Anehnya, Ratu Inggris, Victoria, mengintervensi dan meminta agar Khalifah Ottoman hanya mengirimkan £1.000. Alasannya, karena dia sendiri hanya mengirim £2.000. Tetapi dengan rasa kemanusiaan, Khalifah Abdul Majid I diam-diam mengirimkan lima kapal penuh pepak dengan makanan. Bantuan itu pun masih saja diblokade armada Inggris. Dengan perjuangan, bantuan itu tiba juga di Pelabuhan Drogheda. Sepuluh ribu pound bantuan Ottoman kepada Irlandia itu akan bernilai sekitar 800.000 pound atau sekitar 1,7 juta dolar AS (Rp 26,35 miliar dalam kurs 15.500) saat ini.
JERNIH– Jika mendiang Remy Sylado dalam puisinya bilang, Muslim dan umat Kristiani itu dua batang rel, yang tak pernah bersatu namun sejajar sepenanggungan, hal itu terbuktikan pada 1845-1852. Di saat satu juta warga Irlandia meregang nyawa kelaparan, Khalifah Ustmani, Sultan Abdul Majid I, adalah tokoh penting yang menyelamatkan jutaan warga Irlandia lainnya dari tebasan sangkur makhluk pencabut nyawa, Thanatos.
Pada saat itu Irlandia benar-benar tengah menjadi laiknya neraka dunia. Diawali dengan gagalnya panen kentang—makanan pokok warga setempat—akibat penyakit hawar yang membuat daun dan batang tanaman membusuk, sehingga berakhir puso. Semua itu diperparah dengan tidak sigapnya Kerajaan Inggris yang saat itu membawahi Irlandia.
Akibatnya, dengan segera kehidupan masyarakat pun tergoncang. Kelaparan terjadi di mana-mana, rumah tangga pecah, kematian terjadi secara massal. Persoalan diperparah manakala London justru terkesan berpangku tangan, malah mengeluarkan beleid yang melarang impor dari Irlandia, sumber penghasilan bagi banyak keluarga di negara itu.
Wikipedia menulis, setidaknya satu juta warga Irlandia mati kelaparan, sementara selama periode bencana tersebut (the great famine) dua juta warga Irlandia eksodus keluar negeri, menjadi pengungsian yang terbesar sepanjang sejarah. Saat ini saja para pengungsi Irlandia yang telah menjadi warga Amerika Serikat beranak pinak hingga mencapai 50 juta orang.
Di kala itulah, Sultan Ottoman, Khalifah Abdul-Majid I, menyatakan niatnya untuk mengirim 10.000 poundsterling untuk membantu warga Irlandia. Namun anehnya, Ratu Inggris, Victoria, mengintervensi dan meminta agar Khalifah Ottoman itu hanya mengirimkan £1.000. Alasannya, karena dia sendiri hanya mengirim £2.000, yang tidak bisa disamakan begitu saja dengan Rp 37,8 juta pada kurs rupiah saat ini.
Jadi Khalifah pun hanya mengirimkan £1.000 sebagaimana permintaan Ratu Inggris, penguasa Irlandia saat itu. Tetapi rasa kemanusiaan Khalifah Abdul Majid I terus mengganggu hatinya. Akhirnya, diam-diam Khalifah mengirimkan lima kapal Ottoman, penuh pepak dengan makanan. Dogolnya, armada Inggris berusaha memblokade kapal-kapal Ottoman. Tetapi dengan perjuangan, makanan bantuan itu tiba juga di Pelabuhan Drogheda dan ditinggalkan di sana oleh para pelaut Ottoman. Sepuluh ribu pound yang dijanjikan Khalifah Abddul Majid I kepada Irlandia itu akan bernilai sekitar 800.000 pound atau sekitar 1,7 juta dolar AS (Rp 26,35 miliar dalam kurs 15.500). Belakangan diketahui, pada saat yang sama ekonomi Kekhalifahan Turki pun tidak sepenuhnya ‘sehat’.
Bencana kelaparan itu sendiri memberikan dampak besar terhadap kehidupan social dan politik Irlandia. Tidak hanya populasi warga berkurang 20–25 persen karena kematian dan emigrasi, tuntutan kemerdekaan pun merebak kuat.
Produser film dokumenter Inggris, John Percival, pernah mengatakan bahwa kelaparan besar itu,”Menjadi bagian dari cerita panjang pengkhianatan dan eksploitasi yang menyebabkan gerakan kemerdekaan segera berkembang di Irlandia.”
Pada 2021, setelah dua tahun melakukan riset, sutradara Turki, Omer Sarikaya mengangkat kejadian tersebut ke layar lebar. Skenario ditulis berdua, oleh Omer yang antusias, bersama penulis skenario Irlandia kelahiran Tipperary, Norina Mackey. ”Ini proyek yang membuncahkan gairah saya,”kata Omer. Ia juga berjanji sebagian besar keuntungan dari film tersebut akan disumbangkan untuk UNICEF.
Famine dibintangi aktor Turki, Burak Özçivit, bersama Christopher Atkins, Daniel Baldwin dan Wilma Elles. Aktor Irlandia-Amerika, Dave Bresnahan juga menjadi actor sentral di film tersebut sebagai seorang pendeta Katolik.
“Banyak orang saat ini, termasuk orang Irlandia-Amerika, tidak sepenuhnya menyadari sekian banyak nyawa yang hilang pada saat bencana kelaparan besar terjadi di Irlandia. Saya sangat tersanjung menjadi bagian dari proyek film yang akan membuat anak-anak saya tahu apa yang pernah ditanggung oleh nenek moyang mereka,” kata Bresnahan. [dsy/Irish Central/IMDB]