Menanti Gane VS Ngannou atau Gane VS Jones
Setelah itu tinggal sentuhan penyelesaian akhir. Serangan ground-and-pound Gane, terutama dengan sekian banyak pukulan palu (hammer punch), memaksa Lewis hanya bisa istiqomah terus bersujud, sambil terus menutupi kedua sisi kepalanya dengan tangan. Sebuah perisai yang sangat rentan, tentu. Tak ada yang bisa dilakukan wasit Dan Miragliotta kecuali menghentikan pertarungan.
Oleh : Darmawan Sepriyossa
JERNIH—Dua belas tahun lebih nyaris tak pernah melewatkan pertarungan Ultimate Fighting Championship (UFC) membuat saya telah mencium bau kekalahan Derrick Lewis. Bahkan sejak konferensi pers awal pertandingan yang mempertemukannya dengan Cyril Gane, lawannya untuk perebutan gelar juara interim kelas berat UFC. Bau yang menguar justru dari kata-kata, sikap dan gestur Lewis sendiri.
Pada konferensi pers pra-pertandingan, Kamis (5/8) waktu Houston, Texas, atau Jumat (6/8) WIB, Lewis yang berjuluk ‘The Black Beast‘karena brutalitasnya di octagon itu tak hanya mengumbar kata-kata kasar. Saat sesi pemotretan antara kedua petarung, yang biasa dilakukan untuk keperluan pers dan publikasi pertandingan, Lewis mendesakkan dadanya ke dada Gane, hingga lawannya, petarung Prancis berjuluk ‘Bon Gamin’ itu sedikit terjajar ke belakang. Wajah Lewis pun nyaris menyentuh wajah Gane. Sebagai respons, Gane memilih mundur dengan wajah menyeringai tersenyum.
Sebelumnya, di saat keduanya berada satu meja dan bergantian menjawab pertanyaan wartawan, entah berapa kali Lewis mengumbar kata-kata tak senonoh, untuk pertanyaan yang sebenarnya bisa dijawab dengan woles.
“Bagaimana andai Anda kalah tepat di hadapan publik Anda sendiri?”tanya seorang wartawan asal Prancis. Pertandingan memang akan digelar di Toyota Center, Houston, Texas, AS, kota tempat Lewis bermukim.
Alih-alih menjawab dengan selow, reaksi Lewis seperti meradang. “Maafkan bahasa Prancis saya,” kata dia. “Tapi, f*ck you and f*ck him.” Anehnya, publik Houston malah menanggapi serapah itu dengan tempik sorak.
Jawaban tersebut, juga lagak laku dan gestur Lewis, dengan mudah membawa saya pada satu halaman “Buku Saku Pramuka’ di masa kecil. Seperti pada bagian bawah setiap halaman buku kecil yang saat itu wajib dimiliki para Pramuka Penggalang kelas 5 SD tersebut, di satu halaman terdapat kutipan dari cendikiawan Yunani kuno, Horatius (Horace). “Kesombongan, sebenarnya adalah rasa rendah diri yang ditutup-tutupi.”
Kesan bahwa selama ini Lewis menutupi ketakutannya itu makin terlihat di hari H pertarungan. Keluar dari ruang ganti untuk mendatangi Gane yang telah menunggu di Octagon, wajah Lewis terlihat kaku, muram, dan sangat jauh dari kesan santai. Benar, tipikal wajahnya memang sangat mungkin membuat Muhammad Ali pun akan memberinya julukan ‘Gorila’, sebagaimana petinju legendaris itu menjuluki Joe Frazier. Tetapi Lewis selama ini memang mengeksploitasi ‘ke-gorila-annya’ itu dengan sadar. Lihat saja cara dia berteriak sambil mengembangkan tangan, membungkuk dan melebarkan dada setiap kali Bruce Buffer—Sang Octagon Announcer— meneriakkan namanya. Perbedaannya, kecuali di pertarungan UFC 265 itu, wajah Lewis selalu tenang, terkesan relaks dan siap menghancurkan lawannya. Pada hari Minggu kemarin, di layar kaca jelas terlihat wajah Lewis yang grogi, terus-menerus memelototi Gane yang jauh berada di seberang sudut Octagon, sementara yang dipelototi sempat-sempatnya pula mengajaknya tersenyum.
Lalu kita pun tahu bahwa para petaruh di Las Vegas yang memberikan nilai rendah (+270) untuk Lewis, yang menempatkannya pada posisi underdog di bawah tingginya nilai taruhan bagi Gane (-350), benar adanya. Dua ronde pertama didominasi Gane, bahkan meski Lewis melakukan hal yang kurang terpuji di ronde awal, menyolok mata (eye poke) Gane.
“Pandangan saya kabur selama pertandingan tadi,” kata Gane saat konferensi pers usai pertarungan. Lewis sendiri di ronde yang sama mengeluh kepada wasit bahwa matanya dicolok Gane. Namun tidak hanya wasit Dan Miragliotta yang tak mengacuhkannya, rekaman pertarungan pun membuktikan bahwa yang terjadi adalah pukulan ke mata, bukan colokan yang seringkali dilakukan para pecundang curang di UFC.
Dua ronde itu tampaknya telah memberi Gane kemenangan angka, 20-18, atau bahkan kurang buat Lewis. Namun di ronde ketiga, Gane membuktikan bahwa dirinya bukan sosok yang bisa terus-menerus diteriaki “Hooooo! Woooo!” atau apa pun cemooh dari warga Houston saat itu. Gane memang telah menerima teriakan cemooh itu bahkan mulai dari keluar ruang ganti menuju Octagon.
Pada kali kesekian, tendangan Gane ke arah kaki Lewis membuat petarung bongsor kelebihan berat itu terhuyung menabrak dinding kawat Octagon. Saat itulah, setidaknya tiga pukulan, yang dimulai dengan sebuah swing yang menggesek rahang Lewis, membuat “Binatang Hitam” itu menyungkur di lantai Octagon. Ibrah dari fenomena itu tampaknya adalah : untuk membuat seorang sombong mau bersujud, salah satunya adalah dengan menghajarnya telak!
Setelah itu tinggal sentuhan penyelesaian akhir. Serangan ground-and-pound Gane, terutama dengan sekian banyak pukulan palu (hammer punch), memaksa Lewis hanya bisa istiqomah terus bersujud, sambil terus menutupi kedua sisi kepalanya dengan tangan. Sebuah perisai yang sangat rentan, tentu. Tak ada yang bisa dilakukan wasit Dan Miragliotta kecuali menghentikan pertarungan.
Dengan kemenangan yang membuatnya menjadi juara ‘interim’ kelas berat UFC itu, Ciryl Gane membukukan rekor kemenangan 10-0. Tak banyak yang bisa melakukannya, kendati selain dirinya ada tiga orang petarung UFC di kelas itu—Ngannou sang juara saat ini, Velasquez dan Junior Dos Santos– yang sama-sama memulai debut UFC dengan kemenangan 7-0.
Ke depan, lawan Gane yang paling menarik tentu saja adalah Francis Ngannou. Pertarungan itu akan menyatukan dua gelar di kelas berat, seperti saat Khabib Nurmagomedov, juara dunia kelas ringan UFC, menaklukan Justin Gaethje yang memegang gelar juara dunia interim di kelas yang sama. Bedanya, Ngannou pernah dikalahkan Lewis, petarung yang disungkurkan Gane kemarin.
Tetapi fakta tersebut tampaknya tak akan berpengaruh pada Gane. Layaknya ‘anak baik’ (Bon Gamin) yang menjadi julukannya selama ini, pada sesi wawancara di atas Octagon segera setelah kemenangan, ia justru menunjuk satu persatu krunya, baik pelatih, asisten pelatih maupun cut-man, menyatakan terima kasih.
“Ini keberhasilan tim,” kata Gane, berkali-kali kepada Daniel Cormier, mantan juara kelas berat yang kini menjadi komentator UFC.
Tidak hanya Ngannou, Jon ‘Bone’ Jones–juara kelas berat ringan-berat yang sekian lama tak terkalahkan– pun seharusnya jeri terhadap Bon Gamin ini. [ ]