POTPOURRI

Saat Luther Membakar ‘Exsurge Domine’, Dokumen Kepausan yang Mengutuk Dirinya

JAKARTA— Hari ini hampir setengah millennium lalu menjadi saat bersejarah yang tak akan pernah dilupakan dunia Kristen, terutama kalangan Protestan. Tepat 10 Desember 1520, tokoh reformasi dan pembangun skisma terbesar di dunia Kristen, Martin Luther, membakar salinan ‘Exsurge Domine’, dokumen kepausan yang mengutuk dirinya.

Luther melakukan itu di hadapan para pengikutnya di luar gerbang Elster Wittenberg, gereja yang juga menandai kelahiran Protestan. Sebagaimana lazim diketahui, Luther adalah seorang profesor teologi, komponis, pastor dan biarawan Jerman yang sejak awal merasa prihatin dengan banyaknya korupsi, penyalahgunaan wewenang serta berbagai kejahatan lain dalam birokrasi Katolik. Yang terutama ditentang Luther adalah surat pengampunan dosa (indulgensi), yang saat itu sampai pada taraf diperjual-belikan secara marak.

Luther, yang ditahbiskan menjadi imam pada 1507, tak hanya menentang indulgensi. Belakangan, pada 1517, ia bahkan mengusulkan debat akademis tentang praktik indulgensi dalam sembilan puluh lima tesis yang ia paku di Gereja Wittenberg. Akibatnya, ia segera mengalami pengucilan oleh Paus, bahkan cap dan kemungkinan penghukuman sebagai penjahat oleh Tahta Suci.

Teologi Luther yang segera tersebar luas di kalangan masyarakat Jerman, menantang otoritas Paus. Teologi itu mengajarkan bahwa Alkitab adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang diwahyukan secara ilahi. Semacam gerakan pemurnian pada banyak agama lain. Bertolak dari keyakinan itu, Luther menerjemahkan Alkitab dari bahasa bakunya, Latin, yang tentu saja kurang dimengerti kebanyakan masyarakat umum, ke dalam bahasa Jerman. Hal itu mendorong berkembangnya wacana keagamaan di masyarakat, yang berujung pada lahirnya (Kristen) Protestan.

Yang revolusioner (pada zaman itu, tentu), Luther kemudian menentang hidup selibat. Ia menikah dengan Katharina von Bora, seorang mantan biarawati, yang segera menjadi contoh dan memungkinkan pemuka (agama) Protestan menikah.

Dokumen yang dibakar Luther –Exsurge Domine (“Bangkitlah, Ya Tuhan”) adalah dokumen kepausan (Papal Bull) yang diundangkan pada 15 Juni 1520 oleh Paus Leo X. Dokumen itu berisi tanggapan atas ajaran Martin Luther yang menentang pandangan Gereja. Paus Leo X mengecam empat puluh satu proposisi yang diekstraksi dari ‘Sembilan Puluh Lima Tesis’ dan tulisan-tulisan Luther lainnya.

Tak hanya itu, Papal Bull itu pun mengancam Luther dengan hukuman ekskomunikasi kecuali bila ia menarik kembali semua ajaran itu dalam waktu enam puluh hari sejak keluarnya Exsurge Domine. Tak hanya menolak, Luther—sebagaimana ditulis di awal, bahkan membakar Salinan papal tersebut. Akibatnya, Luther dikucilkan pada 1521.

Dalam proses di Tahta Suci yang berakhir dengan pengucilan tersebut dikenal luas keterlibatan seorang ahli teologi lain, Johann Eck. Eck sebelumnya telah banyak berhadapan dengan Luther pada ‘sengketa Leipzig’. Dalam sebuah surat kepada seorang temannya, Eck mengatakan dia terlibat karena “tidak ada orang lain yang cukup akrab dengan kesalahan Luther.” Tak hanya Eck, dalam proses penghukuman tersebut hampir semua ordo Katolik bergabung, termasuk kepala tiga ordo utama, Dominikan, Fransiskan, dan Agustinian.

Tentang papal itu sendiri, dokumen tersebut sebenarnya berjudul ‘Bulla contra errores Martini Lutheri et sequacium’ (Banteng melawan kesalahan Martin Luther dan para pengikutnya), tetapi lebih dikenal dengan incipit Latinnya, Exsurge Domine (‘Arise O Lord’). Barangkali karena kalimat itulah pembuka doa pendahuluan dalam papal tersebut, yang menyerukan agar Tuhan bangkit melawan “rubah-rubah [yang] telah muncul dan berusaha menghancurkan kebun anggur” dan “babi hutan liar yang merusak”.

Tentang Wittenberg, gereja yang menandai Protestanisme, saat ini adalah pusat industri dan tujuan wisata popular. Tempat itu terkenal sebagai pusat sejarah yang utuh dari berbagai situs  Protestan. Tempat itu terdaftar sebagai warisan dunia UNESCO pada 1996. [ ]

Back to top button