Ken Setiawan: Ada yang Pelihara Radikalisme dan Terorisme di Indonesia
Jumlah kelompok radikal tidak banyak, mereka 24 jam bergerak, sementara masyarakat yang moderat cenderung diam tidak merasa terancam dan membiarkannya, sehingga mereka terus menyebar dan semakin merajalela.
JERNIH-Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan membenarkan bahwa persoalan radikalisme di Indonesia dipelihara oleh elit politik untuk ambisi kekuasaan.
“Paham radikal itu memang ada dan tumbuh subur di Indonesia karena ada yang pelihara”. kata Ken Setiawan saat dihubungi melalui telepon.
“Apalagi dijaman pemerintahan SBY-JK, kelompok radikal itu dibiarkan karena punya massa besar dan dimanfaatkan untuk mendulang suara. Jadi walaupun beberapa kelompok radikal yang besar sudah dibubarkan, tapi faktanya mereka sudah menyusupkan kadernya ke semua lini, termasuk mereka sudah ada ke pemerintahan, ASN dan aparat TNI/ POLRI”.
Menurut Ken, dalam sistem demokrasi, mereka bebas dan dijamin undang-undang untuk berkumpul dan menyatakan pendapat, termasuk mengadakan kajian keagamaan di masyarakat.
Lebih lanjut ia mengatakan, lemahnya hukum yang diberikan kepada aparat keamanan kita adalah mereka hanya bisa menindak manakala sudah melakukan tindakan teror, sementara pahamnya belum bisa ditindak.
“Para pelaku propaganda radikalisme itu juga berperan penting untuk memberi semangat pengikutnya melakukan aksi teror, apapun jenis dan bentuknya, namun yang bisa ditindak oleh aparat adalah apabila orang atau kelompok tersebut sudah melakukan tindakan terorisme. Paham radikal saja belum bisa ditindak dengan terorisme. Disinilah problem utama kita di Indonesia,” kata Ken lebih lanjut.
Ken juga menyebut jika Densus 88 merupakan pasukan paling hebat didunia dalam menindak pelaku terorisme, namun kendala yang dihadapi Densus adalah belum bisa menindak jika masih sebatas diskusi paham radikal dan belum melakukan aksi.
Ditambahkan Jen, kelemahan UU no 5 tentang tindak pidana terorisme adalah belum bisa menindak pahamnya, tapi tindakan atau aksi terorisme yang bisa ditindak.
“Jadi orang atau kelompok yang hanya mengkampanyekan negara Islam atau khilafah belum bisa ditindak dengan pasal terorisme, kecuali mereka yang sudah bergabung dalam kelompok dengan berbaiat dan melakukan latihan untuk persiapan terorisme, itu bisa ditindak dengan ‘preventif strike’ atau pencegahan keras, jadi sebelum melakukan aksi mereka sudah bisa ditangkap aparat,”.
Jadi Intoleransi dan paham radikal seperti takfiri dan anti budaya, kata Ken, akan terus merajalela karena memang payung hukum di Indonesia belum mencakupnya. Paling bila mengarah kepada ujaran kebencian dan transaksi elektronik hanya bisa ditindak dengan UU ITE.
Selanjutnya Ken memberi saran agar kementrian dan lembaga, termasuk BNPT terus melakukan sosialisasi pencegahan radikalisme dan terorisme. Sementara yang saat ini telah dilakukan, menurut Ken masih kurang, ibarat menyalakan api, kita itu lilin, sementara kelompok radikal itu obor, jadi kita masih kalah masif. Jelas Ken.
Jadi saat ini ibarat kita ada kebakaran, dan pemadam kebakaran susah memadamkan karena yang terbakar adalah hutan gambut, wajar bila tak terkendali. (tvl)