Jejak Islam : Mesjid adalah Perpustakaan Islam Pertama
Baca, baca, bacalah dengan nama Tuhan Yang Maha Mulia, yang mengajarkan engkau memakai pena dan mengajarkan apa yang belum kau ketahui
Sesungguhnya Al Qur’an adalah kitab pertama yang tersimpan di perpustakaan mesjid. Dan di sepanjang jaman isinya akan selalu dibaca, dipelajari dan ditimba dengan tiada habisnya. Bahkan tidak saja di mesjid, Al Qur’an juga menjadi kitab yang wajib tersimpan dalam ruang paling pribadi seorang muslim, untuk selalu didaraskan dengan indah serta dijadikan pedoman hidup dunia akhirat.
Tercatat dalam sejarah bahwa Al Qur’an adalah sumber utama yang menggerakan setiap umat Islam untuk membaca dan menuntut ilmu. Dari semangat membaca dan menulis, kecintaan terhadap pengetahuan tumbuh bagai ditiup, subur bagai dipupuk.
Di masa pemerintahan khalifah-khalifah Abbasiyah (750-1258 M) perpustakaan-perpustakaan Islam yang makmur tumbuh subur bagai cendawan, di musim hujan. Mesjidpun berfungsi menjadi gedung perpustakaan yang penuh dengan kitab-kitab yang diwakafkan.
Menurut catatan Mehdi Nakosteen, sebelum Hulagu dari Mongol menghancurkan Abbasiyah, terdapat 36 perpustakaan di Baghdad. Perpustakaan-perpustakaan tersebut berperan membuka wawasan masyarakat islam. Sejak lampau, Islam memang telah mempunyai sistem pendidikan yang tidak memungut bayaran.
Perpustakaan tersebut diantaranya Bayt al-Hikmah, Perpustakaan Umar al-Waqidi beban, Perpustakaan Dar al-Ilm, Perpustakaan Nizamiyah, Perpustakaan Madrasah Mustansiriyah, Perpustakaan al-Baihaqy, Perpustakaan Muhammad Ibn al- Husaindan, Perpustakaan Ibn Kamil. Demikian pula Darul Ilm yang didirikan Abu Nasar Sabur menyimpan 10.000 buku.
Tak dapat disanggah, berdirinya Bayt Al-Hikmah merupakan episentrum dari bangkitnya Islam dalam membangun pradaban modern. Bayt Al-Hikmah digagas Khalifah Harun Al Rasyid di abad 9 M dan dikembangkan oleh putranya yaitu Khalifah Ma’mun al Rasyid yang memindahkan Ibu kota Abbasyiah ke Baghdad.
Dan di waktu yang sama di Al Rayy (Persia) berdiri perpustakaan Ibn Hamid yang memiliki koleksi buku begitu banyak, yang bila diangkut membutuhkan empat ratus ekor unta. Perpustakaan itu menjadi gudang bermacam-macam ilmu
Raghib al- Sirjani menuliskan perpustakaan Islam saat itu terdiri lima macam yaitu perpustakaan akademi, perpustakaan khusus, perpustakaan umum, perpustakaan sekolah dan perpustakaan masjid. Melalui buku dan perpustakaan, Islam membawa kegemilangan bagi ilmu pengetahuan untuk dijariyahkan bagi siapapun yang mau membaca dan mempelajarinya.
Seorang ulama sunni ahli hadits dan sejarah bernama Al-Khatib Al Baghdadi adalah contoh salah seorang yang mewasiatkan kitab-kitabnya untuk diwakafkan. Awal abad 10 M, Kota Mosul telah memiliki perpustakaan yang didirikan oleh penyair Ibnu Hamdan. Di Basrah, pengusaha masyhur Adud al-Dawlah mendirikan perpustakaan. Ia juga memberikan tunjangan dan beasiswa kepada ahli-ahli yang bekerja meluaskan ilmunya.
Selain di Baghdad, hampir di semua kota-kota Islam lainnya terdapat perpustakaan umum dan swasta. Walau pemerintahan Abbasiyah mengalami perpecahan namun tidak melemahkan semangat memajukan peradaban Islam. Malah tiap kekhalifaha Islam berlomba-lomba dalam memajukan ilmu pengetahuan dan perpustakaan.
Hal itu dapat dilihat dari semangat Bani Umayah di Asbania, Fathimiyah di Mesir, Hamdaniyah di Aleppo, Buwaihi di Persia, Samaniyah di Bukhara, dan para penguasa Ghazna yang bergiat mengumpulkan kitab-kitab pengetahuan dan mendirikan perpustakaan.
Tidak kalah dari Khalifah Ma’mun al Rasyid, salah seorang penguasa mesir dari dinasti Fathimiyah yaitu Khalifah Al Hakim tahun 1005 M perpustakaanya yang megah digabungkan dengan perguruan tinggi Dar al-Ilm.
Walau awalnya untuk mempropagandakan aliran syiah namun lama kelamaan menjadi perpustakaan umum yang masyhur, termasuk mesjid dan universitas al-Azhar yang kemudian menjadi pusat pengetahuan Dunia Islam.
Demikian pula salah satu keturunan Bani Umayah yaitu Khalifah Al Hakam II (961-976 M) mendirikan perpustakaan di Cordova yang terkenal di timur dan di barat. Untuk mengumpulkan buku-buku, Al Hakam II mengirimkan orang-orangnya ke berbagai tempat dibelahan dunia sehingga terkumpul ratusan ribu kitab.
Di India, Sultan Nasiruddin (1246 –1266 M) adalah salah satu penguasa India yang giat membangun perpustakaan. Selama berkuasa Ia mencurahkan perhatiannya untuk membangun kemajuan pengetahuan. Ibnu Battutah dari Maroko yang mengunjungi India seabad kemudian pernah melihat di perpustakaan sebuah mushaf yang indah karya Sultan Nasiruddin.
Demikian pula saat dinasti Mongol Islam berkuasa di India, Dari masa Sultan Babur berkuasa sampai putranya yang bernama Sultan Humayun adalah para pecinta buku yang luar biasa. Bahkan, Humayun kemanapun ia pergi tak pernah lepas dari buku yang dikepitnya.
Ketika diserbu Gujarat, Humayun sangat merasa kehilangan sebagian besar kitab-kitab di perpustakaan yang menjadi teman hidupnya. Salah satunya adalah buku Sejarah Taymur-Namah yang ditulis Sultan Ali dan dihiasi gambar oleh Bihzat yang terkenal.
Sultan-sultan lainnya seperti Sultan Akbar, Sultan Jahangir, Sultan Syah Jehan, Sultan Aurangzeb mewarisi kecintaan pada buku dan perpustakaan. Banyak sekali buku-buku dalam bahasa sanskrit dan bahasa India lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persia atas perintah Sultan Akbar untuk menambah koleksi perpustakaan.
Di Hindustan termasyhur perpustakaan ketimuran Bankipore yang memiliki ribuan kitab dan 6000 manuskrip yang dirintis oleh Maulvi Muhammad Bakhsh. Ia membelanjakan hampir semua penghasilannya untuk membeli buku. Menjelang wafatnya di tahun 1876 M, Maulvi Muhammad Bakhsh telah menggumpulkan 1400 naskah.
Maulvi Muhammad Bakhsh telah mewasiatkan kepada putranya, Maulvi Khuda Bakhsh agar kelak mewujudkan cita-citanya membuat perpustakaan yang dibuka untuk umum. Maka untuk mewujudkan harapan ayahnya, Maulvi Khuda Bakhsh mengupah pemburu kitab ternama untuk mencari manuskrip yang langka di Syam, Arab, Mesir dan Persia.
Karena perhatiannya begitu besar terhadap buku, nama Maulvi Khuda Bakhsh menjadi terkenal di Hindustan, banyak orang menjual manuskrip kepadanya karena dibeli mahal. Tahun 1891 perpustakaan yang dicitakan ayahnya terwujud dan dibuka untuk umum dengan koleksi 4000 manuskrip. Perpustakaan itu kini dikenal Khuda Bakhsh Oriental Library.
Banyak kisah tentang perpustakaan-perpustakaan yang dibangun oleh umat Islam. Dan sesungguhnya Mesjid dan Al Qur’an telah begitu kuat menumbuhkan hasrat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan sehingga banyak melahirkan para pemikir, ilmuwan, filsuf, negarawan, budayawan seniman, pemimpin Islam dan berbagai keahlian lainnya yang mampu menggubah peradaban dunia.