Budaya Literasi
Menumbuhkan kapabilitas literasi secara fungsional merupakan prasyarat kunci untuk mengembangkan kehidupan politik dan ekonomi yang sehat dan maju. Penguatan demokrasi memerlukan basis budaya ekspresif (artikulasi dan argumentasi). Dalam negara dengan tradisi literasi kuatlah demokrasi bisa tumbuh kuat.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Teknologi boleh berganti, medium baca-tulis boleh berubah, tapi budaya literasi harus terus diperkuat.
Menumbuhkan kapabilitas literasi secara fungsional merupakan prasyarat kunci untuk mengembangkan kehidupan politik dan ekonomi yang sehat dan maju. Penguatan demokrasi memerlukan basis budaya ekspresif (artikulasi dan argumentasi). Dalam negara dengan tradisi literasi kuatlah demokrasi bisa tumbuh kuat.
Athena (Yunani) sering dirujuk sebagai ”ibu demokrasi” berbekal tradisi baca-tulis yang kuat, berkat penemuan alfabet. Peradaban Yunani dan Romawi adalah peradaban awal di muka bumi yang berdiri di atas aktivitas baca-tulis masyarakat; pertama kali diperlengkapi sarana berekspresi yang memadai dalam dunia tulis; pertama kali mampu menempatkan dunia tulis dalam sirkulasi umum.
Revolusi demokratik terjadi di Perancis, tidak di Inggris sebagai pelopor revolusi industri, karena Prancis (Paris) saat itu merupakan masyarakat dengan tingkat literasi yang paling tinggi di Eropa.
Literasi juga menjadi landasan pacu bagi kemajuan perekonomian negara-negara Asia Timur. Jepang memeloporinya melalui penetapan Undang-Undang Fundamental tentang Pendidikan 1872 (empat tahun setelah Restorasi Meiji), yang mencerminkan komitmen publik untuk memastikan “tidak ada komunitas dengan keluarga yang tak melek huruf, dan tidak ada keluarga dengan anggota keluarga yang tak melek huruf”.
Dengan kesungguhan komitmen, pada 1910, bangsa Jepang sudah hampir semuanya melek huruf; dan pada 1913, meskipun masih jauh lebih miskin dari Britania dan Amerika, Jepang telah menerbitkan lebih banyak buku daripada Britania dan lebih dua kali lipat dari Amerika. Konsentrasi pada pendidikan dengan tingkat literasi yang sangat tinggi itu berpengaruh besar terhadap watak dan kecepatan kemajuan sosial dan ekonomi Jepang. Perkembangan tersebut diikuti Korsel, Taiwan, Singapura, dan Cina.
Secara umum, naiknya tingkat literasi dapat mendorong kemunculan institusi sosial rasional dan demokratis; juga kreativitas inovatif dalam ekonomi-industri. Sebaliknya, kemunduran tingkat literasi menimbulkan kelembaman dalam demokrasi dan ekonomi.
Singkat kata, orang boleh memilih profesi apa pun, tapi tak boleh mengabaikan budaya baca-tulis. [ ]