POTPOURRIVeritas

Pakar Siber: Pengguna TikTok Konstan Kirim Data ke Badan Intelijen Cina

Pada Agustus 2020, The Wall Street Journal melaporkan bahwa TikTok melacak data pengguna Android yang melanggar kebijakan Google. Pada Juni 2021, TikTok memperluas kebijakan privasinya untuk membuat pengguna setuju untuk berbagi data biometrik termasuk sidik jari dan cetak suara, dan sebulan kemudian, penyelidikan CNBC mengungkapkan bahwa karyawan ByteDance memiliki akses langsung ke data pengguna TikTok Amerika.

Oleh   : Lorenzo Puertas*

JERNIH– Pakar keamanan siber dan CEO perusahaan penasihat strategis BlackOps Partners, Casey Fleming, memperingatkan, seorang pengguna platform berbagi video TikTok, tanpa sadar terus memberikan informasi ke dinas intelijen Partai Komunis Cina (PKC). Fleming mengatakan hal tersebut dalam wawancara dengan program “Wide Angle” Epoch TV, tentang bahaya yang ditimbulkan oleh aplikasi ponsel yang dikendalikan asing seperti TikTok, milik raksasa internet ByteDance yang berbasis di Beijing.

“Kita harus berasumsi,” katanya, “bahwa setiap aplikasi ini datang dari Cina, Rusia, dan musuh Amerika Serikat lainnya—kita harus berasumsi bahwa aplikasi ini dipersenjatai untuk melawan kita.”

TikTok, aplikasi video format pendek yang sangat populer yang memungkinkan pengguna membuat, berbagi, dan menonton video berdurasi 15 detik yang sering menampilkan nyanyian, tarian, atau komedi, dimulai di Cina sebagai “Douyin” pada September 2016. Dalam setahun, ia memiliki 100 juta pengguna di Cina.

Aplikasi ini diluncurkan kembali sebagai TikTok secara internasional pada September 2017. Menarik lusinan pengguna berupa selebriti papan atas, dan kemitraan dengan NBA, NFL, dan Comedy Central, TikTok dengan cepat menjadi salah satu aplikasi paling populer di dunia. Pada tahun 2020, TikTok melaporkan hampir satu miliar pengguna aktif di seluruh dunia—kurang dari empat tahun setelah diluncurkan.

Tapi TikTok mungkin memiliki sisi gelap. Karena TikTok adalah perusahaan Cina, semua informasi pribadi yang dikumpulkan aplikasi tersebut dapat diumpankan langsung ke rezim Cina, kata para ahli, mengutip serangkaian undang-undang Cina yang memaksa perusahaan untuk bekerja sama dengan otoritas rezim ketika diminta.

“Semua data Anda di ponsel itu,” kata Fleming, “semua yang Anda lakukan, dan semua yang Anda simpan di ponsel Anda sedang dikirim ke luar negeri, kemungkinan  digunakan untuk melawan Anda.”

“Partai Komunis Cina mengumpulkan sejumlah besar data. Semua itu mungkin tidak digunakan untuk melawan Anda hari ini. Tetapi informasi ini mungkin digunakan untuk melawan Anda, perusahaan Anda, atau negara Anda di masa depan.”

Peraturan AS

Kesadaran akan ancaman ini bukanlah hal baru. Pada Agustus 2020, Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk melarang semua aktivitas TikTok di Amerika Serikat dalam waktu 45 hari jika tidak dijual oleh ByteDance. Trump menandatangani perintah serupa terhadap aplikasi perpesanan WeChat milik Cina.

Sejak itu, perintah Trump terhenti oleh beberapa tuntutan hukum dan perintah pengadilan. Selain itu, pemerintahan Biden membatalkan perintah itu pada Juni 2021, alih-alih mengarahkan Departemen Perdagangan untuk mengevaluasi platform tersebut, untuk menentukan apakah itu menimbulkan risiko keamanan nasional.

Sekarang pemerintah AS tampaknya mengambil langkah baru untuk mengatasi risiko keamanan yang ditimbulkan oleh TikTok dan aplikasi asing lainnya, termasuk proposal peraturan untuk memperluas pengawasan federal terhadap aplikasi yang dikendalikan asing. Di bawah aturan baru yang diusulkan, menteri perdagangan akan diberdayakan untuk membatasi akses orang Amerika ke aplikasi asing yang dianggap sebagai ancaman keamanan.

Tapi mungkin terlalu sedikit, terlalu terlambat, menurut beberapa ahli, termasuk Mark Grabowski, seorang profesor yang berspesialisasi dalam hukum dunia maya di Universitas Adelphi dan penulis buku baru “Cyber Law and Ethics.”

“Sungguh menakjubkan bahwa butuh waktu lama bagi pemerintahan Biden untuk menyimpulkan bahwa TikTok adalah ancaman keamanan nasional,” katanya kepada Epoch Times. “Presiden Trump mencoba mengatasi masalah ini, tetapi sayangnya, Biden bertekad untuk segera membalikkan semua yang dilakukan Trump—apakah itu masuk akal atau tidak.”

Grabowski mengatakan TikTok dan aplikasi lain yang dikendalikan Cina menghadirkan bahaya langsung bagi keamanan nasional. “TikTok akan jadi alat pengumpulan data orang Amerika paling sukses yang pernah dilakukan oleh musuh asing,” katanya. “TikTok adalah malware pemerintah Cina yang menyamar sebagai aplikasi media sosial.”

Kekhawatiran meningkat

Beberapa anggota parlemen AS telah menyuarakan keprihatinan yang sama. “TikTok dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan Cina dan dikendalikan oleh pemerintah komunis Cina,” tulis Senator Rick Scott (Republikan-Florida) dalam tweet September 2021. “Orang Amerika tidak dapat mempercayai dan tidak boleh menggunakan produk atau layanan yang dikendalikan oleh pihak Cina Komunis.”

Senator Josh Hawley (Republikan-Montana) bahkan lebih blak-blakan. “TikTok adalah alat pengawasan untuk Beijing,” katanya kepada The Atlantic pada tahun 2020. “Ini adalah kuda Troja di pesawat telepon orang.”

Bahayanya berasal dari sejumlah besar data pribadi yang dikumpulkan TikTok dari setiap pengguna, kata Grabowski. “Itu dapat mengakses kamera, mikrofon, foto dan video yang disimpan, kontak, lokasi GPS, dan mungkin juga riwayat penelusuran web Anda,” katanya. “Aplikasi ini mengumpulkan lebih banyak data daripada yang dibutuhkan. Misalnya, TikTok melakukan pelacakan GPS—meskipun video TikTok tidak pernah menampilkan informasi lokasi apa pun.”

Data ini tidak hanya dikumpulkan di ponsel Anda—tetapi juga diteruskan ke pemilik TikTok di Cina, kata Grabowski. “Semua data yang dikumpulkan oleh aplikasi dienkripsi sedemikian rupa sehingga tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti apa yang dikirim kembali ke Cina.”

Pada Agustus 2020, The Wall Street Journal melaporkan bahwa TikTok melacak data pengguna Android yang melanggar kebijakan Google. Pada Juni 2021, TikTok memperluas kebijakan privasinya untuk membuat pengguna setuju untuk berbagi data biometrik termasuk sidik jari dan cetak suara, dan sebulan kemudian, penyelidikan CNBC mengungkapkan bahwa karyawan ByteDance memiliki akses langsung ke data pengguna TikTok Amerika.

“Kami tahu bahwa perusahaan induk TikTok di Cina memiliki akses ke setiap data pengguna Amerika,” kata Grabowski. “Mereka dapat mencari data itu berdasarkan ID tertentu, lokasi, dan berbagai kueri lainnya.”

TikTok telah berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak membagikan data pengguna AS dengan rezim Tiongkok, dan bahwa datanya disimpan di server di Amerika Serikat dengan server cadangan di Singapura, bukan Cina.

Tapi Grabowski tidak ambil pusing. “Data ini dapat dan akan dibagikan dengan PKC,” katanya.

“Jika pemerintah Cina meminta perusahaan Cina untuk menyerahkan datanya, mereka akan melakukannya. Undang-undang Intelijen Nasional Cina mengharuskan organisasi dan warga Cina bekerja sama dengan dinas intelijen negara.”

Mengontrol data

Tetapi mengapa PKC menginginkan data ponsel orang-orang AS? CEO BlackOps,  Fleming, mengatakan ini semua tentang kontrol. “Cina adalah negara totaliter, sepenuhnya dikendalikan PKC,” kata Fleming. “Jika Anda adalah warga negara Cina, pemerintah Anda menjalankan seluruh hidup Anda. Bahkan ketika Anda bepergian ke luar negeri, Anda harus check-in dan memberi tahu mereka kapan Anda akan pergi, ke mana Anda akan pergi, dan apa yang akan Anda lakukan. Dan mereka akan memberi tahu Anda kapan mereka ingin Anda check-in lagi, dan apa yang mereka ingin Anda lakukan.”

“Setiap pelancong Cina dianggap sebagai aset oleh PKC.”

Dengan aplikasi Cina yang diinstal di lebih dari satu miliar ponsel di seluruh dunia, PKC mungkin telah secara efektif mengubah pengguna TikTok asing menjadi aset intelijen Cina tanpa disadari. “Data adalah kunci untuk kontrol ini,” kata Fleming.

Grabowski setuju, dengan mengatakan, “Pemerintah Cina dapat menggunakan TikTok untuk menyebarkan propaganda ke orang Amerika, atau untuk memeras pengguna yang akan menyesali apa yang mereka posting.”

Data tersebut juga dapat membantu rezim Cina menemukan pembangkang, aktivis politik, dan musuh PKC lainnya, tambahnya.

“Pemerintah Cina sudah menggunakan informasi ini untuk menyensor video yang tidak mereka sukai,” kata Grabowski. “Misalnya, TikTok secara teratur menyensor video yang menyebutkan pembantaian Lapangan Tiananmen, kemerdekaan Tibet, Uighur, atau gerakan Falun Gong.

“Orang-orang sangat naif jika mereka berpikir TikTok bermain bagus,” katanya. “Mereka memiliki sejarah panjang pelanggaran privasi yang terdokumentasi.”

Misalnya, TikTok membayar denda 5,7 juta dolar AS kepada Komisi Perdagangan Federal AS pada Februari 2019 karena mengumpulkan data anak-anak secara ilegal. Mereka juga harus menyelesaikan gugatan class action dengan membayar 92 juta dolar AS pada Februari 2021; gugatan tersebut menuduh bahwa platform tersebut mengambil dan membagikan informasi pribadi tanpa persetujuan pengguna.

TikTok tidak membalas permintaan The Epoch Times untuk menjawab berbagai hal yang dituduhkan seiring deadline yang kami berikan.

Bagi Fleming, taruhannya tinggi. “Kita harus memahami, sebagai bangsa yang bebas, apa yang kita hadapi. Kita menghadapi perang dunia lagi. Aliansi Cina, Rusia, Iran, dan Korea Utara melawan dunia bebas. Orang Amerika perlu menjadi lebih sadar dan membuka mata mereka terhadap apa yang terjadi.”

“Kami harus melakukan segala yang kami bisa untuk melindungi data dan kekayaan intelektual kami. Jangan berikan data Anda, keluarlah. Singkirkan aplikasi Cina dari ponsel dan komputer Anda.” [The Epoch Times]

Lorenzo Puertas adalah reporter lepas yang meliput topik terkait Cina untuk The Epoch Times. Dia adalah mahasiswa lama tentang sejarah dan budaya Cina, dengan  memperoleh gelar dalam pengobatan tradisional Cina, dan gelar dalam filsafat dari University of California, Berkeley

Back to top button