SolilokuiVeritas

Berpikir Jernih

Kita imbau para pejabat untuk tidak lagi membohongi rakyat. Tidak lagi melakukan pencitraan. Tidak lagi memanipulasi kenyataan. Tidak lagi sok gengsi tidak butuh pertolongan negara lain. Untuk mulai berpikir dengan jernih. Paling tidak, agar tidak dinilai mengundang bencana di Nusantara.

Oleh     :  Ana Nadhya Abrar*

JERNIH– Pagi 11 Desember 2025 pukul 6.30 WIB di Sekolah Dasar Kalibaru 01, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Sebuah mobil pengangkut makanan MBG menabrak murid dan guru yang sedang berbaris apel pagi. Belasan murid luka-luka. Semua korban dilarikan ke rumah sakit.

Demikian sebuah berita yang dilaporkan Pena Insight. Mengapa mobil itu menabrak murid dan guru di sekolah mereka sendiri? Ternyata sopirnya kilaf. “Seharusnya dia menginjak rem, namun yang diinjak malah pedal gas,” tambah berita itu.

Kita menganggap peristiwa menyedihkan itu sebagai kesalahan manusia atau human error.  Kesalahan seperti itu bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Terhadap siapa saja. Itulah sebabnya orang-orang tua kita dulu menyarankan agar kita berdoa sebelum berkegiatan.

Apakah berdoa bisa mengubah takdir? Secara konseptual, ya. Sebuah hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah berbunyi: “Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat.”

Ini menunjukkan doa dan takdir saling berkejaran. Sampai hari kiamat. Yang namanya berkejaran, tentu ada yang menang dan ada pula yang kalah. Suatu saat takdir yang menang. Pada saat yang lain, doa yang menang.

Kita tidak tahu persis mana yang lebih sering menang dan mana pula yang lebih sering kalah. Soalnya, semua itu bukan urusan kita. Urusan Allah. Sebagai makhluk Allah, kita tidak bisa ikut campur dalam urusan Allah.

Namun, kita jadi berpikir, belakangan ini terjadi bebagai peristiwa tragis. Bahkan mengerikan. Banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Semua peristiwa itu saling berkejaran. Saling berlomba untuk memperlihatkan keganasan alam. Juga menunjukkan manusia tidak punya kuasa apa-apa kalau sudah berhadapan dengan kemarahan alam.

Lalu ada berita tentang TNI yang berhasil menggagalkan penyelundupan nikel di Bandara IMIP. Ini berita baik. Namun, berita buruknya sudah lama: penyelundupan nikel di Bandara IMIP yang tidak ketahuan sudah sering terjadi. Bisa dibayangkan jumlah devisa negara ini yang lari ke luar negeri.

Lantas ada berita banjir dan longsor yang di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat bukan karena bencana alam semata. Menurut seorang tokoh yang tampil di sebuah siniar, semuanya terjadi karena ketidakmampuan pemerintah membaca data. Soalnya, BMKG sudah mengeluarkan surat edaran resmi pada 22 November 2025. Isinya meminta pemerintah di tiga provinsi itu mewaspadai cuaca ekstrem pada akhir November sampai awal Desember 2025.

Kita bisa menambahkan catatan kita tentang berbagai peristiwa buruk yang terjadi di Indonesia sebulan belakangan ini. Semua peristiwa membuat kita terperangah. Kok semuanya tampil berkejaran? Kita tersentak. Apakah ini sebuah kebetulan? Atau merupakan hasil kelalaian pemerintah selama bertahun-tahun? Atau merupakan pertanda ketidakberdayaan pemerintah menghadapi oligarki?

Entahlah! Yang jelas tidak ada peristiwa yang terjadi secara kebetulan. Kejadian itu terjadi sesuai dengan masanya. Kalau memang sudah sampai masanya, terjadilah peristiwa itu. Tak satu pun kekuatan manusia yang mampu mencegahnya.

Menyadari keadaan ini, kita lantas mengakui: terlalu banyak rahasia yang tidak kita ketahui. Kita pun berharap kepada Allah untuk menurunkan karunianya. Kepada diri kita. Kepada negara ini.

Kesadaran ini merupakan pengakuan, kita adalah hamba Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak. Kita butuh pertolongan dan dukungan Allah. Tidak ada yang bisa hidup aman tanpa pertolongan Allah.

Bersamaan dengan itu, kita himbau para pejabat untuk tidak lagi membohongi rakyat. Tidak lagi melakukan pencitraan. Tidak lagi memanipulasi kenyataan. Tidak lagi sok gengsi tidak butuh pertolongan negara lain. Untuk mulai berpikir dengan jernih. Paling tidak, agar tidak dinilai mengundang bencana di Nusantara.[ ]

*Gurubesar jurnalisme UGM

Back to top button