Sejarah TOA Sebagai Pengeras Suara Populer di Indonesia
Memang, ada dua pendapat yang mengatakan TOA masuk Indonesia tahun 1960 atau 1970-an. Namun masih mengutip Naviri.org masuknya produk ini ke tanah air, melalui perantaraan perakit radio asal Bangka keturunan Cina, Uripto Widjaja.
JERNIH-Gara-gara Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menganalogikan kumandang Adzan yang serentak menggunakan pengeras suara dengan gonggongan anjing, nama TOA kembali disebut-sebut. Sebenarnya, TOA itu nama benda atau merk barang?
Menelusuri sejarah dan perkembangan sound system, Ernst Werner von Siemens adalah salah satu pihak berjasa tentang prinsip kerja transmisi suara. Sebab sebelum alat ini ditemukan, pidato atau pementasan musik selalu dikerumuni orang yang berebut menempati tempat paling depan untuk mendengarkan apa yang dialunkan dan diucapkan dengan jelas.
Pada tahun 1874, Siemens menyodorkan prinsip kerja moving koil transducer atau tansduser dengan koil bergerak. Dia, mematenkan temuannya dengan nomor paten 149, 797 pada tanggal 14 April di tahun itu. Prinsip ini juga dikenal sebagai dynamic yang kemudian dikembangkan berupa nonmagnetic parchment diaphgram yang dipaenkan pada 14 Desember 1977.
Kedua temuan tadi, lantas digabungkan hingga melahirkan horn sebagai alat bantu mengeraskan suara dan menjadi salah satu komponen penting dalam alat pemutar piringan hitam.
Selanjutnya, muncul Alexander Graham Bell yang namanya dicatatkan dalam sejarah sebagai penemu telepon. Pada dasarnya, yang ditemukannya adalah mikrofon sebagai alat untuk mentransmisikan suara di tahun 1876. Sementara Oliver Lodge, mengembangkan moving coil transducer temuan Siemens menjadi radio.
Setelah Magnavox Company, sebuah perusahaan yang didirikan Edwin S Pridham dan Peter Laurits Jensen pada 1913, radio temuan Oliver dikembangkan menjadi sebuah radio loudspeaker yang lantas digunakan pada acara Panama-Pasific Exposition. Dan di sinilah, sebutan sound system pertama kali dikenal.
Magnavox, memberikan sound systemnya kepada Thomas Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat di taun 1919 untuk kepentingan pidato sambutan dalam acara League of Nations di Balboa Stadium, San Diego, AS.
Dari temuan-temuan itulah, pengembangannya menjadi alat berupa mikrofon, juke box, radio, telepon, speaker aktif, pemecah sinyal suara dan lain sebagainya. Bahkan lebih jauh lagi, Bliaudio menyebutkan, pengeras suara seperti ponsel, laptop dan lain-lain juga berangkat dari sana.
TOA
Indonesia, merupakan bangsa yang unik. Ketika nama suatu produk melekat di pikiran dan alam bawah sadarnya, maka nama itulah yang dipakai untuk menunjukkan suatu benda. Begitu juga TOA.
Bagi generasi X, Y dan Z di negeri ini, mungkin tak asing lagi dengan TOA. Jika kata ini disebutkan, yang terbayang adalah alat pengeras suara berbentuk terompet besar berwarna biru dan biasa terpasang di menara-menara Masjid, arena Layar Tancep, atau aksi demonstrasi.
Dan inilah kehebatan branding yang dilakukan Tsunetaro Nakatani, warga negara Jepang kelahiran 10 Agustus 1890, yang mendirikan perusahaan bernama TOA. Beberapa sumber lain, mengatakan kalau TOA didirikan tahun 1934.
Naviri.org menyebutkan, TOA baru masuk ke Indonesia di tahun 1960-an. Meski begitu, beberapa catatan menyebutkan kalau penggunaan alat pengeras suara sudah digunakan Masjid di tanah air di tahun 1930. Dan Masjid Agung di Surakarta-lah, yang disebut-sebut sebagai rumah ibadah pertama pengguna sound system.
Jika catatan itu benar adanya, hampir bisa dipastikan jika alat pengeras suara yang digunakan Masjid Agung tersebut bermerk TOA. Sebab TOA Electric Manufacturing Company, baru berdiri pada 1 September 1934.
Tsunetaro sendiri dikatakan Naviri.org, sudah menggeluti bisnis elektronik ketika perang dunia ke 2 pecah. Kemudian, pada 1947 perusahaan miliknya mulai fokus mengembangkan dan memproduksi TOA. Barulah di tahun 1954, dia merilis megafon EM-202 yang disebut-sebut sebagai cikal bakal terompet raksasa pengeras suara itu.
Memang, ada dua pendapat yang mengatakan TOA masuk Indonesia tahun 1960 atau 1970-an. Namun masih mengutip Naviri.org masuknya produk ini ke tanah air, melalui perantaraan perakit radio asal Bangka keturunan Cina, Uripto Widjaja.
PT Galva, perusahaan milik Uripto yang memproduksi radio merk Galindra, menjalin kongsi secara resmi dengan Tsunetaro pada 1975. Lantas, berdirilah PT TOA Galva Industries yag salah satu kegiatan utamanya mengimpor dan memasarkan TOA di Indonesia.[]