Sanus

Kemenkes: Belum Ditemukan Kasus Virus Oz di Indonesia

Virus tersebut diketahui mempunyai sifat zoonosis atau ditularkan melalui hewan, yang biasanya berupa satwa liar seperti monyet, rusa dan tikus ke manusia.

JERNIH-Dunia kedokteran kembali disibukkan dengan munculnya penyakit baru yang dapat mengakibatkan penderita meninggal dunia akibat terjangkit virus Oz.

Namun Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu memastikan jika virus Oz belum ditemukan di Indonesia hingga hari ini. Virus tersebut awalnya ditemukan di Jepang.

“Virus ini pertama kali diisolasi dari kumpulan tiga nimfa kutu Amblyomma testudinarium yang dikumpulkan di Prefektur Ehime, Jepang pada tahun 2018 lalu,” kata Maxi, beberapa waktu lalu.

Virus tersebut diketahui mempunyai sifat zoonosis atau ditularkan melalui hewan, yang biasanya berupa satwa liar seperti monyet, rusa dan tikus ke manusia.

baca juga: Masuk Endemi, Masyarakat yang Berobat Covid Bayar Sendiri

“Sehingga ketika Thogotovirus mengenai tubuh manusia, ia dapat menimbulkan radang otak (ensefalitis), penyakit demam, pneumonia, hingga kematian. Namun cara penularan ke manusia belum diketahui dengan pasti, kemungkinan tertular dari gigitan kutu yang membawa virus tersebut,” kata Maxi menambahkan.

Meski belum ditemukan di Indonesia, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengimbau Pemerintah Indonesia tidak menyepelekan laporan kematian yang diakibatkan oleh Virus Oz seperti yang terjadi di Jepang beberapa waktu lalu.

“Kita tidak boleh menyepelekan adanya laporan penyakit baru, tapi juga jangan khawatir berlebihan. Jangan pula terlalu cepat membuat kesimpulan, karena memang data ilmiah belumlah lengkap tersedia,” katanya.

Diingatkan Prof Tjandra, ada atau tidaknya penyakit baru, secara umum pemerintah harus tetap menjaga dan menjamin surveilans selalu berjalan secara baik, yakni surveilans berbasis gejala, surveilans berbasis laboratorium, bahkan sampai tahap genomik.

“Untuk ruang lingkup surveilans yang perlu diperhatikan adalah surveilans klinis pada pasien, surveilans epidemiologik di komunitas, surveilan pada hewan yang mungkin berdampak pada kesehatan manusia dan surveilans keadaan lingkungan yang mungkin berdampak pada kesehatan manusia,” jelasnya.

Prof Tjandra yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) mengingatkan juga jika dari waktu ke waktu selalu ada saja laporan penyakit baru dari berbagai negara.

Langkah pertama yang dilakukan setelah muncul kasus baru atau kematian akibat penyait baru tersebut adalah mengkaji secara rinci dampak penularan baik dari sisi klinik maupun epidemiologinya bersama dengan para ahli. (tvl)

Back to top button