Survey Membuktikan, Tren Bujang Lapuk dan Perawan Tua Terus Naik
Menurut BPS, kurang diminatinya perkawinan akhir-akhir ini berkaitan dengan upaya perbaikan kualitas hidup terutama dari segi pendidikan dan status ekonomi. Keduanya, punya korelasi negatif dengan keputusan kapan akan menikah terlebih bagi perempuan.
JERNIH- Zaman kakek-nenek dulu, jika usia sudah lebih dari 20 tahun belum menikah, sungguh memalukan dan bisa-bisa dianggap aib. Bahkan label bujang lapuk atau perawan tua segera ditempeli. Tapi era sudah berubah dan semua serba berkembang. Anak-anak muda, cenderung menunda pernikahan bahkan hingga umur lewat dari 30 tahun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, memunjukkan persentase pemuda yang belum kawin atau melajang, makin meningkat tiap tahunnya. Sementara pengambil keputusan segera mengakhiri masa lajangnya, terus menurun.
Proporsinya selama tahun 2021, 61,09 persen menunda perkawinan atau naik 1,27 persen ketimbang tahun sebelumnya yakni 59,82 persen. Selama 10 persen terakhir, menurut data tersebut angkanya sudah mendekati 10 persen.
Sementara itu, muda-mudi berstatus kawin hanya 37,69 persen pada tahun 2021 atau turun 1.16 persen ketimbang tahun sebelumnya yakni 38,85 persen. Sedangkan jika dibandingkan tahun 2011, penurunan cukup tajam yaitu 8,81 persen dari angka 46,5 persen.
Menurut BPS, kurang diminatinya perkawinan akhir-akhir ini berkaitan dengan upaya perbaikan kualitas hidup terutama dari segi pendidikan dan status ekonomi. Keduanya, punya korelasi negatif dengan keputusan kapan akan menikah terlebih bagi perempuan.
Apalagi, kedua alasan tadi ditopang dengan adanya kebijakan yang menaikan batas usia minimal perkawinan melalui Undang-Undang nomor 16 tahun 2019. Alhasil, menurunlah pola perkawinan di kalanan pemuda-pemudi.[]