Crispy

Robi Nurhadi: Asia Tenggara Potensial Jadi Kawasan Perang Baru

Robi melihat ada yang menarik dari strategi keamanan Indonesia saat ini. “Satu sisi bermesraan dengan negara-negara anggota Pakta Pertahanan AUKUS dalam program Super Garuda Shield, namun di sisi lain mengangkat “Indonesian Paper” ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) terkait program kapal selam bertenaga nuklir yang tentu saja menyinggung negara-negara AUKUS tersebut”, ujar Robi.

JERNIH—Pengajar Hubungan Internasional FISIP Universitas Nasional, Robi Nurhadi, mengingatkan semua pihak untuj mencegah terjadinya perang baru di kawasan Asia Tenggara.

Hal tersebut dikatakan Robi merespons adanya eskalasi militer Cina di Taiwan yang dipicu kedatangan Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi, ke negara yang diklaim Cina tersebut awal bulan ini. Pada saat yang sama, AS bersama Indonesia menggelar latihan militer besar-besaran bernama “Super Garuda Shield 2022” pada 1-14 Agustus yang melibatkan 12 negara lainnya, yaitu Australia, Malaysia, Jepang, Singapura, Perancis, Inggris, Papua Nugini, Timor Leste, India, Kanada, New Zealand dan Korea Selatan.

“Dilihat dari negara-negara yang terlibat, Super Garuda Shield 2022 memberi pesan adanya politik pengepungan terhadap Cina. Pada saat yang sama,  kedatangan Ketua DPR AS ke Taiwan, sulit untuk tidak dikatakan sebagai sebuah provokasi politik. Masalahnya adalah, Cina cenderung akan bersikap nekad dibanding mau mundur dan sikap akrobatiknya berubah. Situasi ini, kalau tidak dikelola, akan mendorong terjadinya perang di kawasan Asia Tenggara,” ujar Robi dalam pernyataan pers yang kami terima.

Menurut alumnus Center for History, Politic and Strategy UKM Malaysia, tersebut, dijadikannya Puslatpur Kodiklatad Baturaja di Sumatera Selatan, dan penggunaan peralatan tempur dari 14 negara pesertanya, menunjukan adanya pesan khusus  kepada Cina yang telah menggelar pasukan militernya di sekitar Laut Cina Selatan.

“Meski Jenderal Andika dan Jenderal Charles A. Flynn membantah pesan khusus kepada Cina tersebut, itu tidak menghilangkan substansi pesan yang telah disampaikannya. Itulah diplomasi strategi militer,” kata Robi yang terbiasa mengajar mata kuliah “strategi dan keamanan internasional” di FISIP Universitas Nasional tersebut.

Robi melihat ada yang menarik dari strategi keamanan Indonesia saat ini. “Satu sisi bermesraan dengan negara-negara anggota Pakta Pertahanan AUKUS dalam program Super Garuda Shield, namun di sisi lain mengangkat “Indonesian Paper” ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) terkait program kapal selam bertenaga nuklir yang tentu saja menyinggung negara-negara AUKUS tersebut”, ujar Robi.

Namun kepala Pusat Penelitian Pascasarjana UNAS tersebut melihat sisi positif dari adanya Super Garuda Shield 2022 dan Indonesian Paper atau Nuclear Naval Propulsion tersebut. “Dua hal itu menegaskan bahwa Indonesia semakin diperhitungkan dalam percaturan politik global. Yang penting, jangan salah langkah. Kita mesti gunakan posisi Indonesia saat ini untuk mendorong perdamaian dunia, atau minimalnya memastikan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman,” ujar Robi. [rls]

Back to top button