Solilokui

Calon Ketua Umum Partai Golkar: Karakter Adalah Modal Utama

“Negarawan memotong domba, politisi mengulitinya.”
Austin O’Malley (1858–1932)

Mohammad Radius Anwar
Peneliti di The Gondangdia Insitute

Menjelang Munas Partai Golkar, Desember 2019 mendatang, calon ketua umum haruslah memiliki kemampuan dan pengalaman mengangkat perekonomian serta menjaga stabilitas dan suasana politik yang kondusif (tidak gaduh) serta menjadikan partai sebagai mitra strategis pemerintah dalam lima tahun ke depan.

Kemampuan itu lahir dari tempaan organisasi, jam terbang di pemerintahan, memiliki karakter yang kuat, pribadi itu terkait dengan integritas, kapabilitas, loyalitas dan profesionalitas. Karakter, kata Presiden AS ke-15 Abraham Lincoln, ibarat pohon. Bayangan pohon adalah reputasi yang kita pikirkan. Pohon adalah sesuatu yang nyata. Setiap manusia memiliki karakter yang berbeda–beda dan unik.

Karakter berasal dari bahasa Latin kharakter, kharessin, kharax, dan character dalam Bahasa Inggris. Menurut para ahli psikologi, karakter adalah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan seseorang pada suatu tindakan. Itulah sebab mengapa karakter seseorang perlu diketahui. Mengetahui karakter seseorang akan membuat kita tahu bagaiman orang itu akan bersikap dalam kondisi-kondisi tertentu.

Jadi , karakter adalah nilai–nilai yang khas; watak, akhlak atau kepribadian yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari–hari.

Di dalam karakter terdapat nilai-nilai berdasarkan budaya bangsa, seperti relijius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, mandiri, kreatif, demokratis, punya rasa ingin tahu, bersemangat, kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, pandai berkawan, cinta damai, gembar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.

Penting sekali ketika calon ketua umum (caketum) Partai Golkar memiliki karakter yang kuat, layaknya pemimpin yang utuh dan otentik. Seperti pohon beringin, lambang Partai Golkar, pemimpin yang diperlukan haruslah memiliki karakter kuat, kokoh, dan memiliki aura magis. Syarat lainnya, caketum Partai Golkar harus cakap dalam komunikasi politik, diterima kalangan stakeholder, pasar, akar rumput Partai Golkar, punya reputasi di dalam dan luar negeri, serta punya pengalaman memimpin.

Yang juga tak kalah penting, dan menjadi credit poing, adalah caketum Partai Golkar memiliki rekam jejak yang bisa diterima tidak hanya di tubuh partai tapi juga di hati masyarakat Indonesia.

The Gondangdia Institute (GI) telah menjaring dan mengkaji nama–nama yang akan, atau berpotensi, masuk ke dalam bursa caketum Partai Golkar, Desember 2109 mendatang. Semula ada lima, tapi mengerucut menjadi tiga; Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A, M.M.T, H. Bambang Soesatyo,SE,.M.B.A, dan Prof. Dr. H. Yuddy Chrisnandi, SH,ME.

Profil caketum Partai Golkar

Airlangga Hartarto

Airlangga Hartarto dinilai cakap karena memiliki pengalaman dan karakter yang mumpuni. Aktif sejak muda di berbagai organisasi tak menghalanginya menuntaskan pendidikan. Ia sukses di dunia usaha dan terjun ke politik. Puncaknya, ia mengikuti jejak sang ayah dengan menjadi menteri perindustrian.

Lahir di Surabaya, 1 Oktober 1962 dari pasangan Hartarto Sastrosoenarto–R.Hartini Soekardi, Airlangga menempuh pendidikan di SMA Kolese Kanisius Jakarta. Di SMA, ia pernah menjadi ketua OSIS.

Setelah lulus SMA, Airlangga melanjutkan pendidikan ke Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengambil Jurusan Teknik Mesin di Fakultas Teknik dan lulus pada tahun 1987. Di UGM, ia juga berorganisasi dan menjadi ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas Teknik.

Selepas dari UGM, Airlangga menempuh Program S2 di Wharton School University of Pennsylvania, Philadelphia, AS, program Master of Business Administration (MBA) Monash University Australia, dan Melbourne Bussiness School University, Australia.

Ia terjun ke dunia bisnis dengan mendirikan beberapa perusahaan. Di antaranya; PT Graha Curah Niaga, PT Jakarta Prime Crane, PT Bisma Narendra, dan duduk sebagai komisaris PT Sorini Corporation Tbk.

Terjun ke polik sebagai wakil bendahara DPP Golkar periode 2004-2009, menjadi Anggota DPR-RI periode 2009-2014 dan 2014-2019 dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat V. Tahun 2016, saat terjadi perombakan Kabinet Kerja Jilid II dan Airlangga dipercaya menduduku kursi menteri perindustrian, posisi yang pernah diduduki sang ayah.

Bambang Soesatyo

Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo lahir di Jakarta 10 September 1962, berasal dari keluarga tentara. Dia lahir dan besar di asrama, serta mendapat didikan keras dari ayahnya. “Kalau ada urusan nggak selesai, saya nggak boleh pulang. Jika disuruh mendapatkan sesuatu, tidak boleh sebelum dapat,” katanya seperti dikuip grid.id.

Sejak di bangku kuliah Bamsoet mengasah insting bisnia. Ia memberanikan diri menjadi pemasok kaos yang digunakan untuk Ospek, dan mendapatkan keuntungan. Namun selepas dari universitas, ia terjun ke jurnalistik dengan menjadi wartawan Prioritas dan Majalah Vista, Pemred Info Bisnis dan Harian Suara Karya.

Di bidang bisnis, Bamsoet memimpin sejumlah perusahaan; sebagai direktur, komisaris, dan komisaris utama, dengan bidang usaha beragam. Di pemerintahan, Bamsoet mengawalinya dengan Manggala BP7 Pusat (1996-1998). Di legislatif, Bamsoet adalah anggota DPR dari Partai Golkar 2009-2014 dan 2014-1019. Ia terpilih sebagai ketua DPR RI 2016-2019, dan kini ketua MPR RI.

Bamsoet menempuh seluruh pendidikan di dalam negeri. Ia aktif di Partai Golkar, dengan mengikuti Diklat Kader Fungsional Pusat Golkar, Diklat Jurkam Nasional Partai Golkar, Lemhanas RI KSA XIII 2005, dan Orientasi Fungsionaris Pusat Partai Golar.

Sebagai penulsi, Bamsoet telah mempublikasikan banyak buku; Rahasia Sukses & Biografi Pengusaha Indonesia (1988), Mahasiswa & Lingkaran Politik (1989), Kelompok Cipayung, Gerakan & Pemikiran (1990), Mahasiswa & Budaya Kemiskinan di Indonesia (1990), Masa Depan Bisnis Indonesia 2020 (1998). Ia meraih dua penghargaan bergengsi; Adhi Karya Award (1995) dan Top Eksekutif Indonesia (1996) ,

Yuddy Chrisnandi

Ini tokoh tak asing lagi. Ia lahir di Bandung 29 Mei 1968 dari pasangan Yess Chrisman Tisnaawijaya dan Tien Yuniartieny. Masa kecil Yuddy dihabiskan di Cirebon, dengan menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA. Selepas SMA ia keluar Cirebon, dan melanjutkan pendidikan ke Fakultas Ekonomi Univeristas Padjadjaran.

DNA politik Kang Yuddy, demikian ia biasa dipanggil, berasal dari ayahnya yang pengurus Angkatan Muda Siliwanti (AMS) Jawa Barat, sekretaris MKGR Jawa Barat, dan pernah duduk sebagai Anggota DPRD Kabupaten Garut dari Fraksi Partai Golkar. DNA sebagai intelektual merujuk kepada kakeknya Prof Dr Doddy Tisnamidjaya, mantan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Kepala LIPI, dan Duta Besar RI untuk Perancis.

Bakat kepemimpinan terasah di bangku kuliah, dengan organisasi intra dan ekstra. Dimulai dari Himpunan Mahasiswa Jurusan, lalu dipercaya menjadi Koordinator Senat Gabungan Mahasiswa Universitas Padjadjaran. Di organisasi ekstra kampus ia berkecimpung aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sampai ke tingkat Badko HMI Jawa Barat, dan ditunjuk menjadi Koordinator Kelompok Cipayung-Bandung.

Ia menampakkan keberpihakan kepada masyarakat kurang mampu dengan mendirikan LSM yang memberi pendampingan pendidikan, pengajaran Bahawa Inggris bagi anak kurang mampu. Ia terlibat dalam parlemen jalanan, melakukan demo untuk menuntut pemerintah lebih pro rakyat, dan menjadi Presidium Badan Koordinasi Mahasiswa Bandung.

Usai kuliah, Kang Yuddy sempat bekerja di Bang Bukopin tapi tak betah. Ia melangkah sesuai panggilan jiwanya; bergelut di politik dan akademis. Tahun 1993 Yuddy, bersama koleganya mendirikan kelompok diskusi Forum Dialog Indonesia (FDI) — yang anggotanya terdiri dari mahasiswa dan perwira muda TNI.

Di bidang pendidikan, Kang Yuddy punya dua gelar S1; sarjana ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan sarjana hukum dari Universitas Nasional (Unas). S2 ditempuh di Universitas Indonesia Program Studi Ilmu Ekonomi Manajemen Keuangan. S3 di Universitas Nasional Program Studi Ilmu Politik. Ia sempat menempuh Research Fellow Ph.D di IDSS Nanyang Technological University Singapore 2002–2003. Terakhir, tahun 2015, dia dinobatkan sebagai guru besar Ilmu Politik Unas.

Riwayat hidup Kang Yuddy semakin panjang dengan berbagai posisi penting di sejumlah perusahaan. Di pemerintahan, puncaknya adalah ketika dia menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik 2014-2016. Di Partai Golkar, ia masih menduduki anggota Dewan Pakar sampai sekarang.

Back to top button