Mullah Muhammad Omar, Sang Penembak Jitu Pendiri Taliban
Ahmad Rashid dalam Taliban Militant Islam menuliskan bahwa Mullah Muhammad Omar berasal dari Suku Hotak yang merupakan etnis Pashtun. Omar juga seorang guru di Madrasah Sang-i Hisar di Maiwand, Kandahar Utara. Ayahnya adalah Mawlawi Ghulam Nabi Akhun yang meninggal saat Omar berusia 3 tahun. Omar kemudian dibesarkan oleh pamannya.
Sejak kecil, Islam dan semangat jihad sudah tumbuh di dada Omar. Hal itu tidak aneh karena bangsa Afgan sejak lama terkenal dengan karakter perlawanannya. Husayn ibn Mahmud dalam The Giant Men menuliskan bahwa Muhammad Omar lahir di Urzajan pada 1962. Omar menghabiskan periode jihad melawan Soviet bersama kelompok mujahidin yang dipimpin oleh Mulla Tik Muhammad dari jaringan Mujahidin Al-Jami’iyyah al-Islamiyyah di Qandahar.
Dalam biografi yang keluarkan oleh situs resmi Taliban Voice of Jihad menuliskan Omar memimpin perlawanan terhadap invasi Soviet. Dia berperang di Uruzgan, kemudian memimpin pasukan Harakat I Inqilab I Islami (Gerakan Revolusi Islam) di Maiwand, Zhari, Panjwai, dan distrik Dand di provinsi Kandahar dari tahun 1983 hingga 1991. Taliban menggambarkan Omar sebagai ahli taktik dan petarung mahir.
Omar adalah penembak jitu, senjatanya adalah RPG-7 atau disebut roket oleh para mujahidin. Dengan senjatanya itu, Omar diklaim banyak menghancurkan tank Soviet dalam perang Afganistan. Ia juga pernah terluka 4 kali. Dalam sebuah pertempuran di Sangsar melawan Soviet tahun 1980, Omar kehilangan mata kanannya.
Setelah Mujahidin menggulingkan Komunis di Afganistan dan Burhanuddin Rabbani memimpin Afganistan, Omar kecewa melihat hukum Islam tidak ditegakan. Dari kekecewaan itulah ia menghimpun kekuatan para pelajar untuk membuat gerakan perlawanan yang disebut Taliban sampai kemudian mampu menggulingkan Pemerintahan Rabbani.
Mullah Muhammad Omar dijuluki Amir al-Mu’minin setelah dirinya berkesempatan mengenakan jubah diyakini peningalan Nabi Muhammad SAW yang tersimpan ketat di Kherqa Sharīfa. Jubah tersebut jarang dikeluarkan dan hanya diperlihatkan kepada para pemimpin Afganistan yang diakui. Tidakan simbolik tersebut dipandang sebagai titik tolak bangkitnya Taliban.
Baca juga : Taliban, Seruan Jihad dari Madrasah yang Menciutkan Nyali Amerika
Omar juga dikenal sebagai pemimpin yang penyendiri, shaleh dan hemat dan jarang keluar dari Kandahar. Selama memegang kekuasaan di Afganistan, Omar hanya dua kali mengunjungi Kabul yakni pada 1996 dan 2001. Omar juga pernah menerima undangan dari Raja Fahd, penguasa Arab Saudi, namun ia menolaknya.
Menurut Voice of Jihad, Omar terbiasa menghadapi kesulitan dan suka duka kehidupan. Dalam berbagai kondisi, baik kemenangan dan kegagalan, Omar tetap tenang dan mengendalikan diri. Menjaga martabat, kerendahan hati, penghormatan, saling menghormati, simpati, belas kasihan, dan ketulusan adalah sifat alaminya.
Dua pemimpin politik anti Soviet yang membantu Omar, yaitu Yunus Khalis dan Mohammad Nabi Mohammadi berpengaruh besar dalam gerakan Taliban di selatan Afganistan.Omar adalah orang yang tertutup sehingga jauh dari publikasi. Omar juga seorang guru madrasah di Quetta, Pakistan. Ketika Omar memimpin shalat di Karachi, ia bertemu dengan Osama bin Laden dan sejak itu mereka berkawan.
Terkait dengan Osama bin Laden, wartawan Pakistan Rahimullah Yusufzai menulis bahwa pada akhir 1990-an Mullah Omar menyatakan kepada Osama untuk tidak menggunakan tanah Afghanistan dalam kegiatan politik karena hal itu menciptakan kebingungan yang tidak perlu tentang tujuan Taliban. Namun Omar memberikan perlindungan terhadap Osama yang telah sama-sama berjuang mengusir Soviet dalam perang Afganistan.
Selepas 11 September 2001, Pasukan Koalisi dibawah komando Amerika Serikat mampu menduduki Kabul dan membuat kekuasaan Taliban runtuh namun tidak mampu meredam perlawanan Taliban. Dan sejak itu Omar diburu dan kepalanya dihargai $10 juta oleh Amerika Serikat. Sampai akhir hayatnya, Mullah Muhammad Omar tidak tertangkap.
Kisah tentang Omar ditulis oleh jurnalis Belanda bernama Bette Dam. Ia banyak menulis tentang Afganistan sejak 2006. Bukunya yang berjudul “Mencari Seorang Musuh” dikerjakannya selama lima tahun dan dirilis dalam bahasa Belanda. Dalam bukunya itu, Bette Dam menuliskan bahwa Omar selama bertahun-tahun tinggal dalam jarak beberapa langkah kaki dari pangkalan militer AS.
Rumah tempat tinggal Omar sempat digeledah oleh pasukan militer AS, namun tidak menemukan ruang rahasia tempat bersembunyi tokoh utama Taliban ini. Menghilangnya Omar pasca kekuasaan Taliban runtuh di Aganistan menimbulkan simpang siur akan keberadaanya. Omar diduga melarikan diri ke Pakistan. Padahal Ia tak pernah meninggalkan Afganistan.
Tahun 2001, dalam persembuanyiannya, Omar menyerahkan kendali Taliban kepada orang-orang kepercayaanya. Dalam persembunyiannya, Omar tetap memantau perkembangan diluar melalui siaran berita BBC berbahasa pasthu. Ia juga mengetahui kematian sahabatnya, Osama bin Laden. Tidak tertangkapnya Omar yang bersembunyi tidak jauh dari pangkalan militer AS, merupakan hal memalukan bagi intelejen AS.
Mullah Muhammad Omar wafat karena sakit pada 23 April 2013. Kematian Omar diumumkan oleh Juru bicara Taliban Dzabihullah Mujahid pada Kamis 30 Juli 2015. Selama dua tahun kematiannya sengaja disembunyikan untuk menjaga moral tempur pasukan Taliban. Selepas wafatnya Omar, perlawanan Taliban tetap berlangsung sampai kini.