POTPOURRISpiritus

Setetes Embun: Terminal Complacency

Rasa berkecukupan yang nyaman dapat menuntun orang pada pemanjaan diri yang membuat orang buta akan kebutuhan orang lain. Cinta diri yang berlebihan adalah suatu bentuk kemerosotan moral. Pemujaan diri sendiri sebagai sebuah cita-cita bahkan sebagai tujuan hidup, bukan hanya menuntun orang pada dosa. Ini adalah dosa itu sendiri.

Penulias: P. Kimy Ndelo CSsR;

JERNIH-Terminal Complaceny bukanlah sebuah penyakit. Ini adalah sebuah gejala psikologis berupa sikap percaya diri yang berlebihan karena keberhasilan atau kesuksesan berulang-ulang sehingga lupa bahwa ada standar hidup atau norma yang harus dipenuhi. Ketika akhirnya terjadi kegagalan maka semua sudah terlambat untuk diperbaiki. Inilah gejala yang menimpa orang kaya dalam kisah tentang Lazarus dalam Injil hari ini.

Kisah tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16,19-31),sebetulnya dimaksudkan Yesus dengan tujuan untuk mengoreksi paham salah dalam agama Yahudi seperti diajarkan para Saduki atau ahli agama.

Kesalahan pertama; kekayaan material dalam hidup adalah berkat atau hadiah Tuhan karena hidup moral yang baik. Sementara kemiskinan adalah hukuman Tuhan karena dosa. Karena itu tidak ada alasan untuk menolong orang miskin dan sakit karena mereka sudah dihukum oleh Tuhan.

Kesalahan kedua; karena kemakmuran adalah tanda berkat Allah maka cara berterterimakasih untuk itu adalah dengan bergaya hidup mewah; dengan pakaian dan perhiasan, makan minum dan berpesta pora. Tentu setelah memberikan apa yang menjadi bagian Tuhan.

Kesalahan ketiga; orang Saduki juga menolak adanya hidup sesudah kematian, menolak adanya pembalasan dalam hidup kelak atas perilaku dan sikap kita selama hidup di dunia.

Dengan menceritakan kisah ini Yesus ingin membalikkan pikiran dan paham salah seperti ini, sehingga dalam diri setiap orang yang hidupnya beruntung ada keinginan dan desakan dari dalam untuk berbagi dengan mereka yang miskin dan hidup susah.

Jelas orang kaya ini tidak mengusir atau menyakiti Lazarus secara terang-terangan. Dosanya terletak pada ketidak-peduliannya terhadap keberadaan dan nasib Lazarus di dekatnya.  Dosanya adalah bahwa dia tidak memperlakukan Lazarus sebagai manusia sebagaimana dirinya, sebagai saudara yang patut diberi, walau hanya sepiring makanan.

Bekerja keras untuk hidup yang lebih baik bahkan makmur juga tidak salah. Tetapi pertanyaan pentingnya adalah mana batas standar hidup yang cukup dan nyaman? Jangan-jangan itu semua didorong sifat konsumtif yang berlebihan yang pada akhirnya menggantungkan hidup hanya pada apa yang dipunyai dan lupa akan ketergantungan kita pada Tuhan. Orang bisa terjangkit penyakit rasa puas diri yang mematikan  karena kesuksesan yang terus menerus. Inilah yang disebut terminal complacency.

Rasa berkecukupan yang nyaman dapat menuntun orang pada pemanjaan diri yang membuat orang buta akan kebutuhan orang lain. Cinta diri yang berlebihan adalah suatu bentuk kemerosotan moral. Pemujaan diri sendiri sebagai sebuah cita-cita bahkan sebagai tujuan hidup, bukan hanya menuntun orang pada dosa. Ini adalah dosa itu sendiri.

*

Cecil John Rhodes adalah orang yang sangat kaya. Dia adalah seorang pengusaha kelahiran Inggris, raja pertambangan, dan politisi di Afrika Selatan. Dia adalah pendiri perusahaan berlian De Beers, yang saat itu memasarkan 40% berlian kasar dunia dan pernah memasarkan 90%. Dia seorang yang sangat percaya pada kolonialisme dan imperialisme, dia adalah pendiri negara Rhodesia untuk mengabadikan namanya.

Suatu hari seorang wartawan berkomentar kepadanya, “Kamu pasti sangat bahagia.” Rhodes menjawab, “Bahagia? Tidak! Aku menghabiskan hidupku mengumpulkan kekayaan, hanya untuk menemukan bahwa aku telah menghabiskan setengahnya untuk dokter agar aku tidak masuk kubur, dan setengahnya lagi untuk pengacara agar aku tidak masuk penjara!”

Dia mengingatkan kita pada orang kaya dalam Injil hari ini dan bagaimana harus bersikap kepada orang-orang seperti Lazarus.

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo, CSsR; ditulis di Biara Redemptoris “Santo Clemens”, Seoul Korea Selatan).

Back to top button