
hey, apa yang kautabur di mata langit
hingga ia menangis?
Oleh : SaidK*
(1)
hey, apa yang kautabur di mata langit
hingga ia menangis?
mari duduk, pertunjukan sudah dimulai
dengarlah lagu gerimis
ketukannya perkusif dan ritmis
menetesi kaleng kaleng biskuit
di tempat pembakaran sampah
mengetuk pintu-pintu tanah
mencari hati yang masih berdarah
bukankah ini sekadar kerinduan
dari semesta atas kepada bawah
dari sanalah
tangan Tuhan turun
memeluk semua yang hidup
dan yang pernah bernyawa
di lantai kehidupan
tapi tak semua yang redup
berada di tepi akhir nyala
karena kita masih saja mengusap
tubuh-tubuh yang enggan basah
dan bibirmu masih saja mengucap
keluh dan kesah, sedu dan desah
kepada tebal awan badai
(2)
pada musim-musim ibu
anak-anak kemarau mengais susu
dari akar pohon rapuh
di rumah-rumah piatu
bocah kusam tak berbaju
mengemis, rintihkan pinta
untuk dimandikan surga
mungkin kau bisa meminjamkan sayap
agar kita semua bisa bercengkerama
bersama kurcaci-kurcaci udara
bermain petak-terbang
sepanjang hari, sepanjang hati
lalu kita pulang
tiap jelang petang
yang terlekas gelap
karena matahari
diselundupkan lagi-lagi
oleh tuan kumulus
ah, burung-burung bertanya
kemana gerangan ia sembunyi
hey, apa yang kautabur di mata langit
hingga ia menangis?
–Jakarta 13032025
- Said Kusuma , seorang pecinta sekaligus praktisi seni. belajar di Kelas Puisi Bekasi, Competer Indonesia, AIS, HUMA & Ruang Kata. IG @said.serigalla