POTPOURRI

Mengapa Kaum Muslim Berziarah ke Makam Lady Evelyn Cobbold di Skotlandia?

Lady Evelyn meninggal pada Januari 1963, di musim dingin yang lain dari biasa—sangat dingin. Almarhumah dimakamkan di lereng bukit terpencil di perkebunan Glencarron miliknya. Konon, menurut apa yang tertulis pada sebuah akun yang diterbitkan di situs web Masjid Inverness, seorang peniup bagpipe, gemetar karena kedinginan, memainkan “MacCrimmon’s Lament”, setelah seorang ulama yang datang dari Woking, Surrey, melakukan upacara pemakaman secara Islam.

Oleh   :  Auryn Cox [BBC Scotland News]

JERNIH—Satu pertengahan pagi di akhir pekan, di dataran tinggi barat laut Skotlandia. Mobil-mobil mulai beriringan memasuki tempat parkir, pinggiran hutan di luar lokasi A890 di Glen Carron.

Hari diperkirakan akan basah, tetapi ada momen singkat saat matahari datang sekejap, seolah memberi salam hangat saat sekelompok 20 pejalan kaki yang telah  bersiap untuk berjalan sejauh 10 km (6,2 mil) ke Gleann Fhiodhaig di Wester Ross.

Adegan itu wajar, kerap terlihat di ratusan tempat parkir di Skotlandia setiap akhir pekan. Namun ada yang lain dari kelompok pejalan kaki tersebut. Mereka adalah para peziarah, mualaf Muslim yang berencana mengunjungi makam seorang bangsawan Victoria, nun di teduhnya hutan di sana.

Lady Evelyn, John Cobbold dan anak mereka. Lady Evelyn menikahi John Cobbold pada tahun 1891 setelah dia bertemu dengannya saat melakukan perjalanan ke Kairo

Mereka datang dari berbagai kota: dari Edinburgh, Liverpool, Leicester dan seterusnya untuk menghormati Lady Evelyn Cobbold—yang kerap dianggap sebagai wanita Muslim kelahiran Inggris pertama yang melakukan ibadah haji ke Mekkah.

Perjalanan yang dilandasi semangat keagamaan itu diselenggarakan oleh The Convert Muslim Foundation, sebuah badan amal yang berbasis di Inggris, yang menyediakan jaringan persaudaraan serta dukungan bagi orang-orang yang baru mengenal Islam.

Pendirinya, Batool Al-Toma, seorang mualaf dari Irlandia, memimpin kelompoknya untuk memulai perjalanan mereka ke pegunungan. “Sejak saya mendengar tentang Lady Evelyn, saya tertarik dengan ceritanya. Dia adalah wanita tangguh yang tidak pernah membiarkan dirinya dikesampingkan hanya karena dia seorang wanita,” kata Al-Toma.

Tidak lama berjalan, hujan mulai turun. Topi dan tudung anti air nyaris berbarengan menutupi kepala dan hijab. Saat angin dan hujan menerpa mereka, banyak dari kelompok itu merenungkan perjalanan terakhir Lady Evelyn ke lembah menuju tempat pemakaman yang dipilihnya.

Lady Evelyn meninggal pada Januari 1963, di musim dingin yang lain dari biasa—sangat dingin. Almarhumah dimakamkan di lereng bukit terpencil di perkebunan Glencarron miliknya. Konon, menurut apa yang tertulis pada sebuah akun yang diterbitkan di situs web Masjid Inverness, seorang peniup bagpipe, gemetar karena kedinginan, memainkan “MacCrimmon’s Lament”, setelah seorang ulama yang datang Woking, Surrey, melakukan upacara pemakaman secara Islam.

Round Cuillin’s peak the mist is sailing

The banshee croons her note of wailing

But my blue e’en wi’ sorrow are streaming

For him that will never return – MacCrimmon

Putaran puncak Cuillin kabut lepas berlayar

Dan Peri menyenandungkan nada ratapan

Tapi piluku biruku mengalir

Untuk dia yang tidak akan pernah kembali – MacCrimmon

Tali yang terhubung ke Woking tetap lestari, dengan adanya perwakilan dari masjid kota yang ikut bergabung dengan perjalanan ke makam itu, hampir 60 tahun kemudian.

Lahir di Edinburgh pada akhir 1800-an, Lady Evelyn menghabiskan masa kecilnya antara Skotlandia dan Afrika Utara. Di sanalah dia pertama kali mengenal Islam, mengunjungi masjid bersama teman-teman Aljazairnya. “Tanpa sadar, sedikit demi sedikit hati saya menjadi Muslim,” tulisnya kemudian.

Tidak diketahui secara pasti kapan dia masuk Islam, tetapi pertemuannya yang  kebetulan dengan Paus saat dirinya mengunjungi Roma, tampaknya justru kian menegaskan keyakinannya.

Sekelompok Muslim, sekitar 20 orang, dalam perjalanan ziarah ke makam Lady Evelyn di Skotlandia.

“Ketika Yang Mulia tiba-tiba menyapa saya dengan menanyakan apakah saya seorang Katolik, saya terkejut sejenak lalu menjawab bahwa saya adalah seorang Muslim,” katanya. “Apa yang merasuki saya, saya tidak berpura-pura tahu karena saya tidak memikirkan Islam selama bertahun-tahun.”

Lady Evelyn mengambil nama Arab Zainab dan akhirnya akan melakukan haji ke Mekkah pada usia 65 tahun. Salah satu mualaf Muslim yang memberi penghormatan kepada Lady Zainab adalah Yvonne Ridley, yang tinggal di perbatasan Skotlandia.

Pengalamannya bekerja sebagai jurnalis di Afghanistan dan ditangkap oleh Taliban pada tahun 2001 yang membuatnya memeluk Islam. “Pertobatan saya dipicu dalam banyak hal oleh penangkapan dan penahanan saya di tangan Taliban. Pengalaman itu membuat saya berada di jalur yang dimulai sebagai latihan akademis tetapi membawa saya pada perjalanan spiritual,” kata Ridley.

Dalam bukunya, “In the Hands of the Taliban”, Ridley mengatakan dia kagum dengan rasa hormat dan sopan santun yang ditunjukkan orang-orang Taliban kepadanya. Selama penahanannya, dia berjanji untuk belajar Alquran dan melakukannya setelah dia dibebaskan.

Ridley mengetahui tentang Lady Evelyn dari Batool Al-Toma saat mereka berada di Turki. “Saya mulai membaca lebih banyak tentang wanita Skotlandia yang luar biasa ini, jadi Batool dan saya memutuskan kami akan mengajak sekelompok mualaf untuk datang dan berziarah ke makamnya,” katanya.

Setelah tiga jam pendakian yang dingin dan basah, para peziarah beristirahat sejenak saat pemandu mereka, Ismail Hewitt, yang mengenakan kilt (rok pria khas Skotlandia), berjalan lebih jauh ke depan untuk mencari tempat peristirahatan terakhir Lady Evelyn.

Semangat anggota rombongan terangkat saat Ismail melambai dari kejauhan, menandakan bahwa makam itu sudah dilihatnya. Tampakya tidak jauh dari bukit.

Setelah menyusuri jalanan yang sedikit lebih mendaki, akhirnya mereka menemukan batu nisan yang menegaskan siapa yang dimakamkan di sana. Segera para peziarah berlutut, merubung di sekitar batu nisan. Masing-masing memberikan isyarat penghormatan, sebelum bergabung satu sama lain dalam doa. Benar-benar momen yang mengharukan mereka, hingga beberapa orang terlihat meneteskan air mata.

Al-Toma mengakhiri doa dengan membaca kutipan dari buku yang ditulis Lady Evelyn, yang berisi perenungannya soal ziarah ke Mekkah. “Apa yang telah terjadi beberapa hari terakhir selain minat, keajaiban, dan keindahan yang tak ada habisnya? Bagi saya, dunia baru yang menakjubkan telah terungkap,“kata Al-Toma, membacakan buku.

Dalam perjalanan pulang, para peziarah diundang mengunjungi Masjid Inverness,  untuk makan. Di sana mereka juga berkesempatan untuk merenungkan perjalanan yang telah mereka lakukan. Ridley mengatakan bahwa dia kelelahan karena berjalan-jalan, tetapi merasa bahwa doa-doa di dekat kuburan itu begitu “mengharukan secara spiritual”.

“Ada seekor rusa jantan yang muncul di bukit di atas kuburannya, pemandangan yang cukup simbolis,” katanya. “Beliau adalah seorang wanita yang hatinya berada di Dataran Tinggi, tetapi juga sangat tenggelam dalam Islam.”

Al-Toma setuju bahwa Lady Evelyn adalah model bagaimana seorang mualaf masih bisa memegang identitas dan budaya mereka sendiri. “Perpindahannya di sini, sangatlah penting,”kata dia, menambahkan.

“Saya senang telah membaca bukunya. Saya melakukan perjalanan ini karena mengagumi keberanian, keingintahuan, dan sifat petualangannya. Dia benar-benar seorang perintis sejati.”   [BBC Scotland News]

Back to top button