lidah Junaid sendiri, sedang Junaid tidak ada dan orang-orang lain pun tidak menyadari hal itu”. [ ]
Dari “Muslim Saints and Mistics” Fariduddin Aththar, Pustaka Zahra, 2005